Ada berjuta gemuruh rindu di hatinya, hati seorang wanita yang kini mulai menjauhi seseorang yang di cintanya.
Bukan tanpa alasan, tapi memang sudah seharusnya dia mundur secara perlahan agar hatinya tak lebih parah terluka.Hampir setengah tahun sudah dia dan Satrio tidak bertemu, meski terkadang mereka masih berkomunikasi, namun Husna berusaha hanya seperlunya saja jika berkomunikasi dengan Satrio.
Sore ini hujan mengguyur Jakarta, tak ada langit berwarna jingga, tak ada burung yang berterbangan, semua aktivitas seolah dilumpuhkan oleh derasnya hujan.
Tapi tidak dengan rindu,
Rasa itu semakin menjadi.Husna berdiri di balik jendela kamarnya, tirainya dia biarkan terbuka, pandangannya lurus menatap setiap tetesan hujan yang jatuh.
Tuhan, jika memang ini yang terbaik. Aku mohon hilangkan segara rasa yang ada di hati ini. Hilangkan semua perasaan ku untuknya, jauhkan fikiranku tentang dirinya. Sebab aku percaya, jika semua ini adalah rencana terbaik dari-Mu. batinnya
Jujur, setelah kejadian enam bulan lalu, di saat Husna tak sengaja melihat Satrio sedang berboncengan dengan wanita lain dan itu bukanlah sahabatnya - Ica, pertahanannya seolah runtuh, hatinya hancur, dadanya begitu sesak.
Bagaimana tidak, dia yang telah bertahun-tahun berusaha untuk selalu ada disaat Satrio membutuhkannya, dia yang bertahun-tahun dengan setia menemani kemanapun Satrio pergi, dia yang telah bertahun-tahun berusaha memberikan perhatian yang lebih kepada Satrio. Apa pernah sekali saja Satrio menanyakan tentang perasaan Husna kepadanya? Tidak! Tidak sama sekali.Dan kini, malah dengan mudahnya Satrio membuka hatinya kepada perempuan lain selain dirinya.
Jujur Husna kecewa, amat sangat kecewa bukan karena Satrio tak memilihnya, namun karena Satrio dengan mudahnya berpaling dari Ica-sahabatnya. Husna tahu betul bagaimana sebenernya perasaan Ica terhadap Satrio.
Sebenarnya Ica juga menyayangi Satrio, tapi karena Satrio tidak berani untuk berkomitmen maka dari itu Ica selalu saja mengelak jika ditanya tentang perasaannya terhadap Satrio."Di bawah ada Satrio tuh"
Ucap Arkan yang entah darimana datangnya.Deg!
Husna kaget bukan kepalang, jantungnya kini berdebar kencang.
"Mau apa dia kesini?"
"Entah, padahal Abang bilang kalau kamu lagi tidur, tapi katanya dia mau nunggu" jelas Arkan. Maaf, untuk kali ini Arkan harus berbohong sebab dia tahu bahwa adik kesayangannya ini sedang berusaha melepaskan Satrio.
" Terus Abang gak bisa nyuruh dia pulang aja?" Tanya Husna.
"Kamu mau liat Abang ngusir orang? Biar bagaimanapun dia tamu loh dek" kata Arkan seraya menyenderkan bahunya pada daun pintu.
Husna tampak berfikir.
Temui? tidak? Temui?tidak? Temui? Tidak?
"Jadi....?" Tanya Arkan.
" Yasudah, nanti aku nyusul kebawah. Abang duluan aja, aku ganti baju dulu" perintah Husna.
"Oke" jawab Arkan dan langsung pergi menuruni anak tangga.
***
Perlahan Husna mulai menuruni anak tangga, satu demi satu anak tangga telah dia lalui, dan kini dia berada tepat di sebuah titik yang jika di tarik akan membentuk sebuah garis lurus dengan posisi duduk Satrio sekarang.
Jangan di tanya seberapa kuat degup jantungnya sekarang, sudah pasti ini dua kali lipat lebih cepat dari pada saat bang Arkan menyebutkan nama Satrio tadi.
Oh my God! Haruskah? Batinnya.
Dan ketika Husna sedang menetralisir degup jantungnya, tanpa sengaja pandangan mereka saling bertemu,Kedua bola mata mereka saling mengunci.
"Hai"
Bersambung.......

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
Spiritualseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu