Lelaki itu memasangkan Adela helm. Ia naik ke motornya lalu menyalakannya. Tanpa disuruh, Adela langsung menaiki motor itu.
Disepanjang jalan, Adela hanya diam. Ia membiarkan airmatanya jatuh. Harusnya ia tidak percaya Alvito. kenapa harus sesakit ini?
Lelaki itu menghentikan motornya di sebuah tempat yang Adela tidak tahu dimana. Lelaki itu membuka helmnya lalu membukakan helm milik Adela.
Lelaki itu berjalan ke arah pinggir jembatan. Disana, Senja terlihat indah bagi mata memandang. Angin bersemilir pelan, membuat rambut Adela sedikit berantakan.
"Thanks" Lelaki itu diam. Menikmati senja. Ia selalu senang dengan tempat ini. Selalu menikmati senja disini walaupun sudah beribu kali.
"Gue Alvaro" Lelaki itu merapikan rambutnya. Adela hanya mengangguk pelan.
"Adela" Adela menatap Alvaro. Alvaro hanya diam lalu tersenyum kecil. Alvaro menghela nafas panjang. Angin berhembus semakin kencang. Alvaro melepaskan jaketnya lalu menghampirkannya di bahu Adela.
"Disini dingin."
Adela mengerutkan dahi. Menatap Alvaro. Alvaro memang sedikit susah mengungkapkan perasaannya. Apalagi dengan orang baru.
"mau... Bakmie?" Adela tertawa lalu meng-iyakan tawaran Alvaro. Mereka berdua berjalan ke kedai bakmie yang tidak jauh dari jembatan tadi.
"Tadi itu Talitha ya?" Tanya Adela pelan. Mulutnya gatal menanyakan itu. Alvaro hanya mengangguk.
"Cuma temen lama. Talitha pindah ke Singapura" Adela hanya ber-oh panjang.
"Enak nggak sih bakmie disini?" Tanya Adela mengalihkan pokok bahasan. Ia tidak mau mellow terus hanya karena 'gadis memeluk pacarnya'
Tetapi Alvaro tidak sebodoh Alvito. Alvaro masih melihat seberkas kesedihan dari wajah Adela. Adela memang pandai menyembunyikan perasaannya. Tetapi, mata bisa bicara. Dan Alvaro memahaminya.
"Enak aja asal lo nggak liat asal pembuatannya" Adela mengerutkan dahinya. Tidak mengerti perkataan Alvaro. Adela menengok ke belakang, tetapi Alvaro mengarahkan wajah Adela agar tidak melihat ke belakang.
"Dibilangin jangan diliat"
Akhirnya 2 bakmie dan 2 es teh datang. Alvaro mengaduk bakmienya. Setelah tercampur, Alvaro mulai memakannya. Alvaro benar, Bakmie ini enak.
Adela memakannya dengan lahap. Alvaro hanya menggelengkan kepalanya melihat Adela makan.
Akhirnya mereka berdua selesai makan. Adela meneguk es tehnya lalu membuka instagram. Story Alvito paling pertama.
Jemari Adela refleks langsung menekan Story Alvito. Adela mulai merasa sesak. Sekejap, Atmosfer hilang. Video itu menampilkan Alvito yang sedang tertawa dengan gadis itu.
Di ujung, Adela melihat tag orang bernama @Talithalutf. Adela langsung melihat profilnya.
Di private lagi.
Adela melirik Alvaro yang sedang menyeruput es tehnya lalu tersenyum licik.
"Varo"
"Hm"
"gue.. takut"
Alvaro menatap Adela lamat. Sekali lagi, Alvaro tidak sebodoh Alvito. Ia merasa ada yang janggal dari Adela.
"Gue takut kalo misalnya Alvito pergi. Gue nggak punya siapa siapa."
Alvaro diam. Menghela nafas panjang. Jangan tanya Alvaro soal masalah ini. Karena, Alvaro belum pernah merasakan jatuh cinta.
"Alvito gak bakal gitu. Gue mau bayar, lo ikut?" Adela mengangguk. Berdiri lalu mengikuti langkah Alvaro ke kasir.
Sebenarnya, Adela ikut Alvaro hanya ingin melihat cara pembuatan bakmienya. Berhubung meja kasir berdekatan dengan dapur.
Adela menatap seorang pegawai yang sedang menggaruk ketiaknya lalu pegawai itu kembali mengolah mie yang disediakan.
"itu.. bakmienya.." Kata Adela yang mengikuti langkah Alvaro keluar. Tetapi, Bakmienya sangat enak. Mungkin itulah resep rahasianya.
"itu namanya resep rahasia" Alvaro tersenyum lalu menyodorkan helm yang Adela pakai. Adela masih diam seribu kata. Tidak percaya apa yang dilihatnya.
Alvaro mengeluarkan motornya dari parkiran. Lalu tukang parkir mendatanginya. Dengan berat hati Alvaro merogoh saku lalu memberikan uang dua ribu kepadanya. Tukang parkir itu tersenyum lalu kembali ke tempat duduknya.
"Apa coba maksudnya itu" Adela hanya berusaha menahan tawa melihat kejadian itu. Alvaro menyalakan mesin motornya.
"Ketawa aja terus ntar gue tinggal baru tau"
Adela tersenyum lalu menaiku motor Alvaro yang berwarna hitam legam.
Motor Alvaro melaju meninggalkan tempat yang menjadi sumber kehangatan bagi Alvaro. Tempat itu bagai rumah bagi Alvaro.
**
*W lebay?iyeh.*
*w baper?iyeh.*
Alvaro memasuki rumah yang berwarna putih itu. Memang megah & luas. Tetapi, rumah itu seperti penjara bagi Alvaro.
Alvaro menaiki tangga lalu berbelok ke arah kamarnya dan melewati kamar Alvito. Saat melihat pintu kamar Alvito, Alvaro teringat tentang Adela.
BRAKK!!
Pintu kamar Alvito di di dobrak oleh Alvaro. Alvito yang sedang menelpon Talitha akhirnya terdiam.
"Matikan telponnya" Perintah Alvaro. Alvito mengerutkan dahi. Alvito mematikan sambungan teleponnya.
"Kenapa?"
"Masi nanya kenapa? Cewek lo urusin! Jangan bisanya bikin nangis doang!" Alvito menoleh kearah Alvaro. Ia akhirnya turun dari tempat tidurnya.
"Gak usah sok tau kalo nggak tau"Sahut Alvito sambil mendekati Alvaro. Alvaro menatap Alvito tajam. Sedingin-dinginnya Alvaro, ia masih punya hati.
"Oh iya gue nggak tau. Gue cuman taunya pacar lo nangis cuma gara-gara lo dipeluk Talitha."Bisik Alvaro. Ia mengeraskan rahangnya.
"Lo emang cowok bangsat gue kenal vit." tambah Alvaro lagi. Alvito mengepalkan tangannya.
"Cuma bisa bikin nangis anak orang. Ternyata gini Alvito yang selalu dibanggain mama. Gak nyangka gue.."
"Urus hidup lo sendiri sana. Ga usah ngurusin orang lain" Tandas Alvito.
"Lo bakal nyesel udah perlakuin dia kayak gitu"Alvaro melangkah pergi meninggalkan kamar Alvito. Sementara Alvito berjalan ke balkon kamarnya.
Ia mengacak rambutnya. Ia tidak percaya Adela menangis. Di kepalanya, terus tergiang perkataan Alvaro. Apakah ia berubah akhir akhir ini?
**
Q&A nya dijawab pas chapter 25 thanks !
KAMU SEDANG MEMBACA
This Feeling
Teen FictionRuang Kosong. Selalu ada ruang kosong. Hanya untukmu. Kadang aku ragu membukakan pintu hati untukmu. Maafkan aku yang selalu mengutamakan keegoisanku. Sekarang ruang itu kosong. tanpamu. Kembalilah.