Perempuan itu terkapar.
Sang Don menaikkan celananya kemudian menghambur ke arahku, membuang pesawat telepon yang kupakai memukul perempuan itu ke lantai, lalu menendangnya jauh-jauh. Aku menjerit menyadari apa yang sudah kulakukan, kalau dia mati, habislah aku. Habislah aku. Sang Don mendekapku yang gemetaran, sementara beberapa orang masuk kamar merespons teriakanku, termasuk Carlos.
"Ada apa ini?" tanya Carlos.
"Kecelakaan kecil," jawab sang Don, terdengar terlalu tenang, meski tak sesantai biasanya. "Coba lihat dia, dan berikan cukup uang supaya dia tidak ribut. Kutunggu kau di bawah, kutemui Gustavo dan Jose untuk menjelaskan semuanya."
"Aku ingin tahu dia mati, atau tidak," desakku, menolak diseret keluar oleh sang Don.
"Esta bien, Senorita," ujar salah satu orang yang menerobos masuk dan sekarang sedang meneliti perempuan itu. Ia memasang jarinya di depan hidung korban, "Dia mendengkus-dengkus, jangan khawatir"—pria yang sama membalik kepalanya—"bahkan tidak lecet, kemungkinan dia terlalu mabuk, jadi pingsan. Kami akan mengurusnya, Don Pedro."
"Kau dengar?" bisik sang Don sambil mencengkeram lenganku yang semula mencoba meronta. "Si, Alfonso. Kutemui kau di bawah, aku akan bicara dengan Jose mengenai kekacauan ini."
"Si, Senor."
"Carlos, bawa dia ke mobil." Don Pedro mengalihkanku kepada Carlos kemudian memungut jasnya di lantai. Sebelum berjalan mendahului, ia menyentuh wajahku dan mencubit pipiku, tapi bukan dengan lembut dan gemas seperti biasa, melainkan cukup membuatku meringis kesakitan. "Akan kuurus kau nanti," katanya.
Di mobil, aku masih menangis ketakutan meskipun Carlos sudah membujukku supaya diam. "Seharusnya aku tidak berada di sini, seharusnya aku punya pendirian yang lebih kuat," racauku. "Semua ini tak akan terjadi kalau aku tidak memakai obat itu, aku seperti bukan diriku sendiri. Apa kau percaya padaku, Carlos? Seperti bukan aku yang memukul gadis itu sampai pingsan."
"Si," angguk Carlos singkat.
"Lagi pula ... dia seenaknya masuk dan mengisap kemaluan Pedro—"
Carlos menoleh. "Sungguh?"
"Sungguh!" seruku meyakinkan. "Tiba-tiba saja dia masuk, telanjang bulat, dan berlutut di depan Pedro yang celananya belum dinaikkan. Dia mengisap penisnya, apa kau percaya?"
"Apa dia menolaknya?"
"Siapa?"
"Don Pedro."
Aku tertegun, aku tidak memikirkan hal itu sebelumnya.
"Kalau dia tak menolaknya, mungkin dia juga menginginkannya, Manuela...."
"Tapi—tapi dia tidak mengenalnya ...."
Carlos mendesah panjang, tak mengatakan sesuatu.
"Maksudmu seharusnya aku membiarkan wanita itu berbuat begitu kepada Don Pedro karena bisa saja dia juga menginginkannya?" tanyaku tak percaya.
"Ini memang agak rumit, Manuela," Carlos mengesah lagi. "Don Pedro punya banyak sekali kenalan gadis di Cartagena saja, belum lagi di Bogota, dia sering tiba-tiba ada kencan di Panama, dan kau jelas bukan gadis pertama yang dibawanya ke Miami. Dia pernah berpacaran dengan artis, model, Miss Kolombia, dia suka semua gadis cantik, dari mana pun mereka berasal. Selama ini ... jika tidak sedang dalam hubungan asmara dengan Don, mereka tak punya hak untuk ikut campur. Bahkan ... saking kuatnya pria itu ... dan sebagian besar el patron di Kolombia, kekasih dan istri-istri mereka lebih senang diam daripada keberatan dengan kelakuan pasangan mereka di luar rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desired by The Don
RomanceWarning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas untuk mengurus bisnis gelapnya dengan seorang mitra di New York dan Miami. Pada jamuan makan malam, tuan rumah memberinya hadiah manis yang...