Hari-hari dilalui begitu cepat. Keadaan antara Farel dan Refa kembali seperti biasanya. Kebencian yang mulai Refa tanam sebelumnya, sedikit demi sedikit kembali terkikis.
Namun, ada saja hal kecil yang cukup menyesakkan.“Rel.” Refa menoleh ke arah Farel dengan wajah serius.
“Hmm?” Farel pun menoleh dengan tatapan mautnya.
Seketika Refa berteriak dalam hati, “Oh, My God! Gantengnya!”
Refa kembali salah tingkah, lalu menelan salivanya.
“Apa, Ref?” Farel kembali bertanya.
“Kamu sama Astri … langgeng?” tanya Refa.
“Ya, Alhamdulillah … sejauh ini baik-baik aja. Dia makin lucu, tau …. Oh, iya! Besok, kan, dua bulannya hubungan aku sama Astri,” ujar Farel bersemangat.
“Oh, ya?” Refa berusaha terlihat tenang meskipun hati dan logikanya terus bertengkar.
“Kamu mau ngasih apa?” lanjut Refa, seolah-olah peduli kepada hubungan yang menjadikannya hanya sebatas nyamuk.
“Gatau, hehe ….” Muka idiotnya Farel muncul lagi dengan kata hehe-nya.
“Issh ….” Refa kembali membaca buku novelnya.
“Bentar, Ref …. Kok kamu tiba-tiba nanyain Astri? Tumben ….” selidik Farel.
Refa bergumam dalam hatinya, “Masalah gini aja, Farel peka. Perasaan aku? Hah ….”
“Gak boleh, ya, nanya? Serba salah ih …. Nanyain baik-baik salah, ngomongin yang enggak-enggak, kamu marah, maunya apa, sih?” ujar Refa tak terima.
Saat mengucapkan itu, Refa sedikit melotot, walaupun sebenarnya ia tak bisa melotot karena mata sipitnya. Ditambah lagi dengan bibir yang mengerucut kesal membuat Farel gemas dan mencubit pipi chubby Refa.
“Hihi, kamu lucu, deh, Ref. Emosian mulu. Gemes tau ….”
“Hih …. Sakit, tau.” Refa mengelus pipinya kesal.
“Hehe, maafin. Sini aku tiupin.” Lantas, Farel pun meniupinya.
Zona baper Refa, nih.
Tanpa sadar, Refa tersenyum saat melihat Farel masih terus sibuk meniupi pipinya.
“Berharap terus atau berhenti?” gumam Refa.
“Pipi kamu, kok, merah? Sakit?”
Sudah kedua kalinya Refa tertangkap basah karena pipinya yang memerah oleh dua laki-laki ganteng.
“Emm …. Sakit, loh, ini. Makanya jangan dicubit.” Untung Refa memiliki otak cerdas sehingga bisa ngeles.
“Iya, maaf,” ucap Farel diakhiri dengan satu kali elusan di pipi Refa yang membuat ribuan kupu-kupu terbang di perut Refa. Setelah itu, Farel kembali menggambar sesuatu di kertas gambar.
Yah, pelajaran pertama hari ini memang sedang jam kosong. So, mereka bebas mau melakukan apa.
Refa memperhatikan Farel. Ia memandang lembut Farel yang fokus menggambar. Tangan Farel bergantian mengambil pensil, penghapus, pensil warna, spidol, dan alat gambar lainnya.
“Emang kamu bisa ngegambar? Ahaha … ada-ada aja, sih, Rel,” gumam Refa saat sibuk memperhatikan Farel.
“Ini harusnya di tengah. Hah, salah! Eh, enggak, bagus di sini.” Farel yang diperhatikan Refa justru sibuk mengoceh sendiri menilai gambarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farel dan Refa
RandomMerangkai mimpi dalam kehidupan memang sudah seharusnya kita lakukan. Walau dalam setiap langkah menggapai mimpi itu sendiri, tak selamanya berjalan sesuai keinginan. Banyak momen yang tak pernah kita bayangkan dan tak pernah kita sangka menghampiri...