La Grandaze de Colombia (23)

69.7K 2.8K 30
                                    


Daripada seksi, Manuela manis, dan karena itulah sang Don menyukainya. Gadis mungil dan manis yang bisa bertingkah seksi adalah paket yang akan dibayarnya berapapun. Selain itu, gadis itu mudah sekali belajar. Dalam beberapa malam, dari yang tak tahu apa-apa, gadis itu mulai bisa memuaskannya tanpa arahan, gadis yang memiliki inisiatif adalah gadis impian. Dibalut gaun dan perhiasan mahal, Manuela menjelma menjadi putri anggun nan berkelas namun mampu menggoyang ranjangnya pada saat-saat ia dibutuhkan. Ia bukan lagi seorang gadis yang melonjak dan menolak setiap kesempatan dengan dalih moralitas, ia mulai bisa memahami bagaimana dunia bekerja. Sang Don senang Manuela mulai bisa menempatkan dirinya.

Malam ini, ia mendesirkan darah sang Don dengan mengenakan salah satu gaun rancangan Diego Herera. Gaun itu mungil, minimalis, seolah dirancang menyesuaikan image dan postur tubuhnya. Gaun berwarna emas-gemerlap-berkilauan, berpotongan dada rendah dan berakhir di setengah pahanya. Benang-benang emas bahan busana itu seperti lapisan air yang berwarna, meliuk-liuk mengikuti gerakan pemakainya. Begitu menggoda penglihatan siapapun yang menyaksikannya. Manuela berputar di hadapan sang Don yang duduk di kursi kerjanya, hampir membuatnya tak kuasa untuk tidak merengkuh dan 'menghabiskannya' sekali lagi di pangkuan.

"Kita belum pernah melakukannya sambil duduk," kata sang Don dengan tatapan terpesona, bukannya memuji penampilan Manuela yang hampir mencabut nyawanya.

"Sudah, di sofa."

"Lain," kata sang Don, mengulurkan tangan dan disambut oleh jemari mungil Manuela. Gadis itu duduk di pangkuannya. "Kau ingat? Kau duduk di pangkuanku dan ketakutan saat pertama kali kita bertemu?"

"Itu baru saja berlalu," jawab Manuela.

"Ya, betapa ajaibnya beberapa hari terakhir ini, bukan?" bisik Don Pedro di telinga gadisnya. "Aku tergila-gila padamu," geramnya gemas, lalu menggigit samar bahu Manuela yang terpapar. "Kau yakin mau makan malam di luar? Atau kau ingin aku memakanmu di sini?"

"Ini gaun yang sangat mahal, Don Pedro."

"Memang."

"Sayang sekali kalau dia hanya tinggal di rumah."

Sang Don menggertakkan rahang, semakin gemas dengan cara Manuela berbicara. Pria itu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, membuat Manuela menahan tawa.

"Oke," katanya, menepuk dan meremas paha Manuela di pangkuannya. "Kalau begitu ayo kita pergi, masih ada hari esok, aku akan tetap hidup sampai kau pulang."

Namun, Manuela sekonyong-konyong justru terdiam, tidak lagi tertawa bersama sang Don. Itu hanya gurauan, tapi setelah melihat bercak darah, serta berita di televisi, rasanya tak mungkin ada wanita yang tak gundah hatinya mendengar lelucon seperti itu.

"Jangan katakan itu lagi," ucap Manuela berani, dibungkamnya bibir sang Don dengan jemarinya. "Aku tak tahu apa yang kaulakukan di luar sana, tapi tetaplah hidup. Jangan pernah gunakan hal-hal seperti itu sebagai gurauan... kumohon...."

Sang Don tertegun, dikecupnya jemari Manuela yang menutup mulutnya, kemudian dengan lembut disingkirkannya, "Lo siento, Mi amor ...."

Untuk hal-hal kecil semacam itu, sang Don sangat menyayangi Manuela. Beberapa hari di Miami, dia sudah pulang membawa dua buah kalung mahal untuk gadis manisnya, serta rela memindahtangankan sebuah hadiah jam tangan berlapis emas dari salah satu mitra untuk dihibahkan kepada Rodrigo. Kali ini, ia mempertimbangkan memberinya hadiah ketiga berupa sepasang anting dengan batu mulia merah delima yang semula hanya akan disewanya untuk dikenakan Manuela di pesta Santiago. Sangat mahal, tapi sepadan dengan yang didapatnya dari si gadis.

Sepanjang perjalanan di mobil, pria itu tak hentinya memanjakan Manuela dengan ciuman dan sentuhan. Ia tak pernah tahu bahwa kadang hanya itu yang dibutuhkan seorang gadis untuk jatuh cinta kepada seorang pria.

Desired by The DonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang