29

3K 145 2
                                    

Malam semakin larut, hujan semakin deras melanda ibu kota. Jam dinding terus berputar, memacu waktu agar detik berubah menjadi menit, berganti jam, kemudian menjadi hari.

Arkan bangun dari duduknya, berjalan menghampiri dua anak manusia yang sedang bercengkrama.

"Satrio udah jam 9 nih, kamu mau pulang atau bemalam disini? Ada kamar tamu yang kosong." Tanya bang Arkan.

"Kayaknya lebih baik Satrio pulang deh bang" belum sempat Satrio membuka mulut, Husna sudah lebih dulu menjawabnya.

"Tapi dia bawa jas hujan gak dek? Masih deras loh hujannya."

"Husna sih yakin dia bawa, pasti bawa, iyakan sat?" Tanya Husna pada Satrio.

Satrio diam sesaat
"Sebenernya gak bawa sih, cuma kayaknya Husna gak suka kalo saya disini bang"

"Gak gitu maksud gue, ya gimana ya, emm..."
Husna bingung sendiri bagaimana harus menjelaskannya agar Satrio tak salah faham.

"Iya aku tau kok, kamu gak usah ngejelasin aku ngerti." Satrio beranjak dari duduknya, kemudian bergegas mengenakan jaketnya.

"Beneran kamu gak mau nginep sat?" Tanya Arkan sekali lagi, sejujurnya Arkan tak tega juga jika melihat Satrio pulang dalam keadaan hujan lebat seperti ini.

"Yang punya rumah gak ngizinin bang" jawab Satrio seraya mencium tangan bang Arkan.
"Saya pamit ya, assalamualaikum" pamitnya dan melangkah menuju pintu.

"Sat" Husna menahan lengan Satrio ketika kaki Satrio hendak melangkah.
"Yakin mau pulang?" Tanya Husna meyakinkan Satrio.

"Kan kamu sendiri yang gak ngizinin aku nginep disini"

"Iya, tapi seenggaknya nunggu hujannya reda gitu?"

"Udah gpp, bang Arkan udah kode nyuruh aku pulang" bisik Satrio.

Perlahan Husna melepas lengan Satrio,sebenarnya didalam hatinya juga tidak tega jika harus melihat Satrio pulang dalam keadaan seperti ini.

" Yaudah, hati-hati di jalan"
Akhirnya Husna benar-benar melepas lengan Satrio, dan Satrio pun melangkah meninggalkan Husna.

"Waalaikumsalam" jawab Husna dan Arkan berbarengan.

Perlahan punggung Satrio semakin jauh meninggalkan Husna. Husna pun tak kuasa menahan air matanya melihat Satrio benar-benar tidak ingin menunggu hingga hujannya sedikit reda.

Bang Arkan terdiam menatap adiknya, sakit memang jika harus berpura-pura tidak peduli kepada seseorang yang sebenarnya sangat di khawatirkan.

Setelah punggung Satrio benar-benar hilang di balik tembok, Husna berlari menuju kamar dengan derai air mata yang tak bisa lagi tertahankan.

Husna menjatuhkan dirinya di atas kasur.
"Maaf, gue gak bermaksud jahat, sama Lo, tapi gue gak bisa ngebiarin Lo ada di sini, gue udah berusaha agar terbiasa tanpa Lo, gue cuma gak mau hati gue berharap lagi sama Lo. Maafin gue sat, maaf." Gumamnya disela Isak tangis.

***
Setelah berada di teras rumah, Satrio duduk di kursi yang tersedia disana untuk mengenakan sepatu nya.
Mulai dari sebelah kanan, kemudian di lanjutkan sebelah kiri.
Setelah selesai Satrio tidak langsung bergegas menuju motornya, pandangannya kini jatuh pada tetesan hujan yang masih deras membasahi belahan bumi malam ini. Dinginnya udara malam benar-benar terasa hingga menembus jaket yang dia kenakan.

"Bisa mati kedinginan gue kalo nekat pulang." Batinnya.

Sedikit hembusan angin saja sudah menambah dinginnya udara hingga terasa seperti menusuk tulang-tulang di tubuhnya.

Lama Satrio menimbang-nimbang haruskah dia pulang di tengah hujan lebat, atau dia menunggu di teras hingga hujannya sedikit mereda.
Kalaupun dia membawa jas hujan, ini sangat berbahaya jika nekat berkendara dengan jarak pandang yang sangat terbatas di tambah pada malam hari seperti ini.

"Dulu kamu orang yang paling ngelarang aku hujan-hujanan, kamu juga orang yang paling khawatir kalo aku berkendara pas lagi hujan lebat kayak gini, tapi kenapa sekarang kamu yang tega nyuruh aku pulang dengan kondisi hujan lebat kayak gini?" Gumamnya.

Tiba-tiba seseorang menyodorkan jas hujan dan sweater di hadapannya. Dengan spontanitas pandangan mata Satrio mengikuti sang pemilik tangan yang menyodorkan benda itu.

"Pake ini, punya bang Arkan. Pake sweaternya dulu abis itu di Doble jaket biar gak terlalu dingin di jalan." Kata Husna tanpa menatap mata Satrio.

"Oh masih khawatir?" Tanya Satrio.

Tanpa aba-aba setetes air mata Husna jatuh tatkala mendengar pertanyaan itu. Sakit, seperti ada duri kecil yang menancap di hatinya.
Tapi dengan cepat Husna menghapus jejak air matanya.
Seandainya Satrio tahu alasan dibalik sikap Husna yang seperti ini.

"Udah pake ini, maaf gue gak bisa ngizinin Lo bermalam disini."kata Husna dengan nada suara yang sudah tidak stabil. Husna menyerahkan jas hujan dan sweater itu, dan bergegas masuk kembali.
Namun baru selangkah Husna ingin beranjak tangan Satrio sudah berhasil menahan lengannya.

" Dulu kamu orang yang paling gak ngebolehin aku hujan-hujanan, kamu orang yang paling khawatir kalo aku berkendara dikondiai seperti ini, apa lagi aku naik motor, tapi kenapa sekarang kamu yang tega nyuruh aku pulang malem-malem di saat hujan lebat seperti ini?" Tanya Satrio, tangannya masih tetap menggenggam pergelangan tangan Husna.

Husna mejamkan mata, menahan air matanya agar tidak jatuh kembali.

"Jawab!" Pinta Satrio.

Husna membalikan badannya "karena gue sayang sama Lo" kini air matanya tidak bisa lagi dia bendung.

" Iya aku tau, dari dulu kamu emang sayang sama aku, kamu selalu ada buat aku, kamu selalu ngekhawatirin aku, kamu selalu perhatiin aku, kamu yang selalu bawelin aku kalo aku sakit,kamu selalu negur aku kalo aku salah, aku tau kok kamu sayang sama aku. Karena kamu sahabat aku."

" Tapi sayang gue lebih dari itu!" Tegas Husna. Air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya.

Nahhhhh kan jenjeng......
Gimana nih ceritanya?
Semoga kalian suka.
Maaf kalo masih banyak salah,
Maklum amatir😂😂

Aku Bukan PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang