Hari Senin. Identik dengan bangun pagi dan upacara bendera. Jam dinding yang berwarna cokelat tua itu sudah menunjukkan pukul 08.20.
"Del bangun ntar telat loh" Ujar lelaki yang berada didekat Adela. Adela yang masih ingin berlama-lama dengan alam mimpinya akhirnya memilih mengacuhkan kakaknya, Alfarrel.
Dalam urusan bangun pagi, Adela adalah orang yang paling susah dibangunkan.
"Kak gue aja yang bangunin" Bisik lelaki yang berseragam SMA Garuda. Ia berdiri di ambang pintu kamar Adela. Farrel mengangguk, ia langsung keluar kamar Adela.
Lelaki itu mendekati tempat tidur Adela dan memilih duduk di kursi dekat tempat tidur Adela.
"Adelong. Bangun. Gue ga tanggung kalo lo telat" Suara itu membuat Adela terbelak. Adela langsung membalik badan dan mendapati orang yang tidak ingin ditemuinya hari ini.
Alvito.
"Gue tau gue ganteng. Ngeliatinnya b aja dong.. udah cepet mandi. Iler lo nempel noh" Sahut Alvito sambil menahan tawa melihat bercak putih di pipi Adela.
"KURANG AJAR!"
**
Adela turun dari lantai 2 dengan berantakan. Rambut acak-acakan, kancing baju atas belum dikaitkan, resleting tas belum ditutup, dan dasi belum dipasang.
"Del cepetan ih. Alvito udah nunggu dari jam 6 lho" Adela mengacuhkan Bundanya. Sementara ia sibuk mencari kunci mobilnya.
"Bunda, Kunci mobil Adela mana?" Tanya Adela yang sudah menyerah mencari kunci mobilnya.
"Lha kan mobilnya dipinjem sama abang.." Tukas Bunda Adela yang sedang mengoleskan selai stoberi di roti tawarnya. Adela menepuk dahinya. Ia lupa.
"Udah sama gue aja. Bunda, Alvito izin ke sekolah dulu ya" Alvito mencium punggung tangan Bunda Adela. Bunda Adela mengelus rambut Alvito yang lebat. Mendoakannya.
Tunggu. Sejak kapan Alvito berani memanggil bunda Adela dengan sebutan 'Bunda'?
"Hati-hati ya" Adela mengangguk. Alvito menarik tangan Adela lalu berlari ke luar rumah bernomor 45 itu.
**
Celaka. Pagar sekolah sudah tertutup rapat. Ini mimpi buruk untuk Adela. Ia tidak pernah dihukum dihari senin. Apalagi bersama Alvito Hanan Candrakanta. Ini mimpi buruk yang paling buruk untuk Adela.
"Ih Alvito! Telat kan! Mana upacaranya mau selesai lagi! Gimana nih?" Alvito hanya bersiul sambil mendengarkan keluhan Adela.
"mau gimana lagi?" Tanya Alvito seadanya. Ingin sekali Adela menampar Alvito saat ini. Tetapi karena kondisinya seperti ini, Adela mengurungkan niatnya.
"Lo mau kemana?" Tanya Adela yang melihat Alvito berjalan. Kali ini Adela ingin sekali meninju lengan Alvito.
"Mau ikut gak?" Tawar Alvito. Ia tetap melanjutkan langkahnya. Adela mengangguk, lalu mengejar Alvito.
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya Alvito & Adela bisa bergabung ke dalam kerumunan orang yang sedang berdiri, mendengarkan pidato oleh Kepala Sekolah.
"Alvito" Bisik Adela. Alvito menoleh kepada Adela sebelum ia pergi. Wajah Adela pucat. Ingin rasanya Alvito tertawa.
"Gue lupa bawa topi"
"Oh"
Ternyata Adela salah mengode kepada Alvito. Ternyata Alvito mempunyai kepekaan yang rendah. Adela mendengus kesal lalu membalikkan badan.
Tak lama kemudian, sebuah topi kebesaran menutupi kepalanya. Adela berbalik, mendapati Alvito yang sedang tersenyum melihat Adela memakai topinya yang kebesaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Feeling
Teen FictionRuang Kosong. Selalu ada ruang kosong. Hanya untukmu. Kadang aku ragu membukakan pintu hati untukmu. Maafkan aku yang selalu mengutamakan keegoisanku. Sekarang ruang itu kosong. tanpamu. Kembalilah.