Rintik hujan pun mulai membasahi sebagian belahan bumi. Alam seperti mengerti bagaimana perang batin yang tengah dirasakan oleh lelaki itu. Hembusan angin menggoyangkan gorden kamarnya dengan begitu kencang, percikan hujan masuki sebagian kamar itu.
DINGIN
Dingin sekali rasanya, seperti dingin hatinya yang kini tengah gundah. Haruskah dia jujur pada wanita itu?
Atau dia abaikan saja email yang baru saja dia baca.Andai saja bukan sahabatmu yang aku cintai, pasti kau tidak akan sesakit ini aku yakin. Batinnya.
Tapi apa daya, lelaki itu pun tidak bisa memilih, kepada siapa hatinya akan jatuh, kepada siapa cintanya akan berlabuh.
Dan kini dia benar-benar kalut, ketika dia benar-benar telah mantap kepada Icha, tapi Husna muncul kembali.
Ingin rasanya dia berlari keluar, menangis bersama derasnya hujan, seperti saat Husna menangisinya waktu itu.
Dering ponselnya berbunyi, menandakan ada sebuah pesan masuk di WhatsAppnya.
Hanya tertulis lambang love disana (❤️) siapa lagi kalo bukan Icha sang pemilik pesan itu.
❤️
" Lagi apa? " Isi chat tersebut.
Lelaki itu sedang tidak mood untuk membalas pesan siapapun termasuk wanita yang dicintainya saat ini.
Pesan itu hanya di read.❤️
" Lagi kenapa? Kok cuma di read?"
Wanita itu mengiriminya pesan lagi, tapi dia benar-benar tidak ingin membalasnya.
Hujan semakin turun dengan derasnya, bayangan Husna semakin nyata dalam pikirannya.
Tangisan itu begitu pedih, sangat pedih dilihat.
Sehancur itukah Husna?. Batinnya
Satrio ingat bagaimana Husna pernah memeluknya dengan begitu erat seakan-akan tidak ingin di lepaskan." Kenapa na? " Tanya Satrio kala itu.
" Gakpapa, cuma pengen peluk aja." itulah Jawabnya.
Dan bodohnya Satrio tidak menyadari bahwa pada saat itu Husna sedang tidak baik-baik saja, dia takut, hatinya takut tidak akan bisa lagi memeluk sahabatnya seperti ini lagi suatu saat nanti."Agrhh.... Bodoh, kenapa gua baru sadar sekarang" gumam Satrio.
Laptopnya masih terbuka, email dari wanita itupun masih terpampang nyata. Lelaki itu membaca ulang setiap kata yang ada di layar laptopnya.
Sedalam itukah luka yang dia torehkan? Sampai-sampai Husna mampu menulis kalimat seperti itu untuknya? Seperih itukah? Pikir Satrio.
"TOLONG BERI AKU MAAF :("
hanya kata itu yang mampu dia kirim untuk membalas email dari Husna.
Tak ada kata lain selain itu.Derai hujan semakin menariknya untuk berlari keluar, menangis dan berteriak di bawah ribuan hujan sepertinya mampu membuat hati dan pikirannya lebih tenang.
Mungkin juga dengan dia melakukan hal itu bayang-bayang Husna akan hilang dari ingatannya.Tapi apakah mungkin? Atau malah sebaliknya? Dia akan semakin ingat kenangan dia bersama Husna. Entahlah dia sudah tidak bisa lagi berpikir waras saat ini.
Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian telapak tangannya bergerak menuju kepalanya, rambutnya masuk di setiap sela-sela jemarinya, lalu dia Jambak rambutnya dengan keras.
" Tau ah pusing gue " teriaknya.
Satrio benar-benar telah kehilangan moodnya malam ini.Email yang baru saja dia baca, bayangan tentang Husna, chat dari Icha, semua membuatnya kacau.
Otaknya hanya di penuhi oleh mereka berdua.
Seperti tidak ada hal yang lain di dunia ini selain mereka."Bodoh! Bodoh! Bodoh!"
Lagi-lagi Satrio menggumam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
Espiritualseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu