WARNING:
Adegan Dewasa.
Malam Panjang
Ini akan jadi malam yang panjang dan tak terlupakan untuk Selena Herera-Brown? Kemungkinan besar, dan tidak sulit diprediksi.
Tapi, akankah ini menjadi malam panjang yang tak terlupakan pula untuk Juan Pedro Silas? Sangat mengejutkan mendengar bibirnya mengakui hal tersebut, bahkan sebelum sesuatu terjadi di antara mereka.
Baginya, melihat tubuh wanita tanpa busana sudah seperti hal wajar lain yang dilihatnya setiap hari. Tak ubahnya mobil mewah, atau secargo kokain yang akan menjelma menjadi segunung uang dan tersebar di puluhan akunnya di bank Swis, sebuah komoditi. Kadang membuatnya terkesan, kadang biasa saja. Namun bagi Selena, yang hingga detik ini menggunakan nama Manuela, memperlihatkan tubuhnya bukan hal yang mudah. Tak semua orang memiliki kepercayaan diri tinggi saat menampilkan dirinya tanpa penutup, dia selalu merasa tubuhnya terlalu kurus, pucat, kulitnya tak terawat, dia mulai merasa tak layak berdiri di depan seorang pria, memamerkan dirinya yang terlalu biasa saja.
Sebaliknya, justru itulah yang membuatnya menarik di mata sang Don.
Dia mentah, dan apa adanya, seperti bunga yang pertama kali ditemukan di lereng bukit, belum tersentuh, seperti bunga ganja yang belum diolah. Kepolosannya menggerakkan hati pria dengan sisi dominan yang sangat tinggi seperti Pedro, yang meski menghindar dari ikatan cinta, tetapi sejatinya menanti-nanti untuk ditaklukkan. Pria itu ingin menguasainya, mendapatkannya, tetapi juga tak akan ragu mencium kakinya, dan melakukan apa saja untuk menyenangkannya. Pedro bisa saja melakukan apa saja kepada gadis itu, tapi dia justru bermain-main dengan benaknya sendiri, memikirkan apa yang akan dilakukannya dengan Manuela yang mungil, dan kurus, yang mengingatkannya pada cerita roman Kolombia tentang gadis miskin dan pria kaya.
Dengan hati-hati, sang Don menyingkirkan tangan Manuela dari kedua belah payudaranya, dan menangkupkan kedua tangannya sendiri hingga bagian tubuh pribadi gadis itu tertutup sepenuhnya. Manuela bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan dilakukan pria itu selain membelai buah dadanya, pelan, dan lembut, hingga ujungnya tegak menantang.
"Kau punya kekasih?" Sang Don bertanya.
Manuela membasahi bibir, ia berada di ujung rasa takut dan rasa penasaran yang sama-sama mendesak, jijik, namun juga tak bisa menepis rasa ingin tahu, apa yang akan terjadi kemudian, kenapa sentuhan itu terasa menyenangkan? Bukankah seharusnya dia membenci pria ini? Dia membayar seorang gadis untuk melakukan seks dengannya, dan meski jelas memiliki sangat banyak uang, dia tak sudi berbelas kasihan. Dia sudah mengatakan ia tak ingin melakukannya, dan bahwa adiknya sedang sakit, tapi hal itu tak mengubah apapun.
Drama cinta itu tak nyata, tak ada pria yang akan melepasmu karena belas kasihan.
Gadis itu menggeleng.
"Kau boleh membuka bajuku sekarang," perintah Pedro.
"Apa akan berbeda jika kubilang aku punya kekasih?"
"Tidak."
Sebutir kancing Pedro dilepaskan, menyusul butir-butir selanjutnya dalam tempo yang sangat lambat, gadis itu sedang mengulur waktu, Pedro tahu, tapi dengan senang hati melayaninya. Dia tak harus buru-buru, seks yang tergesa-gesa tak pernah merasuk di jiwa, tak meninggalkan jejak-jejak tak terlupakan, selalu menguap begitu saja seusai pelepasan. Malam ini dia tidak mabuk, tidak ada di bawah pengaruh apapun karena harus senantiasa berhati-hati. Ia ingin bersenang-senang, bukan hanya itu, sesekali ia ingin menyenangkan orang lain.
Manuela tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya untuk memperpanjang waktu, butir kancing terakhir sudah terlepas, Pedro menanggalkan sendiri kemejanya dan membiarkannya jatuh di lantai, tak jauh dari gaun kecil, serta penutup dadanya sekaligus.
Penutup dada yang malang, aku masih harus membayarnya, padahal nyaris tak berguna.
"Ini juga?" tanya gadis itu.
Pedro mengangguk, tak lama kemudian ikat pinggangnya sudah terbuka.
"Ini juga?" tanya gadis itu lagi.
Sang Don mengulum senyum, "Ini biar aku saja," katanya, memegangi pengait celananya. Kemudian sambil melucuti ikat pinggangnya, ia melangkah santai, memaksa Manuela mundur menyesuaikan ritme langkahnya, "Kau boleh duduk, bonita, di tepi tempat tidur itu."
Gadis itu bukan pengecut, dia pemberani, persis seperti dugaan sang Don. Dia tak memejamkan mata, atau mengalihkan tatapannya ke segala arah seperti awal pertemuan mereka beberapa menit lalu, dia sudah menetapkan hati. Pedro bisa melihatnya menelan ludah, keringat dingin mengaliri bingkai wajahnya, tapi kedua matanya menatap lurus ke depan, tepat di pusat pinggang sang Don yang kini hanya tertutup selembar kain mungil berbentuk segitiga.
"Kau ingin menyentuhnya?" Pedro bertanya.
Manuela menggeleng.
"Kau ingin menyentuhnya?" Pedro mengulang pertanyaannya, kali ini lebih tajam.
"Kenapa tidak suruh saja aku menyentuhnya?"
"Karena Dalton membayarmu mahal."
Kali ini, ia mulai tampak takut dan ragu. Napasnya terembus patah-patah, sedangkan kulit di antara alisnya mengerut. Dengan setengah memejam, hanya mengintip lewat celah bulu mata, gadis itu memberanikan diri memanjangkan tangan dan menyentuh kain pelapis terakhir yang membungkus kemaluan Pedro.
Entah apa yang menggerakkannya, ujung jari Manuela membelai bagian pribadi sang Don seperti saat pria itu menyentuh payudaranya. Seolah kendali itu kini berada di tangannya, gadis itu menengadah, menyaksikan sang Don menahan napas, menahan erangan, menikmati sentuhannya.
Merasakan tatapan Manuela mengamatinya, Pedro menunduk, dan tersenyum kalem. Namun, ia tak akan bisa menipu gadis itu dengan gaya tenangnya lagi. Dia tak sekalem itu, pikir Manuela, hal ini memengaruhi siapapun, seks bisa memengaruhi siapapun, bahkan seorang Don.
"Stop," bisik Pedro, mencegah kedua tangan Manuela menarikturunkan celana dalamnya.
"Kenapa? Bukankah aku harus melakukannya?" Manuela tercenung, Pedro mendorongnya terbaring di tempat tidur. "Karena Dalton membayarku mahal, katamu...."
"Nanti," kata Pedro, mencium bibir Manuela. Lambat, ia menghirup aroma pipi gadis itu dan menciuminya juga, kemudian rahangnya. Sang Don mengisap kulit lehernya, dan berbicara di atas tubuhnya, "Dejame hacerlo," biar aku saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desired by The Don
RomansaWarning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas untuk mengurus bisnis gelapnya dengan seorang mitra di New York dan Miami. Pada jamuan makan malam, tuan rumah memberinya hadiah manis yang...