Perpisahan

278 13 14
                                    

Setelah turun dari bus, sembari menggendong tas gitar, Refa terus menyusuri jalanan menuju Padang Ilalang Tanomine, yang tak lain dan tak bukan untuk membantu mengabulkan impian Farel.

Setelah turun dari bus, sembari menggendong tas gitar, Refa terus menyusuri jalanan menuju Padang Ilalang Tanomine, yang tak lain dan tak bukan untuk membantu mengabulkan impian Farel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dipilihnya bukit yang paling pas untuknya menetap sementara sembari mengenang Farel dengan perasaan yang sebaik-baiknya.

Butuh waktu sekitar tiga hari sampai Refa memantapkan diri bahwa dirinya dalam kondisi sebaik-baiknya dengan mengenyahkan segala rasa sedih yang terus saja menggelayutinya.

Hamparan ilalang yang tengah ia lewati, dengan lembut menyentuh sampai lengannya. Tingginya yang memang hampir satu meter membuat Refa sedikit geli. Ia menikmati suasana padang ilalang ini. Sampai satu bukit menarik perhatian Refa.

Saat ini jam menunjukkan pukul 16.45 waktu setempat. Refa mengembuskan napasnya sembari melepaskan tas gitar dan membaringkannya tepat di samping kanannya.

Refa duduk sembari memeluk lututnya, memandangi indahnya hamparan ilalang berwarna keemasan karena sinar matahari senja yang menerpanya.

“Lihat, Rel … indah, bukan?” ujar Refa, seakan berbicara dengan seseorang.

Walau tak mendapatkan jawaban, Refa tersenyum dan berbaring menatap lembayung senja di atas sana. Farel mungkin sudah tenang di sana, jadi tak ada lagi alasan bagi Refa untuk terus menangisi kepergiannya. Mungkin, ini memang takdir terbaik yang Tuhan berikan padanya juga Farel.

Refa memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang berembus tenang. Dingin dan hangat ia rasakan bersamaan.

Setelah dirasa cukup tenang, Refa bangkit perlahan dan duduk bertekuk. Ia kemudian membuka tas gitar. Sebelum mengambil gitar, Refa terlebih dulu memakai gelang couple biru milik Farel di pergelangan tangan kirinya, sehingga berimpitan dengan gelang miliknya. Lalu, ia membawa gitar ke dalam pangkuannya. Gitar putih pemberian Deon yang begitu ia sayangi, kini tengah didekapnya.

Saatnya bagi Refa memainkan lagu yang ditantang Farel dalam video yang sebelumnya telah ia putar saat di penginapan. Ia mempraktikkan trik cepat yang diajarkan Farel. Waktu tiga hari kemarin, selain dimanfaatkannya untuk menenangkan diri, ia juga memakainya untuk berlatih memainkan lagu ini.

“Aku mulai, ya, Rel ….”

~I close my eyes and I can see
The world that's waiting up for me
That I call my own
Through the dark, through the door
Through where no one's been before
But it feels like home

They can say, they can say it all sounds crazy
They can say, they can say I've lost my mind
I don't care, I don't care, so call me crazy
We can live in a world that we design~

~Flashback On~

“Refa, bawa buku yang aku suruh, kan?” tanya Farel setelah menyantap wafer yang ia celup ke dalam cappuccino.

Farel dan RefaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang