Hari Senin, hari di mana dimulainya aktivitas dalam sepekan ke depan.
Kemarin, Deon memberitahu Refa lewat line bahwa ia akan menjemput Refa untuk berangkat bersama. Karena itu, Refa bangun sangat pagi, dan setelah siap ia segera menunggu Deon di ruang tamu.
Kring kring.
Refa bergegas ke luar rumah dan mendapati Deon dengan sepedanya.
“Ayo, Ref!” ajak Deon.
“Ntar, Kak. Aku pamit ke mamah-papah dulu,” tukas Refa.
Setelah mendapat anggukan dari Deon, Refa kembali ke dalam rumah mencari kedua orang tuanya. Kedua sosok penting yang selalu menemani dan menasihatinya dalam segala hal, orang—yang Refa anggap malaikat—yang paling mengerti segala hal tentangnya.
Tak lama kemudian, Refa menemukan kedua sosok itu.
“Mah, Pah, Refa berangkat dulu, ya.” Refa mencium tangan keduanya.
“Loh, kok, pagi banget, sih?” tanya Mona heran.
“Iya, Ma, ada tugas OSIS. Refa berangkat dulu, ya?” Refa langsung berlari kecil.
Tapi, ucapan Mona menahan langkahnya, “Eh, Ref! Roti bakarnya dibekel aja, ya?”
Refa kembali menghampiri Mona. “Waaahhh … enak, nih! Loh, kok dua, sih, bekelnya? Satu aja.”
Refa mengembalikan satunya lagi.
“Loh, yang jemput kamu siapa? Kasih juga dong, kasihan,” ucap Haris.
“Oh, Kak Deon … Ok! Dah, Mama, Papa.”
Kali ini Refa benar-benar keluar rumah lalu menghampiri Deon yang setia menunggunya di sepeda.
“Ayo, Kak!”
Refa naik di boncengan sepeda Deon. Sepeda pun melintas dengan cepat.
***
“Nih, Kak … bekal dari mamaku!”
Refa menyodorkan bekal kepada Deon yang sedang mengunci sepedanya.
“Wah, tau aja aku belum sarapan …” Deon menerima bekal dari Refa.
Refa hanya tersenyum. “Mau sarapan dulu atau langsung ke ruang OSIS?” tanya Refa.
“Sarapan dulu aja, kita ke kantin biasa …” ajak Deon.
“Oke. Eh, Kak, aku simpen kantong dulu, ya. Kak Deon duluan aja,” ucap Refa.
“Gak akan dianterin, nih?” tawar Deon yang dibalas gelengan kepala Refa.
“Gak usah, Kak, lagian juga deket.”
Deon tersenyum.
“Ok, aku duluan, ya,” ucap Deon.
Refa mengangguk lalu berjalan menuju kelasnya.
Refa orang pertama yang datang ke kelasnya, namun tak lama kemudian datang Farel.
Refa tak memedulikan kedatangan Farel, seolah tak ada yang datang.
Saat mereka berpapasan di ambang pintu, Farel menahan tangan Refa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farel dan Refa
RandomMerangkai mimpi dalam kehidupan memang sudah seharusnya kita lakukan. Walau dalam setiap langkah menggapai mimpi itu sendiri, tak selamanya berjalan sesuai keinginan. Banyak momen yang tak pernah kita bayangkan dan tak pernah kita sangka menghampiri...