Don Pedro (3)

127K 4.2K 71
                                    

DON PEDRO


Pedro Silas datang dari Kolombia untuk berbisnis, bukan untuk wanita.

Kolombia menghasilkan wanita-wanita tercantik di dunia, dan dia tak pernah tertarik meniduri wanita berambut merah, atau pirang. Namun kadang, demi melancarkan bisnis yang sedang dijalankannya, juga untuk menghargai tuan rumah yang berusaha memanjakannya, hal-hal tersebut tak terhindarkan. Jika malas, dia hanya akan menambah tips supaya gadis-gadis itu tutup mulut, meski tak jarang, apabila mereka menarik perhatiannya, berolah raga sedikit tak ada ruginya bagi Don Pedro.

Khusus malam ini, pria di awal 30-an itu lelah sekali, tetapi Shane Dalton tak berhenti membujuk sampai dia mengenakan kembali setelan mahalnya, kemudian turun menemuinya di bar hotel. Berkali-kali pria tua itu menyebut-nyebut mengenai wanita cantik yang akan mengusir lelahnya pergi, dan bahwa ia akan sangat kecewa kalau hadiahnya tidak diterima.

Tentu saja Pedro menyukai wanita, dia suka bersenang-senang, tapi selalu ada waktunya. Kalau hanya cantik, dia bisa mendapat selusin sekaligus dalam semalam di Bogota. Dia bahkan pernah mengencani salah seorang Miss Kolombia, cantik saja tak terlalu menarik minatnya. Lebih baik ia tidur jika diberi pilihan. Lagi pula, mencampuradukkan kesenangan dengan bisnis hanya akan menghancurkan seseorang, sedangkan bisnis yang dijalaninya tak punya ruang untuk kesalahan. Salazar secara khusus memintanya untuk berhati-hati. Selesaikan urusan, kemudian kembali.

Sambil melangkah memasuki ambang pintu bar, Pedro mengedarkan pandangan lambat ke seluruh penjuru ruangan. Ia membuka kancing jas dan menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana, bar itu sama sekali tidak buruk. Dalton bahkan secara khusus meminta home band menyanyikan lagu-lagu yang ia kenal dan membuatnya agak lebih dekat dengan rumah.

Seseorang bicara di balik punggungnya, "Don Pedro?"

Pedro mengangguk tanpa susah payah menoleh.

"Sigame por favor." Ikuti saya.

Shane Dalton, sang tuan rumah, sudah menantinya di sebuah meja bersama dua orang wanita. Beberapa pengawal berpakaian resmi mengelilinginya. Mereka selalu ingin tampil mencolok, Pedro sudah tahu benar watak penjahat Amerika Serikat.

Seperti Salazar, kakak lelakinya, dan dirinya sendiri di Bogota, Shane memiliki puluhan, bahkan mungkin ratusan bisnis legal, maupun ilegal di New York. Kekayaannya tercatat di Forbes dan majalah-majalah ekonomi dan keuangan, jelas bukan seseorang yang low profile. Lain dengan pelaku bisnis di States, Silas bersaudara lebih memilih menjalankan bisnis diam-diam, dan memastikan hanya orang-orang yang diperlukan saja yang paham benar mengenai kekuasaan mereka. Keluarganya sudah turun temurun menjalankan bisnis, sebagai orang Kolombia, ia sangat belajar dari pengalaman dan sejarah.

"Pedro, Saudaraku!" seru si tua Dalton begitu salah seorang anak buahnya menggiring Pedro masuk.

"Senor," balas Pedro tenang, setenang air danau. Kumis tipisnya bergerak mengikuti senyumnya yang mengembang miring. Julukannya Pedro La Tranquilidad, Pedro si Pendiam, dia tak banyak bicara, dan sulit sekali membuatnya tersenyum.

Dalton menepuk bahu Pedro yang hampir seusia putra sulungnya sesudah mereka berpeluk cium selayaknya dua sahabat pria yang saling menghormati. "Selalu santai, tanpa pengawalan ketat. Kau benar-benar anak muda yang sangat berani."

"Tidak ada yang butuh pengawalan ketat untuk mengirim benda seni, dan sebuah mobil mewah, Senor, tak ada yang perlu kita takutkan."

"Bahaya di mana-mana, Pedro."

"The less, the saver," ucap Pedro.

Shane Dalton tak ingin membantah lagi, para wanita menanti, dia pun tertawa.

Tentu saja, mobil mewah dan beberapa lukisan sampah tiba bersamanya di New York, tapi apakah Pedro Silas sendiri perlu terbang mengawal beberapa kontainer berdokumen resmi jika tak ada hal yang perlu ia pastikan sendiri keselamatannya? Bagi Dalton, dia terlalu nekat. Siapa saja bisa merampok, atau menangkapnya. Jelas ia di sini untuk satu bisnis penggerak dari semua bisnis yang mereka gunakan untuk mengelabuhi hukum. Namun, Silas bersaudara tak pernah ingin menarik perhatian.

"Manuela, tuang minuman untuk Don Pedro."

Bola mata Pedro melirik gadis kikuk yang sejak tadi menunduk di samping pasangan Shane Dalton. Masih baru, pikirnya. Lain sekali dengan pendamping Dalton yang marak dan pemberani. Sangat wajar untuk para bos dikawani pelacur saat menghadiri pertemuan dan pesta, hanya orang gila yang membawa istri mereka ke tempat rawan bahaya, tapi jika gadis seperti itu menemaninya, hanya ada dua pilihan yang akan dilakukannya, yakni 'menghabisinya' sekarang juga-persetan dengan tamu-tamu-atau menyumpal mulutnya dengan uang dan menyuruhnya minggat kembali ke gang kotor tempatnya tinggal.

Setetes anggur memercik saat gadis kikuk itu menuangkannya ke dalam gelas. Dalton melirik, tapi Pedro mengangguk untuk memastikan bahwa ia tak masalah dengan kesalahan kecil. Dia tahu gadis itu yang akan menemaninya melewatkan malam ini. Dalton ternyata cukup jeli memilihkannya wanita. Gadis ini cantik dan segar, sensual, dan harum seperti bunga baru. Meski wajahnya agak sedih, tapi Pedro mendapat kesan dia bukan gadis lemah. Wajah itu mengingatkan Pedro pada liburan tahun lalunya di Miami. Entah karena kehangatan tatap matanya yang mengingatkan Pedro pada sinar mentari di tepi pantai, atau karena salah satu gadis yang bergabung dalam pesta seks Miguel waktu itu mirip dengannya, dia tak yakin.

Sambil menghirup anggur, Pedro memandangi gadis itu dari ujung kepala hingga kaki. Dia menggigil.

"¿Ella es Nueva?" Apa dia gadis baru? tanyanya pada Dalton.

"Si," Ya, Dalton mengangguk bangga. "La virgen."

Untuk imbuhan Dalton itu, Pedro tersenyum sambil memainkan kumis tipisnya. Dia mengalihkan tatapan supaya tak terlalu kelihatan berminat, memperhatikan home band yang menyanyikan lagu baru sambil menyesap anggur.

Mungkin dia akan membuka kakinya, tak ada salahnya dicoba. Kaki-kaki itu ramping dan bersih, hampir seluruhnya terbuka. Sepanjang malam, gadis itu menutupnya dengan sopan, duduk seperti anak sekolah. Beberapa kali, Dalton melemparkan gurauan yang pasti akan membuat gadis itu malu kalau saja dia paham bahasa ibu Pedro.

Yang jelas, Pedro setuju dengan salah satu gurauan Dalton, pasti puting susunya berwarna merah muda.

Dan dia akan membuktikannya.

Dan dia akan membuktikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Desired by The DonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang