37

3.2K 187 11
                                    

Apa ini yang dinamakan disaat kau menunggu pelangi setelah hujan, malah badai yang datang?

Setelah sekian lama gadis itu bersabar, menunggu dan memendam perasaannya terhadap sahabatnya, akhirnya dia harus rela melepaskan dan mengikhlaskan semuanya.
Setelah apa yang dia perjuangkan, setelah apa yang dia korbankan untuk lelaki itu, setelah dia relakan sebagian hidupnya tersita oleh lelaki itu dan kini akhirnya dia harus benar-benar melepaskan semuanya, semua kenangan tentang mereka, semua cerita manis yang telah terukir bersama, setelah banyak kejadian yang mereka alami berdua.

Sungguh ini bukanlah hal yang mudah untuknya, apa lagi mereka telah bersama selama 9 tahun lamanya. Dan di hari ini, gadis itu harus benar-benar membuka lembaran baru di hidupnya, hidup yang akan dia mulai semuanya dari awal.

Selamat tinggal kota kelahiran, selamat tinggal negara kebanggan, selamat tinggal tempat penuh kenangan. Sejujurnya sulit untuk aku melangkah, namun sakit untuk aku bertahan, semoga kelak aku akan kembali kesini dengan hati yang tidak penuh luka lagi. Batinnya.

"Relakan hatimu, atau batalkan kepergian mu" tegas Arkan ketika mereka telah berada di dalam pesawat.

"Relakan hatiku" jawab Husna. Meski masih terdengar berat di telinga arkan tapi dia paham, bahwa tidak mudah mengikhlaskan semuanya secepat ini.

"Gitu dong" Arkan tersenyum kepada adiknya itu, untuk memberikan secercah kekuatan kepada Husna.

Tepat pukul 11.00 WIB pesawat mereka lepas landas, bersamaan dengan lepasnya hati yang penuh dengan luka sayatan. Memang luka itu tidak mengeluarkan darah, tetapi sakitnya tergambar nyata.

***

Satrio terus berlari, mencari sosok yang beberapa hari ini terus menghantui pikirannya. Matanya terus berkeliling, kakinya terus melangkah. Hingga akhirnya dia sampai pada salah satu petugas di bandara itu.

"Maaf mba, kalau pesawat tujuan Paris terbang Jamberapa ya?"
Tanyanya pada salah satu petugas yang di dadanya bertuliskan nama Nisa.

"Untuk pesawat tujuan Paris baru saja terbang pak." Jawab petugas wanita itu.

"Boleh tolong di cek lagi mba, mungkin saja di pending sementara waktu."

" Maaf pak, memang sudah terbang."

"Yasudah terimakasih mba"

Satrio melangkah menjauh dari petugas itu, langkahnya sedikit lesu, semua terasa sia-sia. Untuk apa cepat-cepat dia kesini jika nyatanya semua sudah terlambat.

Dia mengacak rambutnya dengan kasar, kakinya terus melangkah untuk kembali ke mobil.

"Gimana?" Tanya Icha setelah Satrio berada di dalam mobil bersamanya.

"Udah terbang" Satrio langsung menyadarkan tubuhnya pada jok mobil.

"Terus?"

"Terus nabrak" jawab Satrio asal.

" Tau ah, orang di tanya serius." Icha mulai kesal dengan sifat Satrio yang moodyan.

"Lagian pake nanya terus-terus, yaudahlah, Husna udah pergi, dan aku gak tau alamatnya di sana."

"Yaudah sih, nanti tinggal minta sama bang Arkan pas dia udah balik lagi kesini." Icha yang belum tahu apa-apa menjawab dengan mudahnya.

"Gak akan di kasih sampai lebaran gajah juga" Satrio semakin resah dengan pikiran dan perasaannya.

" Loh kenapa, bang Arkan kan baik, lagian kita kan teman dekatnya Husna masa iya untuk nanya alamat saja kita gak di kasih tahu."

" Kamu gak tahu si permasalahannya. Jadi kamu gampang ngomong kayak gitu." Tanpa sengaja perkataan itu keluar dari mulut Satrio.

"Maksudnya?" Icha mulai mengarahkan duduknya menghadap Satrio.

"Enggak udah gak usah di bahas." Satrio dengan cepat menyadari bahwa dia telah mengeluarkan kata-kata yang akan menjerumuskan dirinya pada masalah yang baru.

"Ihssss, apaan sih? Jangan bikin orang penasaran, ngomong tuh yang jelas."protes Icha.

"Nanti aku jelaskan"

"Kapan?"

"Tunggu waktu yang tepat"

Icha diam mendengar jawaban Satrio, dia tahu betul jika moodnya Satrio sudah tidak bagus, lebih baik dia mengalah dari pada harus bertengkar hanya karena hal seperti ini.

***

Lelaki moodyan itu kini sedang resah, memikirkan seorang gadis yang telah pergi meninggalkannya.

Kenapa kamu pergi secepat ini sebelum aku menjelaskan semuanya, kenapa kamu pergi tanpa pamit kepadaku, sedangkan kamu tahu bahwa aku baru sadar dari komaku, dan kenapa kamu tidak mau menemaniku di rumah sakit saat aku terbaring lemah tak berdaya. Setebal apakah tembok tidak kasat mata yang memberi jarak di antara kita. Bukankah dulu kita pernah sedekat nadi sebelum pada akhirnya kita sejauh matahari? Aku merindukanmu gadis bawel. Aku merindukanmu. Harusnya kau tahu itu. Batinnya.

Kini wajahnya dia palingan keluar jendela, melihat mobil-mobil yang berlalu lalang di jalan itu.
Matanya mulai berkaca-kaca, entahlah seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Bukan, bukan benih-benih cinta yang mulai tumbuh di hatinya, tapi dia hanya merasa kehilangan sahabat baiknya, bukan hanya sekedar sahabat, tapi Husna lebih dari itu, dia sudah seperti adiknya, terkadang gadis itu juga bisa terasa seperti kakaknya, bahkan di waktu-waktu tertentu dia bisa menjelma menjadi orang tua untuk Satrio.

Tetapi sebisa mungkin dia menahan kesedihannya itu di depan Icha, dia teringat kata-kata Husna, bahwa Husna hanya tidak ingin persahabatan Icha dan Husna menjadi renggang hanya karena soal cinta.
Dan sekarang Satrio tidak ingin menjadi seseorang yang menghancurkan persahabatan mereka yang akan mengakibatkan adanya jarak di antara mereka berdua, cukup dia dan Husna saja yang terpisahkan jarak.
Icha dan Husna jangan.
Jangan pernah.

***

Setelah Satrio sampai di kamarnya dan Icha sudah pulang dari rumahnya, Satrio mencoba untuk kembali menghubungi Husna. Tapi nihil handphonenya Husna masih tidak aktif.
Berulangkali dia mencoba, tapi hasilnya tetap sama, hanya suara operator yang menjawabnya.

"Separah itukah luka yang sudah gue tancapkan di hati Lo Na? Sedalam itukah rasa cinta Lo sama gue? Sampai-sampai Lo rela pergi dari tempat dimana Lo dibesarin. Lo rela ngorbanin semua yang telah Lo capai disini hanya untuk menghindari gue Na? Lo tahu, gue ngerasa gue itu orang paling jahat di dunia ini Na, gue ngerasa gue cowok paling bodoh yang udah menyia-nyiakan kesempatan untuk dicintai sama Lo, gue ngerasa gue cowok paling brengsek yang udah nyakitin Lo. " Ada setetes air mata yang jatuh dari pelupuk mata Satrio.

"Seandainya cinta bisa memilih, seandainya hati bisa di paksakan, gue akan memilih Lo Na, gue akan memilih Lo." Teriaknya sambil memandangi foto dirinya dan Husna di dalam bingkai kecil yang selalu ada di atas meja kamarnya.

Satrio meraih bingkai itu dan menghempaskannya ke lantai hingga hancurlah kacanya menjadi puing-puing kecil.
Seperti hati Husna yang hancur karena telah jujur menyatakan perasaanya kepada Satrio.

😭😭 Sedih aku nulisnya😭😭
Semoga kalian suka dengan part ini😢

Aku Bukan PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang