Secret 2

495 25 9
                                    

Setelah dirasa cukup jalan-jalannya untuk hari ini, Refa kembali ke penginapan dan merebahkan badannya di kasur yang empuk.

Refa mencoba untuk beristirahat dengan memejamkan matanya. Tapi, tubuhnya belum cukup lelah untuk tertidur. Lalu, ia bangkit dan menghampiri tas laptopnya.

Saat membuka laptop, di atas keyboard-nya, terdapat sebuah kaset. Refa mengangkat kaset itu kemudian memutar-mutarnya, mencoba mengingat-ingat kaset apa itu.

“Ah, iya! Ini kaset hasil rekamanku sama Farel waktu karaokean!” seru Refa saat otaknya mampu mengingat.

“Aku tonton aja … gitu, ya? Kayaknya seru juga,” ujar Refa kemudian.

Dengan semangat, Refa mencari posisi senyaman mungkin di kasurnya. Berbaring dengan kepala yang disangga bantal juga dari ujung kakinya sampai bawah ketiak ditutupinya dengan selimut. Laptopnya diposisikan di atas perutnya yang dilapisi dobel antara selimut dan bantal tipis.

Sembari menyalakan laptop, Refa berpikir, “Pasti … kenangan berharga ini mampu membuatku sedikit lelah sehingga memudahkanku untuk tertidur dan mengobati rinduku yang menggebu pada Farel pula, tentunya.”

Setelah laptop menyala, dengan cepat Refa memutar kaset rekaman karaoke mereka.

Hanya layar hitam yang ditampilkannya selama 10 detik. Refa menunggunya dengan sabar. Refa memejamkan mata sekitar 4 detik, berusaha untuk tenang. Lalu, membukanya kembali secara perlahan.

Farel.

Detik ke-16 video itu menampakkan sosok Farel yang tengah terduduk di kasur yang sama ketika Farel membuat video pertamanya saat itu. Refa membekap mulutnya, menahan isakan yang menjadi-jadi. Air matanya mengalir tanpa ampun.

Dalam video itu, Farel tersenyum sembari menatap lurus tepat ke kornea mata Refa, walau tidak secara langsung. Senyuman tampannya yang selalu Refa rindukan kini ia tunjukkan tanpa beban.

“Hai, Ref. Apa kabar?” Farel menampakkan keceriaan di wajahnya.

Refa yang merasa susah payah menahan gejolak kepedihan yang menyesakkan bahkan hingga ke tenggorokan, menjawabnya dengan pelan, ”Aku kurang baik, Rel ….” Refa menangis sembari menatap Farel di dalam video.

Aku harap, kamu baik-baik aja, ya. Eh, ngomong-ngomong … ini kaset kedua yang aku kasih ke kamu, ya? Ahaha … dan untungnya kali ini aku yang kasihin langsung ke kamu, gak lewat Kak Fara lagi, hehehe. Maaf karena bohongin kamu dengan bilang kaset ini adalah hasil rekaman karaoke kita, ehehe.

Farel menarik napasnya kuat-kuat dan mengembuskannya perlahan.

Sudahkah kamu di Jepang, Ref? Pasti seneng, dong … sebab hal itu yang menjadi impian utama kamu. Maaf karena nggak bisa nemenin kamu ke sana, gak tepatin janji aku. Aku cuma bisa nemenin kamu lewat video.

Refa mengangguk-anggukkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa keadaan ini bisa ditolerir, walau rasanya sangatlah berat.

Aku jadi inget waktu kita belajar bareng di rumahmu. Tante Mona waktu itu bawain jus sama cemilan. Waktu aku kenalin diri, Tante Mona kayak keinget sesuatu dan bilang kayak gini ….”

~Flashback On~

Farel mencium tangan Mona.

Mona memandanginya sebentar.

“Oh, ini yang namanya Farel …. Refa sering, loh, cerita—” Ucapan Mona terpotong karena Refa sibuk melotot padanya.

Ssttt, Ma,” ucap Refa dengan suara yang sangat pelan.

Farel dan RefaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang