15K
"Suruh dia duduk di pangkuanmu!"
Beberapa hari yang lalu, headline di sebuah surat kabar terkenal menyebut nama dan memuat wajahnya. Aku tidak terlalu tertarik membaca, Vicky sering mengomel kalau aku mengembalikan surat kabar yang tak terjual dalam keadaan kusut. Kalau tidak salah, berita mengenai acara amal yang diprakarsainya.
Malam ini, dia berteriak setengah mabuk, menyuruhku duduk di pangkuan seorang pria yang bahkan tidak tampak berminat padaku.
Kalau ini bukan demi Rodrigo, aku lebih baik mati. Dengan lima belas ribu dolar, aku bisa membawa Rodrigo ke dokter, dan membayar sebagian utangku pada Mathilda. Setelah itu, aku akan bekerja lagi seperti sebelumnya, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Siapa yang peduli aku masih perawan, atau tidak, seumur hidup aku hanya akan berurusan dengan kain pel, pelanggan convenience store, atau para pecundang penggemar komik superhero di taman bacaan yang kujaga.
"Manuela!!!"
Aku memekik kaget. Dalton meneriakiku.
Bruce menyuruhku mengganti nama menjadi Manuela. Nama panggung, katanya. Nama pelacur, lebih tepatnya. Sesudah tahu aku masih perawan, Shane Dalton bersedia membayar penyesuaian harga. Bruce memilihkan nama wanita latin supaya klienku lebih nyaman. Rupanya, pria yang tampil seperti gentleman ini berasal dari Kolombia, namanya Pedro Silas. Setelan desainer yang dikenakannya sangat mungkin seharga rumahku. Dia tak banyak bicara, kecuali jika Shane Dalton mulai menggunakan bahasa Spanyol. Aku paham sedikit-sedikit bahasa itu, nenekku imigran. Aku sama sekali tak kaget dengan isi pembicaraan mereka, terlebih setelah mereka mau membayar lima belas ribu dolar untuk seorang pelacur, termasuk cara tua bangka itu melecehkanku lewat kelakarnya. Semoga Tuhan lebih bisa memahami posisiku, paling tidak aku tidak harus tidur dengan lelaki beristri.
"It's okay, Senor," kata Don Pedro.
"Berdansa tak mau, duduk di pangkuannya tak mau, kau mau mempermalukanku?" Dalton menggerutu seperti nenek-nenek. "Semua pelacur baru selalu bertingkah seolah mereka tak layak berada di sini. Dari mana kamu akan dapat uang sebanyak itu dalam semalam selain di sini?"
Don Pedro mengesah dan aku langsung merasa tak enak padanya. Kakinya yang disilangkan kemudian diturunkan, lalu tubuh bagian atasnya mendekat kepadaku, "Kau mau duduk di pangkuanku?"
Tentu saja aku tak mau.
"Manuela," panggilnya, menatapku yang masih menggeriap gugup setelah lamunanku buyar. "Bonita, gadis yang cantik, menurutlah untuk kebaikanmu. Si?"
"Nah, benar begitu," bisik Don Pedro saat aku menyambut tangannya.
Singkat, aku berdiri tepat di hadapannya, di antara kedua pahanya. Pinggulku yang disentuhnya samar mengalirkan hawa panas ke sekujur tubuh, aliran darahku seperti mengandung tegangan listrik, terus menjalar ke jantung. Dengan lembut, ia menekan yang disentuhnya agar tubuhku menekuk dan duduk di pangkuannya.
Yang memalukan, aku sempat merasa nyaman, seolah dia melindungiku dari kemarahan Dalton.
"Siapa namamu?" tanyanya.
"Manuela," jawabku.
Sang Don tersenyum, aku melirik dan melihatnya menatap ke depan melewati bahuku. Ia mengulang pertanyaannya, kali ini dengan lambat, namun jauh lebih tegas, "Siapa ... namamu?"
Detik itu, aku terkejut bukan buatan, yang membuatku merasa malu karena mengira ia akan menyelamatkanku. Jika suara bisa membunuh, suara itu pasti bisa melakukannya. Bagian belakang telingaku dingin, bulu-bulu kudukku meremang. Aku lupa bertanya pada Bruce sepenting apa menyembunyikan identitasku yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desired by The Don
RomanceWarning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas untuk mengurus bisnis gelapnya dengan seorang mitra di New York dan Miami. Pada jamuan makan malam, tuan rumah memberinya hadiah manis yang...