35

3.2K 143 9
                                    

Seperti hari-hari biasanya, gadis itu melangkahkan kaki disepanjang koridor rumah sakit, menuju sebuah ruangan yang disana ada seseorang yang selama ini dia jaga dan dia rawat.

Hari ini dia datang seorang diri, tanpa abangnya yang setia menemani. Tidak apa, dia mengerti kehidupan abangnya bukan hanya dia. masih banyak yang harus diurusnya.

Langkahnya terus melaju, banyak orang yang dia temui disana, dan disetiap bersitatap dengan orang-orang itu Husna selalu melemparkan senyumnya.
Sepertinya sore itu lebih banyak orang yang datang kerumah sakit itu.
Entahlah! Mungkin hanya perasaanya.
Hingga sampailah dia di depan ruangan itu, tapi mengapa gagang pintu ruangan itu yang terbuat dari besi terasa lebih dingin dari biasanya.

Perlahan dia membuka pintu itu hingga nyaris tidak menimbulkan suara, kakinya sudah ingin melangkah masuk kedalam sana, mulutnya pun sudah nyaris terbuka untuk mengucapkan salam. Namun lehernya terasa seperti tercekik, dan kakinya seakan terpaku. Pegangan besi itu semakin terasa dingin, bahkan amat sangat dingin.
Dia mencengkram pegangan itu dengan sangat kuat, hingga membuat kuku-kuku jarinya membuku.
Untungnya dia masih bisa mengontrol keseimbangan tubuhnya, Setelah apa yang baru saja di lihat.

Seseorang yang selama ini dia jaga saat orang itu tengah terbaring lemah kini telah sadar, bahkan sudah bisa bercanda dan tertawa.

Dia telah kembali, alam bawah sadarnya telah melepaskannya untuk kembali kesini, aku bersyukur kau telah sadarkan diri, aku bersyukur kau bisa tertawa bersamanya lagi. Batinnya

Setelah dirasa cukup untuk menstabilkan perasaanya Husna pergi meninggalkan dua orang didalam sana yang sedang melepas rindu. Gadis itu tidak mau mengganggu mereka berdua, setelah sepuluh hari Satrio koma, dia yakin pasti lelaki itu merindukan Icha, sosok yang dicintainya.

Perlahan Husna mundur secara teratur, setelah sekali lagi dia melihat sahabat dan orang yang dicintainya sedang asik bercanda dan bersenda gurau bersama. Dia menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan kasar.

" Mungkin memang sudah waktunya. Aku pamit!" Hanya itu kalimat terakhir sebelum dia benar-benar pergi dari sana.
Membawa serpihan puing-puing hati yang telah benar-benar hancur.

Namun mereka berdua belum menyadari bahwa baru saja ada seseorang yang memperhatikan kebersamaan mereka.
Yang Satrio tahu di saat dia sadar dari komanya, orang yang dicintainya berada di sampingnya dan menjaganya.

Lelaki itu sungguh bersyukur sebab perempuannya masih setia kepadanya, bahkan Icha rela menjaganya.

" Terimakasih " ucap Satrio

" Untuk?"

" Untuk semuanya" lelaki itu terlihat sangat tulus mengucapkannya.

" Maksudnya?" Icha masih tidak mengerti.

" Untuk kamu yang masih setia menemani." Satrio menggenggam erat tangan Icha.

" Tapi-"

" Please, jangan pernah pergi." belum sempat Icha menjelaskan yang sebenarnya, Satrio telah lebih dulu memotong kalimatnya dan membawanya kedalam pelukan.

Bukan aku yang menjaga mu, tapi Husna. Aku hanya beruntung berada di sampingmu ketika kau sadar sat. Batin Icha.





Kini rinduku telah menemui titik temu.
Hingga aku lupa telah mengabaikan hati yang selama ini telah setia menjaga.
Aku harap tidak ada lagi rindu yang seberat ini dimasa yang akan datang.
Yang aku harap,
Aku dan kamu terus bersama hingga menjadi KITA.

Aku Bukan PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang