Di suatu waktu aku merasa nyaman dengan kesendirianku, namun di kala-kala tertentu aku merasa aku butuh seseorang yang mampu mendampingiku.
Entah memang ini sudah waktunya atau hanya nafsu semata.
Seminggu telah berlalu, akhirnya bang Arkan mampu melewati masa kritis nya.
Dan sekarang dia telah di pindah ke ruang rawat inap VIP.Jujur saja aku sangat bahagia kala itu, akhirnya mata yang selalu terlihat teduh kini telah kembali, senyuman itu kini bersama ku lagi.
"Dek" panggilnya
"Hmm" aku hanya berdeham.
"Sibuk banget ya?"
"Iya bang, di kejar deadline" jawabku.
meskipun aku di kejar deadline tapi aku masih setia menemaninya, aku tak ingin sedikitpun melewatkan perkembangan kesembuhan bang Arkan. Aku lebih rela kehilangan pekerjaan dari pada harus kehilangan waktu bersama bang Arkan.
"Emang gak capek?"
Aku hanya menggeleng, mataku masih fokus pada leptop pribadiku.
"Dek" panggilnya lagi.
Kini pandanganku beralih kepadanya.
"Ayah sama bunda sudah terbang lagi ke Paris?"
Pertanyaan yang sederhana namun mampu membuat dadaku terasa sesak.
Jujur saja aku kecewa dengan ayah dan bunda, di saat kondisi anaknya seperti ini dia masih saja memikirkan perusahaan.
Sebenarnya aku sudah berusaha untuk menahan nya agar tetap tinggal, namun apa dayaku dengan dalih permasalahan yang dihadapi perusahaan ayah cukup rumit akhirnya aku harus melepaskan mereka pergi.
Aku mengangguk lemah, ku simpan leptop pribadiku di atas meja.
Aku berdiri menghampiri bang Arkan, ku jatuhkan badanku di kursi yang berada di samping Brankar."Yaudah gpp, kita doain aja semoga ayah sama bunda selamat sampai di sana" dia mengusap pucuk kepalaku yang tertutup jilbab.
Ya Allah bang Arkan.
Entah kenapa rasanya mataku mulai memanas, hatiku sangat terenyuh mendengar jawaban bang Arkan.
Dia tidak pernah menuntut apapun pada ayah dan bunda, bahkan dia masih bisa tersenyum di saat seperti ini.
Mungkin jika aku yang ada di posisi bang Arkan, aku sudah membenci ayah dan bunda karena meninggalkan aku yang hampir saja mati.Astagfirullah, inget Husna ayah Husam sama bunda Alma itu orang tua kamu.
"Jangan bengong" bang Arkan menusuk pipiku dengan telunjuknya.
"Ihh siapa yang bengong Wee" aku sedikit menjulurkan lidah.
"Makin jelek aja kamu dek kaya gitu"
Mataku membulat sempurna ketika mendengar perkataan bang Arkan.
"Ih jahat banget" ku cubit lengannya yang tak terbalut perban.
"Aw... Sakit" dia meringis sambil mengusap bagian lengan yang aku cubit.
Aku terbahak melihatnya, ekspresi wajah nya sungguh membuat hatiku menggelitik.
Krek...
Sontak suara itu mengalihkan perhatian ku dan bang Arkan.
"Selamat siang"
Seketika tawaku terhenti.
"Siang dok" jawab bang Arkan yang masih sedikit kesakitan.
"Maaf ya mengganggu, pak Arkan nya harus di periksa dulu"
Aku hanya mengangguk sebagai tanda setuju.
Aku sedikit menjauhkan diri dari brankar, Itu aku lakukan agar dokternya lebih leluasa untuk menjalankan tugasnya.
"Iya dok gpp, lagian dokter gak ganggu kok, malah dokter nyelametin saya dari kekerasan dalam keluarga"
Aku langsung menoleh ke arah bang Arkan saat mulut bang Arkan dengan lancarnya melontarkan kata-kata seperti itu.
Dia hanya terkekeh saat aku menatapnya dengan sinis.
bang Arkan....senang banget ngejatuhin reputasi ku.
***
Hadi POV
Cantik
Mungkin itu kata pertama yang akan keluar dari mulut mu saat kau melihatnya.
Solehah
Mungkin dia termasuk salah satunya, meskipun dia menutup auratnya namun tetap terlihat modis.
Lesung pipinya
Tawa lepasnya
Astagfirullah, inget di inget bukan mahram. Dosa!
Hi,siapa kah kira-kira si Hadi ini?
Mau tau siapa dia? Tetap stay with me ya:D

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
Spirituellesseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu