Sekarang, Alvito sempurna menghilang dari kehidupan Adela. Tidak ada lagi yang membuat Adela kesal setengah hati, tidak ada lagi yang ngereceh disaat serius.
Rindu? Sangat.
Hari-hari Adela hanya diisi dengan kedua sahabatnya dan Alvaro. Itu saja. Tidak lebih.
Sekarang Adela sudah kelas 12. Dimana ia harus sibuk belajar untuk menghadapi Ujian Nasional yang ditunggu-tunggu.
Dan Adela sendiri juga sudah mengurangi waktunya untuk membantu di taman belajar. Karena memang ia harus menyiapkan diri untuk Ujian Nasional. Disamping itu, dia tidak mau terjebak di dalam kenangannya bersama Alvito.
Sekarang, Adela dan kedua temannya sedang berada di kantin. Menunggu makanan datang.
"Del jalan yok... Gue bosen belajar mulu" Ajak Bila sambil mengaduk jus mangganya. Adela terlihat berpikir sebentar, lalu menggeleng.
"Minggu depan Try Out loh.." Kedua teman Adela hanya menggeleng sambil menghela nafas panjang. Sejak tidak ada Alvito, Adela jadi 'maniak-belajar'.
Sebenarnya, Adela juga sumpek belajar terus-terusan. Ia ingin menyibukkan diri. Membunuh semua perasaannya yang tumbuh karena lelaki berlesung itu.
Sulitkah move on dari Alvito? Bagi Adela, tentu.
Dia yang pertama bagi Adela.
Dia sempurna bagi Adela.
Dan Adela juga gadis biasa yang menyimpan perasaannya terlalu dalam untuk Alvito. Sampai tidak melihat yang ada disekelilingnya.
**
Kini langit menunjukkan kerlap kerlip cahayanya. Semilir angin membawa daun-daun kering ke mana ia pergi. Suhu udara semakin dingin, sampai menusuk tulang.
Adela menatap langit dengan tatapan kosong. Semua pikirannya menguap ke udara. Menyisakan gadis yang sedang menatap angkasa.
Tiba-tiba, air mata yang ditahannya selama ini luruh. Semua yang dipendamnya akhirnya terlepas lewat tangisan tanpa suara itu.
Hari semakin dingin, Adela tidak sedikitpun beranjak pergi dari tempatnya. Tangisnya juga tidak kunjung reda. Biarlah langit yang tahu dia menangis malam ini.
"Why you leave me like that?"Bisik Adela disela-sela tangisnya.
Lo tau nggak semua penderitaan yang gue alamin setelah lo pergi vit?
Hanya karena lo, semua aspek di kehidupan gue berubah drastis.
Ingatan Adela seperti kaset rusak. Terulang terus menerus
**
"Dih lu nangis Del? Cemen!"
Adela yang masih menangis memilih diam karena perkataan Alvito yang mengejekknya. Saat itu, mereka selesai menonton film. Dan Adela sukses menangis.
"Paan sih lo! Ga punya hati ya?!"
Alvito tersenyum mendengar sarkasme dari Adela. Alvito merogoh kantong celananya dan mengeluarkan beberapa helai tisu. Alvito langsung menyerahkan kepada Adela.
"Bukannya gitu, gue nggak suka ngeliat lo nangis. Di depan publik lagi."
"Kalo lo mau nangis, kasih tau gue. Gue siap ngelap airmata lo kapan aja dan dimana aja" Tangan Alvito perlahan menangkup wajah Adela lalu jemari Alvito perlahan mengusap air mata Adela yang berjatuhan.
"Karna gue nggak mau lo keliatan lemah dihadapan orang-orang. Cukup gue aja yang ngeliat"
**
"Dimana lo yang katanya siap ngusap airmata gue kapan aja dimana aja?" Tanya Adela lirih.
"Gue disini. Tapi gue bukan Alvito"
Adela menoleh. Lelaki dengan jaket biru tuanya berdiri di samping Adela sambil membawa satu kotak tisu yang berukurang sedang.
"Maaf bukan sesuai ekspetasi lo." Ujarnya lagi. Adela mengusap air matanya dengan punggung tangannya lalu tersenyum. Tidak apa-apa.
Lelaki itu duduk di sebelah Adela lalu meletakkan kotak tisunya di tengah antara dia dan Adela.
"Dingin ya?" Kekeh Adela sambil menatap angkasa yang luas. Lelaki itu tersenyum menatap Adela. Lalu jaket yang ia kenakan perlahan ia lepaskan lalu memasangkannya diantara bahu Adela.
"Gue kenal orang yang katanya selalu nemenin gue di saat terpuruk, dan saat gue terpuruk? Dia hilang.. Lucu kan" Kekeh Adela. Alvaro hanya menatap Adela.
"Buka mata lo... Ada orang yang mau nemenin lo"
**
Setelah hampir setengah jam berada di taman komplek, akhirnya Adela mau pulang juga. Jam sudah menunjukkan pukul 20.30. Cukup larut untuk Adela pulang ke rumahnya.
"Btw, lo ngapain tadi ke komplek gue?" Tanya Adela. Kini, mereka sedang berada di depan pagar rumah Adela.
Alvaro langsung memberikan bungkusan plastik hitam kepada Adela. Adela menyergit.
"Tenang, bukan bom isinya. Takut amet lu"Heran Alvaro.
"Yakali lo iri sama gue jadinya lo bunuh gue"-Adela
Alvaro hanya menghela nafas. Adela mengambil bungkusan yang diberi Alvaro lalu masuk ke dalam rumahnya.
Setelah memastikan Adela benar-benar masuk ke dalam rumahnya, Alvaro langsung pergi dari perkarangan rumah Adela.
**
Ternyata, isi dari bungkusan yang Alvaro bawa adalah kue kering. Ada 2 toples yang Alvaro bawa. Dan isinya adalah putri salju semua. Kesukaan Adela.
Setelah mengeluarkan toples, Adela menemukan sebuah sticky note berwarna kuning di dasar bungkusan. Tangan Adela langsung cekatan mengambilnya dan membacanya..
Lo suka Putri salju kan? Kak Alvira td coba-coba bikin. Lo tester pertama. Jadi kalo lo mati, gue ga tanggung ya.
-Alvaro
"Memang mau bunuh gue ternyata" Kekeh Adela sambil membuka toples yang berisi putri salju. Ia langsung mencomot satu. Dan rasanya tidak begitu parah. Malah enak.
"Enak banget keknya"
Ternyata itu adalah Ayahnya yang sedang bersender di pintu kamarnya. Adela tersenyum. Ayah Adela langsung melangkah masuk dan duduk di dekat putri kesayangannya.
"Ayah kok jarang ngeliat Alvito lagi Del?" Pertanyaan Ayahnya meluncur sampai membuat adela tertohok.
"Adel sama Alvito udah putus" Jawab Adela pelan. Ayahnya hanya mengangguk-angguk. Tangan Ayahnya langsung mencomot kue tanpa persetujuan Adela.
"Ih ayah ni loh ngambil-ngambil nggak izin" Gerutu Adela yang sedang mengunyah kue kering yang diberi Alvaro.
"Telen dulu kalo mau ngomong" Tawa ayahnya yang melihat wajah gembung Adela saat menggerutu.
"Del"
"Hmm?"
"Jangan sedih terus ya? Ayah tau emang sulit... Tapi Adela harus tau, kalo Adel di dunia ini nggak sendirian... Jadi jangan berjuang sendirian ya?"
TBC...
hai :))
KAMU SEDANG MEMBACA
This Feeling
Teen FictionRuang Kosong. Selalu ada ruang kosong. Hanya untukmu. Kadang aku ragu membukakan pintu hati untukmu. Maafkan aku yang selalu mengutamakan keegoisanku. Sekarang ruang itu kosong. tanpamu. Kembalilah.