Pesawat telah mendarat dengan selamat, akhirnya dia bisa menginjakkan kaki ditempat ini lagi, di tanah kelahirannya, tempat dimana dia dibesarkan. Banyak cerita yang telah di ukirnya, setelah hampir satu tahun lamanya dia berkelana di negeri orang, melarikan diri untuk menyembuhkan hati.
" Bagaimana? Lancar semuanya? " Tanya bang Arkan ketika mereka keluar dari bandara.
"Alhamdulillah semua berjalan lancar," jawab Husna.
" Maafkan ya, Abang tidak bisa kesana, terlalu padat jadwal disini. "
"Iya deh tau, yang lagi ngejar target untuk nikah, cari nafkahnya getol banget," Ledek Husna.
"Kan... Kan... Baru juga ketemu sudah menyebalkan, memang kamu ya gak berubah juga," Arkan mengacak pucuk jilbab adiknya.
"Abang....."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah.
Selama di dalam mobil, Husna hanya terdiam, menatap keluar jendela, matanya tertuju pada jalan ibu kota, namun pikirannya entah melalang buana kemana.
Sedangkan Arkan masih fokus untuk menyetir, seseorang yang duduk di sebelah Arkan pun hanya membisu, hening, tidak ada perbincangan apapun selama perjalanan."Alhamdulillah," ucap Husna ketika Arkan sudah memarkirkan mobilnya di halaman rumah.
" Selamat datang kembali adiknya abang," ledek Arkan.
"Ayo masuk," lanjutnya seraya membuka pintu mobil.Husna tersenyum bahagia, rumah yang telah lama dia tinggal tidak ada perubahan sama sekali, masih seperti dulu, hening, tidak ada yang berkurang atau pun bertambah.
" Rumah sebesar ini hanya di tempati sendiri? " Tanya seorang laki-laki yang berdiri di samping Husna.
" Tidak sendiri kok, kan ada yang kerja juga di rumah. " Arkan mengelak.
"Jomblo" bisik Husna pada Mazhar.
Pria itupun hanya tersenyum ketika Husna melontarkan kata itu.
" Tidak usah meledek, sana istirahat. Kalian capek kan habis perjalanan jauh." Perintah Arkan.
Tanpa basa-basi mereka pun langsung mengiyakan, sebab memang tubuh mereka terasa begitu lelah.
***
Hari sudah sore, senja sebentar lagi akan menampakan dirinya." Kak, Abang mana?" Tanya Husna ketika melihat Mazhar sedang menonton televisi.
" Di kamar kayaknya, kenapa?" Mata lelaki itu kini beralih pada Husna yang berjalan ke arahnya.
" Aku kayaknya pingin keluar deh kak, kemana gitu. " Tutur Husna.
" Mau keluar? "
Hanya anggukan kepala sebagai jawaban Husna. Kini dirinya sudah duduk di sebelah Mazhar.
" Memangnya tidak capek? " Kini tubuh lelaki itu sudah sedikit menyerong menghadap Husna.
Husna hanya menggelengkan kepalanya.
Mazhar hanya tersenyum seraya mengelus pucuk kepala Husna.
"Kakak ganti baju dulu, kamu tanya Abang mau ikut kita atau tidak."
Mazhar pun bergegas menuju kamar untuk mengganti bajunya.Tidak butuh waktu lama mereka pun sudah siap untuk pergi, entah kemana mereka pun belum tahu, yang jelas Husna ingin jalan-jalan.
Di dalam perjalanan keheningan kembali tercipta, Husna terus saja melihat keluar jendela, Mazhar fokus menyetir, mungkin jika bang Arkan ikut Suasana tidak akan sehening ini.
" Kita mau kemana?" Akhirnya pertanyaan Mazhar memecah keheningan.
" Di depan belok kiri ada kedai enak kak, kesitu aja deh. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
Spiritualseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu