Akhirnya setelah hampir satu bulan berada di rumah sakit bang Arkan di perbolehkan pulang. Dan akhirnya Pula setelah hampir satu bulan aku bisa bermanja-manja di kamar tercinta.
Sungguh aku tidak bisa menyembunyikan senyum pagi ini, mungkin karena kepulangan bang Arkan yang jadi penyebabnya.
Ku kemas barang-barang yang perlu di bawa pulang. Dari peralatan pribadi milik bang Arkan sampai hasil rekaman medis miliknya.
"Ada yang lagi seneng nih kayanya" ledeknya.
"Iya dong, kan bang Arkan udah boleh pulang" sahutku manja.
"Yakin karena Abang?" Tanyanya meyakinkan, dengan yakin pula aku pun mengangguk.
"Mau Abang bantu?" Tawarnya.
"Gak usah, Abang duduk manis aja di situ." Tolakku dengan halus tanpa menoleh kearahnya yang kini duduk di sofa.
Mana mungkin aku membiarkannya membantuku dengan kondisi seperti itu, pipi yang masih lebam, tangan kiri terbalut perban, apa lagi saat melihat luka di dahinya, sungguh aku sangat tidak tega.
Aku masih sibuk memasukan barang-barang ke dalam ransel, namun sepertinya bang Arkan mulai gelisah.
"Selesai" teriakku bergembira.
Ku ambil kursi roda yang ada di sudut ruangan ini, dan aku mendorongnya ke arah bang Arkan."Ayo" seru ku. Bukannya segera beranjak dia malah menaikan sebelah alisnya.
"Harus banget pake itu?" Tanyanya ragu.
"Harus" jawabku.
"Emang Abang lumpuh apa sampe Abang harus Pakai itu?"
"Bang Arkan yang tampan nan rupawan, emang Abang sanggup mau jalan dari sini sampai lobby?"
"Sanggup" jawabnya tegas.
"Yakin kepalanya gak pusing?"
"Yakin gak ya?" Bukannya menjawab dia malah balik bertanya.
"Hahaha udah ah ayo, sekali-kali Abang nurut sama Husna jangan Husna terus yang nurut sama Abang" jawab ku meledek.
"Iya bunda kecil" perlahan dia mulai beranjak dari sofa, ku fikir dia akan mendaratkan tubuhnya di kursi roda, tapi aku salah,satu kecupan malah mendarat di keningku.
Ya Allah segitu sayangnya bang Arkan kepadaku.
"Ayo" dia malah menarik tanganku dan melangkah keluar.
***
Hadi POV
Ku sandarkan tubuhku di sebuah bangku di salah satu caffe di sebuah mall ternama yang ada di Jakarta.
Mumpung ada waktu luang, jadi aku gunakan untuk sejenak menenangkan fikiranku, meski hanya sekedar minum kopi.
Setidaknya itu dapat menghilangkan bayangan wanita itu, wanita yang telah hampir satu bulan ini menggelayut dalam fikiranku.Saat ini Pandanganku jatuh pada pengunjung yang berlalu lalang di dalam mall ini.Aku sengaja memilih tempat yang berada persis di balik jendela kaca besar, agar aku dapat dengan mudahnya memandang keluar.
Namun jantungku bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya saat mataku menangkap sosok wanita yang selama ini telah memenuhi fikiranku kini sedang berjalan dengan seorang pria.
Aku memicingkan mataku, memastikan bahwa yang aku lihat benar-benar wanita itu.Dan......
Jantungku kini benar-benar seakan melompat keluar. Yaps, wanita itu. Wanita itu memang wanita yang selama ini telah membuat tidurku tidak nyenyak.
"Tapi dia dengan siapa? Bukankah..." Aku menggelengkan kepala, membuang jauh-jauh fikiran negatif yang mulai meracuni otakku.
Aku mengetuk-ngetukkan jari di meja caffe, sambil menimbang-nimbang haruskah aku mengejarnya atau tidak.
"Kejar, tidak. Kejar, tidak." Batinku.
Jika aku mengejarnya untuk apa? Toh, aku juga tidak ada urusan dengannya.tapi kenapa hatiku menyuruhku untuk mengejarnya.
Jeng... Jeng....
Kira-kira kejar gak ya????
Tapi kalau di kejar, Hadi Harus ngapain?
Emangnya wanita itu bakal kenal sama dia?
Nah galau kan jadinya.Jangan lupa vote ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
Spiritualseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu