24

3.2K 159 0
                                    

Keesokan harinya...

Jam baru menunjukkan pukul 08.00 WIB, namun sudah banyak notifikasi yang masuk di ponsel Husna.
12 panggilan tak terjawab dan 22 chat masuk, semua itu menunjukan nama Satrio.

Setelah selesai berpakaian dan menyisir rambutnya Husna menggambil ponsel yang tadi hanya di tengok saja.
Dengan lincah jemarinya mencari kontak bernama Satrio di ponselnya.

"Hallo, assalammualaikum"

"Waalikumsalam, kemana aja sih?"
Husna sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Lah pagi-pagi udah marah-marah"

"Gue di depan rumah Lo"

"Hah? Ngapain?"

"Ngamen"

"Dasar pengamen gak tau diri"

"Buruan keluar dih, jamuran nih gue"

"Iya"

Husna memutuskan sambungan teleponnya, kemudian mengambil jilbab instan di dalam lemarinya dan kemudian menggunakannya.

Sebelum keluar dia melihat dirinya di pantulan cermin, hari ini Husna memakai pakaian serba Dongker, dari rok, kemeja hingga jilbabnya semua berwarna Dongker.
Setelah di rasa cukup Husna segera keluar dari kamar menuju teras.
-
-
-
-
-
-

"Udah lama?" Tanya Husna seraya membuka gerbang.

"Banget" jawab Satrio ketus.

"Ya maaf, orang lagi mandi" Husna mempersilahkan Satrio masuk.

"Lo mandi apa semedi? Lama banget"

"Semedi, puas?"

"Boleh duduk?" Tanya Satrio setelah mereka berada di ruang tamu milik keluarga Husna.

"Gak boleh" jawab Husna gantian ketus.

"Yaudah makasih" jawab Satrio dan mendaratkan dirinya di sofa empuk berwarna coklat susu itu.

"Yeh" Husna memutar bola matanya malas.

"Abang mana?" Tanya Satrio yang sedari tadi tak melihat keberadaan Arkan.

"Ada di kamar, abis sarapan kayanya masuk lagi. Capek kali abis perjalanan jauh" jelas Husna yang ikut duduk di sofa yang berada tepat di sebrang Satrio.
Satrio pun hanya beroh ria.

"Ngapain pagi-pagi kesini?"

"Gpp, mau main aja gak boleh?"

" Tumben aja biasanya kerumah Ica." Ledek Husna.

"Dulu juga sering kesini pagi pas SMA" bela Satrio.

"Sebelum ketemu Ica"

"Yaelah gitu amat, jadi gak ikhlas Nerima tamu?" Tanya Satrio dengan sedikit kesal.

" Lah kok jadi sensi" lagi-lagi Husna meledeknya.

"Bodo" Satrio mulai merajuk.
Husna hanya terkekeh melihat Satrio yang kini mulai kesal.

"Mau minum apa?" Tanya Husna mengalihkan pembicaraan.

"Apa aja yang ada"

" Yaudah gak usah minum ya" jawab Husna seenaknya.

"Iya" akhirnya Satrio menyerah dan hanya mengiyakan.

"Ica gak Lo ajak?"

Satrio hanya menggeleng.

"Kenapa?" Tanya Husna lagi.

"Gpp, gue gak tau dia dimana"

"Loh emang gak komunikasi lagi?"

"Enggak, udah lama gue gak chatingan Ama dia" Satrio menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.
Seperti ada beban berat yang kini ada di pundaknya.

"Kenapa? Kok bisa?" Tanya Husna penasaran, tubuhnya ia condongkan kedepan.

"Kayaknya dia lagi Deket sama yang lain" hanya itu penjelasan Satrio.

"Serius?" Husna makin penasaran.

"Entah, kayanya sih gitu, soalnya setiap kali gua chat dia balesnya gitu. Gue juga udah lama gak kerumahnya. Dia ngambek kayanya"

"Ngambek kenapa?"

"Waktu itu gue lagi sibuk banget na, terus dia ngajakin gue jalan. Ya gue gak bisalah ninggalin kerjaan gue gitu aja. Gue ada meeting mendadak waktu itu. Emng niatnya sih gue Ama dia mau jalan, tapi batal. Terus dia ngambek."

Husna semakin serius mendengarkan Satrio.

"Cuma itu?" Tanya Husna kaget.

" Enggak, dia juga minta kejelasan soal hubungan gue sama dia. Tapi kan Lo tau na gue belom bisa. Lo tau kan ortu gue ngelarang gue buat pacaran" ada sedikit nada lirih ketika Satrio menjelaskannya.

"Hem... Gimana ya, rumit juga sih. Tapi Lo udah jelasin baik-baik sama dia?"

" Gue gak berani"

"Harus berani Yo, cewek itu butuh kepastian, seenggaknya lu jujur sama dia, biar dia bisa ngerti. Gue yakin dia bisa ngerti kok. Dari pada kaya gini kan dianya jadi salah faham Mulu" Husna mencoba menasehati Satrio.

"Iya sih, tapi gua belom siap" jujur Satrio.

"Kapan siapnya? Jangan PHP-in anak orang Yo, apa lagi keluarganya udah kenal sama Lo. Seenggaknya lo ngasih penjelasan sama dia." Nasehat Husna.

"Iya sih, tapi gak dalam waktu dekat." Satrio memainkan jemarinya.

"Yaudah Lo tenang aja, gue bakal coba bantu buat ngejelasin sama Ica." Tawar Husna.

Satrio menganggukan kepalanya.

"Emang elo doang na, yang selalu ngerti gue" ucap Satrio seraya mengacak-accak pucuk kepala Husna yang terbalut hijab.

Iya, tapi Lo gak pernah bisa ngerti perasaan gue. batin Husna.

"Jalan yuk" ajak Satrio.

"Kemana?"

" Taman aja sekalian jalan pagi."

" Udah siang kali, yaudh gue izin. Dulu Ama Abang" 

Aku Bukan PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang