Pedro Silas jelas tidak suka dibohongi, sekecil apapun. Masalahnya, mungkin dia lupa bahwa Manuela tidak terlalu paham dunianya. Seharusnya, kekecewaannya tak terlalu besar, apa arti sebuah nama? Sudah sewajarnya seseorang membuat nama baru untuk pekerjaan-pekerjaan rahasia, dia merasa sudah bertanya, di situ masalahnya. Namun, begitu ia duduk di jok belakang mobil sesudah meninggalkan Manuela yang kebingungan, dia terpekur penuh sesal, gadis itu tidak bersalah. Malam itu adalah malam pertamanya.
"Kembali ke hotel?" tanya Carlos.
Pedro masih berpikir.
"Bagaimana dengan barang bawaan kita di belakang?"
"Kita tunggu sebentar lagi."
Sementara itu, Manuela tak terlalu paham di mana letak kesalahannya. Bukankah Bruce mengatakan dia harus mengganti nama? Sewaktu teringat perubahan pada nada bicara sang Don saat menanyakan namanya, dia paham seharusnya saat itu dia berkata jujur. Namun, dia tak perlu menyusul pria itu, pekerjaan ini lebih penting. Dia tak ingin mengulangi kesalahannya, rasa bencinya pada diri sendiri tak mau hilang setelah tahu Bruce sudah menipunya. Saat-saat bersama Don Pedro memang tidak buruk, tapi kenangan sesudahnya, perasaan terhina yang dialaminya tak mudah pergi, atau dilupakan begitu saja.
"Hey, siapa dia?" Vicky berseru dari ambang pintu ayun belakang. "Apa dia ke sini untuk menawar hargamu?"
Manuela hanya mendengkus malas menanggapinya.
"Berapa sih yang bisa dia bayar dengan dandanan seperti itu? Lima puluh dolar? Aku juga punya!"
"Jaga mulutmu," kecam Manuela. "Dia akan membunuhmu kalau kau tidak hati-hati, harga jaket itu mungkin lebih mahal dari gajimu setahun di sini."
"Orang Mexico sialan, punya uang dari mana mereka? Menjual ganja?"
"Dia bukan orang Mexico," Manuela menggumam gusar, ia melongok lewat jendela toko, tapi tak seorang pun berada di luar, kecuali sebuah mobil hitam mewah berkaca gelap. Gadis itu menajamkan pandangan, kemudian perlahan ia menanggalkan celemek, dan mencampakkannya begitu saja di atas meja.
"Mau ke mana kau?" Vicky menghalangi jalannya keluar dari area kasir.
"Dia orang Kolombia," ucap Manuela dingin. "Minggir dari hadapanku, atau—"
"Atau apa? Kau mau menyuruh teman Kolombiamu itu menembakku?" ejek Vicky, tapi belum sempat tertawa seperti biasa jika ia menghina Manuela, pria gemuk pendek itu terhuyung ke belakang gara-gara dadanya didorong cukup keras. Tubuhnya menimpa rak permen karet dan menjatuhkannya hingga bertebaran ke mana-mana.
Manuela meninjunya, lantas buru-buru melangkahi tubuh gemuknya yang menghalangi jalan itu sebelum bisa bangkit kembali.
"Nyalakan mesin," Don Pedro menyentuh bahu Carlos ketika dilihatnya Manuela—atau Selena—mendorong pintu convenience store dan berlari ke arahnya. Malang nasib gadis itu, saat ia berusaha mengetuk kaca jendela, mobil justru berjalan, dan entah bagaimana tubuhnya tergelincir jatuh, menghilang dari jendela. "Nyalakan saja mesinnya, el tonto, goblok, jangan dijalankan!" bentak Don Pedro marah.
"Lo siento, Senor."
Pedro melompat keluar mendapati Manuela jatuh duduk di atas rerumputan.
"Aku bisa jelaskan," kata gadis itu, menahan sakit tak seberapa karena lututnya terantuk bebatuan. "Bruce bilang aku harus mengganti namaku supaya sesuai seleramu, aku tidak tahu kamu bermaksud mengetahui nama asliku. Namaku Selena, Senor, aku minta maaf, tapi aku tidak bermaksud menipu. Kau sudah begitu baik."
Geriap marah di wajah Pedro menguap lenyap, sambil menjatuhkan bahu dan mengembuskan napas lega, ia meneliti sekilas kondisi Manuela. Pria itu berjongkok di sampingnya, mencubit dagunya, "Untung sekali kau cantik," gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desired by The Don
RomanceWarning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas untuk mengurus bisnis gelapnya dengan seorang mitra di New York dan Miami. Pada jamuan makan malam, tuan rumah memberinya hadiah manis yang...