"Carlos, masukkan ini ke dalam bagasi, dan tunggu di lobi sampai aku selesai sarapan. Bilang ke Senor Dalton aku akan terlambat satu jam, ada barang penting sekali yang harus kuantar ke daerah kumuh, dan pastikan dia paham bahwa aku sangat suka pada hadiahnya semalam," kata Don Pedro kepada bawahannya, pelan, tapi cukup bisa didengar oleh Manuela yang cemberut di balik punggungnya.
Dia cemberut, tapi dia juga tahu sang Don hanya bercanda. Dia cemburut, tapi juga sedikit senang. Mungkin tidak sedikit, mungkin banyak. Mungkin dia bahkan sudah lupa apa yang dilakukannya untuk mendapat semua ini. Bukan hanya karena janji upah yang sangat tinggi, tapi karena kemurah-hatian Don, dan cara pria itu mencoba menyenangkannya.
"Kemarilah, Mi amor," ajak sang Don, melebarkan lengan supaya Manuela bisa merapat padanya. "Dengan pakaian seperti ini, semua orang akan mengira kau istriku."
"Tidak sampai mereka bisa melihat jari manisku."
"Oh, kau juga mau aku memanggil toko perhiasan ke kamar kita?"
Manuela menjulurkan lidahnya.
"Aku akan mengulumnya lagi malam ini," gumam Don Pedro gemas.
"Aku sudah bilang, aku tak akan melakukannya lagi."
"Positif?"
"Positif."
Pagi ini, Manuela pulang dengan setumpuk baju dan sepatu baru. Entah apa yang akan dikatakannya jika para tetangga menanyakan tata rias wajah dan rambutnya, juga pakaian berkelas yang melekat di tubuhnya, dia seperti melangkah keluar dari adegan sebuah film.
Begitu gadis itu menyatakan alasan keberatannya menemani Don Pedro, hanya dengan satu panggilan, sewaktu ia keluar dari kamar mandi, orang-orang sudah berdatangan keluar masuk kamar mereka. Sementara Don Pedro berbicara di telepon dengan entah siapa dalam piama tidurnya di ruang kerja—satu ruang lain yang bahkan Manuela baru tahu pagi harinya saking luas kamar hotel itu—orang-orang lalu lalang itu mendandaninya. Mereka setengah memaksanya menyukai semua hal yang dikenakan di tubuhnya, supaya Don Pedro mau mengeluarkan uang cukup banyak yang sesuai dengan jerih payah mereka naik ke lantai paling atas dan menjajakan hampir separuh isi toko di hadapannya.
"Ambil semua yang disukainya," ucap Don Pedro tanpa beban, dan saat Manuela memelotot, manager toko yang diundangnya langsung mencabut kartu kredit dari tangan sang Don.
Pasti jumlahnya ribuan dolar, pikir Manuela takjub. Kalau Don Pedro memintanya menjadi istri saat ia terkena syok waktu itu, ia mungkin akan menyanggupinya.
Tentu saja itu tak mungkin terjadi. Don Pedro memiliki jauh lebih dari cukup untuk menyenangkan setiap gadis yang disukainya, tidak perlu terlalu menjadi istimewa untuknya sudi membelanjakan beberapa ribu dolar dalam sekali waktu. Kuncinya hanya satu, dan Manuela sudah tahu itu, jangan bertanya mengenai urusannya. Jangan sekalipun, dan jangan tanya kenapa, ucap Bruce sebelum melepasnya semalam.
"Hotel ini gila-gilaan," ujar Manuela, melupakan kesopanan. "Aku tidak pernah melihat tempat seindah ini, bahkan tidak seindah ini di tampilan majalah, atau televisi!"
Sang Don memandanginya, senyum seakan tak pernah tanggal dari bibirnya, "Seharusnya kau lihat perubahanmu," katanya.
"Maksudmu gaun ini?" Manuela nyaris berseru. "Ini cantik sekali, terima kasih."
"Mi placer querido, dengan senang hati sayang, tapi bukan itu maksudku."
Dahi Manuela berkerut.
"Kau seperti tikus yang akan dibunuh semalam, dan lihat dirimu sekarang ... keberanian dan hati yang senang adalah dandanan paling megah untuk seorang gadis. Saat kau tak takut, kau cemerlang seperti emas yang ditimpa sinar mentari."
Manuela mengulum senyum, "perayu," katanya malu-malu. "Ini karena gaunku, riasan wajahku."
"Gaun dan riasanmu semalam juga cantik."
"Tapi aku tidak cantik?"
"Aku selalu bisa melihat kecantikan seorang wanita jauh dari lubuk hatinya—aku serius, jangan tertawa—kalau kau berakhir di tangan Dalton semalam ... dengan gaun dan riasan seperti ini pun ... kau tak akan cemerlang, Bonita ...."
"Jadi ini karena aku berakhir di tanganmu?"
"Akuilah, ada pria yang hanya bisa merusak wanita, dan ada pria-pria lain yang akan membantunya tumbuh, bukan hanya menjadi bunga, tapi menjadi benteng. Aku melihat banyak sekali pria yang melindungi wanita bukan karena mereka lemah, tapi karena wanita-wanita itu adalah sumber kekuatannya. Kakakku salah satunya."
"Bagaimana denganmu?"
Don Pedro sontak terdiam.
Hening sesaat sampai kemudian dia bergerak dan menyentuh cangkir tehnya, Manuela berpikir itu kode untuknya melayani, tapi mata sang Don mengedip memperingatkannya. Seorang pelayan mendekat, menanyakan bagaimana sang Don menginginkan tehnya.
"Maaf, aku tidak seharusnya bertanya," ucap Manuela saat teh mereka siap.
"Teh Amerika benar-benar busuk," umpat Don Pedro. "Tidak apa-apa, Bonita, itu pertanyaan yang akan ditanyakan semua orang."
"Apa kau sudah menikah?"
Dari balik cangkir yang menutup sebagian wajahnya, sang Don menatap tajam gadis di hadapannya, "Belum," jawabnya setelah meneguk sedikit teh.
"Tentu saja, kau tak akan di sini bersamaku kalau kau punya istri di rumah."
Don Pedro menggigit bibirnya, menahan senyum, "Kadang kehidupan kami tidak bisa digambarkan sesederhana itu, Mi amor. Kebutuhan kadang tak bisa dikesampingkan, dan keselamatan keluarga harus menjadi prioritas."
Manuela tak paham.
"Sudahlah," kibas Don Pedro. "Ayo kita makan."
Don Pedro melirik arloji mahalnya sekali lagi. Mereka tak banyak melanjutkan mengobrol setelah Manuela memperingatkannya tentang kepadatan lalu lintas New York pada jam-jam sibuk. Meski demikian, sang Don tak suka menjilat ludahnya sendiri.
"Maaf, daerah ini selalu macet, turunkan saja aku di sini," pinta Manuela tak enak.
"Apa kau yakin? Kau punya banyak sekali barang yang harus kaubawa di bagasi," ujar Don Pedro, merasa tak punya banyak pilihan. Dia sudah terlambat dari janji yang sudah diundur.
"Aku akan membawanya semampuku—"
"Lalu siapa yang akan memakai gaun-gaun itu?"
"Yah ... kau masih akan ada di sini beberapa hari lagi, kan? Banyak gadis cantik kenalan Bruce," Manuela meringis.
"Aku ingin kau saja, bisa?"
"Maaf ... aku tak bisa ...."
"Apa aku menyakiti hatimu?"
"Sama sekali tidak," geleng Manuela. "Aku hanya ... aku melakukan ini karena terpaksa, aku lebih baik sengsara kalau adikku tidak menderita. Kurasa ... kita hidup di dunia yang berbeda, aku tak bisa melakukannya lagi. Kau sangat baik, Don Pedro. Agak menyebalkan, tapi sangat baik. Kumohon jangan terlalu mudah membunuh, dan daripada membuang uang ... ingatlah ada banyak sekali orang sepertiku dan Rodrigo yang membutuhkannya."
"O Mi amor," desah Don Pedro, direngkuhnya jemari Manuela dan dikecupnya. "Aku akan menemukanmu lagi. Aku janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desired by The Don
RomanceWarning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas untuk mengurus bisnis gelapnya dengan seorang mitra di New York dan Miami. Pada jamuan makan malam, tuan rumah memberinya hadiah manis yang...