SELENA
"It's Shane Dalton," sebut Bruce setelah mengakhiri pembicaraan teleponnya.
Aku sungguh takut.
"Jangan hapus lipstikmu, Manis," ujar Lola kesal. "Kau harus kelihatan seronok dan berani, atau kau tak akan dapat apa-apa."
"Jangan takut-takuti dia," imbau Bruce. "Tapi benar, jangan kamu hapus bibir merahmu, Selena. Shane Dalton tak suka gadis tanggung yang tak tahu apa-apa. Dia memang senang meniduri gadis-gadis polos, tapi harus punya sisi nakal. Aku tak punya waktu mendandanimu, seharusnya kamu bisa improvisasi."
"Improvisasi?" aku menelan ludahku gugup.
Terlebih Shane Dalton? Siapa yang tak kenal Shane Dalton? Dia mungkin salah satu pria terkaya di kota ini. Wajahnya sering tampil di majalah-majalah bisnis, aku yakin dia sering menjadi tamu undangan di acara-acara penting di New York. Pantas saja Bruce menjanjikanku uang dengan jumlah yang sangat besar. Jika kliennya seperti Shane, itu bukan hal yang mustahil.
"Tapi dia lelaki beristri, kan, Bruce?"
"Iya, kenapa memangnya?"
"Usianya juga sudah ....."
"Dia memang sudah tua, kaupikir kau akan mendapatkan pria muda yang kaya raya?"
Lola tertawa mengejek, "Laki-laki muda kaya sedang sibuk meniduri pacar-pacar mereka, Sayang. Wanita-wanita yang berdalih tak dibayar, tapi mendapatkan apa saja yang mereka tunjuk. Yang mencari pelacur berkelas ya orang-orang tua yang kalau kau goyang ranjangnya terlalu kencang bisa meninggal kena serangan jantung!"
Hanya aku yang tak tertawa.
"Aku ... aku ... bagaimana mungkin aku tidur dengan lelaki beristri, Bruce? Tak bisakah kamu ...."
"Jangan pilih-pilih, Selena. Lain kali kalau kau punya banyak waktu-"
"Tak akan ada lain kali!" geramku.
"Ya ... ya ... terserah kau saja. Ingat, ini satu-satunya kesempatanmu. Kamu ambil, atau tidak? Ini bukan saatnya kamu keberatan siapa yang berani membayarmu tinggi. Reputasiku dipertaruhkan. Hanya dengan omonganku saja, mereka percaya kau sangat pantas dibayar mahal."
Aku hanya bisa menangis dalam hati meratapi betapa mengenaskannya nasibku. Tanpa menjawab, Bruce sudah tahu apa jawabanku dan memintaku bergegas. Setelah bibirku dipulas beberapa kali lagi dengan lipstik merah menyala, aku berdiri dari kursi mematut diriku di depan cermin,
Pantulan sosok di cermin itu seperti bukan aku. Rambut kusamku bercahaya hanya setelah dirawat beberapa jam terakhir, Lola menyatukan ikalnya menjadi spiral sehingga jatuhnya tak sepanjang biasanya. Seumur hidup aku tak pernah berdandan setebal ini atau mengenakan gaun seseksi ini. Punggung, dada, dan pahaku terasa dingin. Tak nyaman. Lola juga menyuruhku mengenakan baju dalam seksi baru yang bisa kubayar nanti jika aku sudah dapat uang. Saat dia bilang pakaian ini mungkin tak akan lama kaukenakan, kau harus tetap kelihatan memikat dalam keadaan telanjang, aku nyaris ingin menarik diri karena terlalu jijik.
"Apa kau akan menungguku, Bruce?" tanyaku saat kami ada di taksi.
"Tergantung," katanya.
"Bagaimana aku pulang kalau kamu tidak menunggu?"
"Hey, tenang saja, Girl. Dia ini bukan hanya sekali dua kali memakai jasaku, tak seorang pun gadis yang terlantar di tangannya."
"Aku takut ...."
"Aku mengerti, cobalah santai sedikit dan ubahlah pikiranmu. Anggap saja kamu sedang beruntung, tak semua orang bisa mendapat cara semudah ini untuk dapat uang. Siapa tahu ini pertanda bahwa Rod bisa diselamatkan!"
Tak ada yang kukatakan. Pandangan sedihku terlempar ke pemandangan malam kota yang kami lintasi.
"Lakukanlah beberapa kali," ucap Bruce pelan. "Kalau uangmu sudah terkumpul, kau bisa melanjutkan kuliah atau mencari pekerjaan yang lebih baik. Terus terang saja ... aku kasihan melihatmu bekerja serabutan. Menjaga taman bacaan, membersihkan toilet swalayan ... Girl, kau tak tahu bahaya apa yang akan kauhadapi, kau tahu?"
"Kamu yakin orang tua ini tak akan menyakitiku, kan, Bruce?"
"Kalau dia menyakiti seseorang, dia tak akan lolos dari jerat hukum. Kamu pikir zaman sekarang wanita akan diam saja kalau dipukul tidak sesuai kehendaknya? Mereka ini orang-orang pintar, mereka tak akan mempertaruhkan reputasi begitu saja. Makanya kalian dibayar mahal! Bukan untuk diperlakukan semena-mena, tapi lebih seperti uang tutup mulut!"
Jariku saling taut, keterangan Bruce sama sekali tak meredakan keteganganku.
"Lakukan saja seperti kau melakukannya dengan kekasihmu, kau tak perlu mahir sekali, dia tahu kau pemula."
Bruce diam sebentar, "Tunggu dulu," katanya. "Jangan bilang kau masih ...."
"Aku memang masih virgin! Aku tak pernah punya waktu menjalin hubungan, kau tahu itu. Saat ayahku masih hidup, beliau sakit-sakitan. Praktis, aku menjaga dua orang sakit di rumah, mana ada pria yang sudi berpacaran denganku!"
"Ya Tuhaaan!"
"Kenapa memangnya?"
"Apa kau gila?" Bruce membentak. "Kalau tahu kau masih virgin, ada harga lebih yang bisa ditawarkan! Dan perbedaannya cukup signifikan!"
"Apa ...?"
Aku benar-benar tak percaya. Mereka akan membayar lebih mahal gadis perawan? Apa sebenarnya yang ada di benak para pria? Mereka menganggap wanita sebagai komoditi, terlebih keperawanannya?
"Tunggu, tunggu, Sopir. Menepi sebentar, aku harus menelepon!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Desired by The Don
RomanceWarning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas untuk mengurus bisnis gelapnya dengan seorang mitra di New York dan Miami. Pada jamuan makan malam, tuan rumah memberinya hadiah manis yang...