"hai" sapaan itu terdengar hangat di telinga setiap orang yang mendengarnya, namun tidak pada telinga Husna. sapaan itu justru terdengar begitu menyakitkan hingga menusuk relung hatinya.
"Hai" jawabnya singkat.
" Kenapa sih lemes banget?" Tanya Satrio seraya menjiwel kedua pipi Husna setelah Husna berada tepat di hadapannya.
Tangan Husna menepis tangan Satrio, tapi sayang kedua tangan itu justru mendarat mulus di pipinya.
"Gue gak papa kok"
"Gak enak badan, hmm?" Tangan Satrio beralih mengelus pucuk kepala Husna yang tertutup jilbab bergo berwarna navy itu.
Husna hanya menggeleng lemah, Sebenarnya dia ingin menjawab dengan perkataan namun entah mengapa semua perkataan itu seperti tersangkut di tenggorokannya.
Kini keduanya duduk saling berhadapan, untuk beberapa waktu Suasana terasa hening, Seperti tak ada siapapun di ruangan itu.
***
Dari kejauhan Arkan memperhatikan mereka, tampak raut kecemasan di wajahnya. Arkan tahu saat ini Husna sedang berusaha untuk melupakan Satrio dan menghindarinya, tapi takdir mengujinya. Allah datangkan lagi Satrio di kehidupan Husna.
Setelah setengah tahun lamanya Husna perlahan mulai berhasil mengindari dan melepas Satrio, dan di setengah tahun itu pula bang Arkan berusaha sebisa mungkin untuk membuat adik kesayangannya bisa tertawa lepas tanpa beban.
Sedikit demi sedikit usaha itu mulai berhasil, di enam bulan kemarin sudah beberapa kali Arkan mendapati Husna bisa tertawa begitu lepas, seakan semua beban dan masalah tak pernah ada di dalam hidup Husna.
Arkan merasa sangat senang kala mendapati adik satu-satunya bisa tertawa selepas itu.
Baginya kebahagiaan Husna adalah prioritas utama di hidupnya.***
"Mau minum apa?" Tanya Husna akhirnya.
"Kayak biasa" jawab Satrio santai.
"Ya apa?"
"Apa aja sayang" jawab Satrio seraya menjiwel pipi kanan Husna.
Husna menepis kembali tangan Satrio " dih, apaan sih"
" Kenapa sih sekarang sensitif banget?" Satrio mencondongkan badannya agar lebih mendekat ke Husna.
Husna memundurkan badannya beberapa centi.
"Biasa aja kok, ngapain hujan-hujan kesini?"
"Mau ketemu kamu"
"Dih, apa sih kamu kamu"
"Kenapa sih gak boleh banget kalo panggilnya kamu kamu"
"Aneh aja gitu sat dengernya"
"Tapi kalo gue maunya panggil kamu gimana?"
Satrio menatap kedua bola mata Husna.Please jangan tatap gue kayak gitu. Batin Husna.
Dan akhirnya Husna hanya bisa diam membisu. Dirinya tak sanggup lagi mengeluarkan kata-kata. Matanya sudah terkunci, begitu juga hati dan perasaannya.
Please Satrio, gue lagi berusaha buat menjauh dari Lo, jangan buat gue kembali nyaman lagi, cukup! Gak usah lagi bersikap manis ke gue kalo nyatanya hati dan perasaan Lo bukan buat gue. semua kata-kata itu ingin sekali dia ucapkan tapi lagi-lagi semua kata-kata itu seakan tertahan di tenggorokannya.
"Terserah" akhirnya dari sekian banyak kata-kata di dunia ini hanya kata terserah lah yang dapat keluar dari mulut Husna.
"Gitu dong" tangan Satrio sekali lagi mengelus pucuk kepala Husna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
روحانياتseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu