Hari ini, SMP 1 merayakan ulang tahun ke-52. Dengan bantuan anak-anak OSIS, acaranya pun berlangsung tanpa kendala.
Berbagai acara yang diisi diantaranya, ekskul-ekskul yang memamerkan keahlian masing-masing, pembagian doorprize, juga acara lainnya yang tak kalah serunya.
Waktu berjalan begitu cepat, sampai tak terasa acara hampir selesai.
“Wah, akhirnya acara berjalan sesuai perencanaan, ya, teman-teman …. Terima kasih atas segala partisipasinya. Sebagai ucapan terima kasih, nanti selesai acara … kita makan-makan … GRATIS!!!” seru Deon dengan teriakan semangat.
“Huwaaa … mantap! Nggak sia-sia kita capek ….”
“Asiikk …!”
“ALHAMDULILLAH!!!” teriak salah seorang anggota OSIS lainnya yang mengundang tawa menciptakan kehangatan.
Refa hanya tersenyum dan terkadang mengangguk-anggukkan kepalanya saat seseorang berbicara kepadanya.
Matanya terfokus pada seseorang yang tengah berbicara di depan mereka. Ia kadang tersenyum melihat setiap perkataan ataupun gerak-geriknya.
Tak lama dari situ, Deon pun menghampiri Refa.
“Alhamdulillah … acaranya berjalan lancar, ya, Ref.” Deon duduk di samping Refa.
“Iya, Kak. Alhamdulillah ….” Refa memandang Deon yang wajahnya sedikit berkeringat.
Entah mengapa hati Refa sedikit berdesir karena berada di samping Deon.
“Aduh … kenapa deg-degan?” tanya Refa pada dirinya sendiri dalam hati.
Refa menggeleng-gelengkan kepalanya yang terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan akan perasaannya.
Deon pun menatap Refa. Refa gelagapan karena sedari tadi ia memandang Deon terkagum-kagum.
“Kenapa, Ref?” Dengan tenangnya Deon bertanya kepada Refa yang sedang gelagapan.
“Eoh? Ng–nggak, Kak.” Refa menelusupkan rambutnya ke belakang telinga sembari mengalihkan pandangannya ke depan.
“Tapi, kok, kayak yang gugup?” Deon menatap jahil ke arah Refa.
“Apa, sih, Kak?” Refa terus menatap ke arah depan.
Tiba-tiba pipi Refa sedikit memerah. Refa dapat merasakan kehangatan yang terdapat di area pipinya.
“Waduh, gawat ….” Refa ketakutan sendiri saat itu.
“Terus, kenapa tuh pipi merah?” tanya Deon santai.
Deon mengetahui keadaan pipi Refa, meskipun Refa menutupinya dengan kedua telapak tangannya.
Refa memikirkan jawaban yang tepat. Kini otaknya bertengkar dengan hatinya. Ia sangat kebingungan.
“Deon!” Meskipun hanya Deon yang dipanggil, Refa pun ikut menoleh. Yaa … refleks!
Ternyata suara Pak Kepsek yang memanggil. Dia melambaikan tangannya.
“Refa, aku ke sana dulu, ya.” Deon beranjak dari duduknya.
Hah, betapa sigapnya Deon, selalu sigap memenuhi panggilan dan perintah. Idaman ….
“Hmm.” Refa menganggukkan kepalanya.
Hoh! Refa selamat dari pertanyaan yang begitu membingungkan otaknya.
Terima kasih Pak Kepsek!Tiba-tiba, Refa berniat menuju kelas, sekadar mengecek keadaannya. Tetapi setelah sampai, kelas begitu ramai, lebih tepatnya ricuh.
“Ada apa? Pertengkaran kah?” terka Refa dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farel dan Refa
RandomMerangkai mimpi dalam kehidupan memang sudah seharusnya kita lakukan. Walau dalam setiap langkah menggapai mimpi itu sendiri, tak selamanya berjalan sesuai keinginan. Banyak momen yang tak pernah kita bayangkan dan tak pernah kita sangka menghampiri...