Hari ini, matahari muncul di timur, dedaunan terjatuh karena hembusan angin. Hari yang cerah untuk memulai hari yang indah.
Tetapi tidak dengan Adela. Badannya tidak enak. Kondisinya buruk. Temperatur badannya sudah naik turun secara drastis. Kepalanya pusing dan banyak lagi.
"Masih ngga enak badan? Mau abang tulis surat izin?" Farrel menatap Adiknya yang sedang merapikan buku pelajarannya. Wajahnya pucat pasi.
Adela hanya menggeleng. Ia masih kuat. Ia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Setelah ia merapikan buku pelajarannya, ia langsung berjalan turun ke bawah.
"Hey.. Ngga ada Bunda lho del."
"Iya Adel tau bang.. Adel baik kok" Adela tersenyum lalu menatap Farrel yang masih khawatir. Tetapi, kekhawatirannya berkurang saat Adela tersenyum.
"Kalo ada apa-apa telpon abang.." Adela mengangguk. Farrel hanya menghela nafas, lalu mengambil kunci mobilnya dan berjalan ke luar rumah. Diikuti oleh langkah Adela.
**
Adela memasuki kelas dengan wajah yang pucat, membuat Chandra, Tommy dan Alvinno melongo. Mereka tidak percaya, ternyata kuntilanak bersekolah disini juga.
Adela langsung duduk di sebelah Alvaro lalu menenggelamkan wajahnya diantara tangannya. Alvaro yang sedang menyalin tugas Pkn terhenti sejenak.
Tangan Alvaro menyentuh dahi Adela. Panas. Wajah Alvaro langsung berubah menjadi khawatir. Ia mengambil hpnya lalu menelpon Alvito.
"Jangan.. telpon Alvito.."Lirih Adela. Alvaro menatap Adela khawatir.
"gue nggak apa kok" Akhirnya, Alvaro memutuskan telepon yang tersambung tadi. Ia menatap Adela lamat.
"Kalo sakit ga usah dipaksa. Ngerepotin"Kata Alvaro sambil melanjutkan kegiatan menyalinnya. Adela tahu, Alvaro sedang khawatir.
"Khawatir bilang aja"Gumam Adela yang niatnya 'menyindir' Alvaro. Alvaro terkekeh, siapa juga yang khawatir?
**
Alvaro meregangkan tubuhnya. Ia lelah mendengarkan ocehan dari Pak Ali. Benar kata Dito, pelajaran Pkn memang membuat mengantuk. Bahkan sebagian siswa sudah berada di alam mimpi.
Untung saja, pelajaran Pkn adalah pelajaran terakhir. Rasanya ia ingin tidur saja seharian ini. Cuacanya sangat mendukung untuk tidur.
"Sampai disini saja ya. Jangan lupa kerjakan evaluasi bab 4 yaa.. Saya akhiri pelajaran Pkn hari ini ada pertanyaan?Tidak. Selamat siang" Mendengar itu, banyak para siswa protes. Tetapi protesan itu tidak ada gunanya.
Alvaro memasukkan buku Pkn kedalam tasnya. Lalu, ia menatap Adela yang masih menenggelamkan wajahnya diantara tangannya.
Tangan Alvaro memegang dahi Adela. Lebih panas dari pagi tadi. Alvaro menggoyangkan bahu Adela tetapi tidak ada respon dari Adela.
"astaga" Alvaro mengacak rambutnya. Dibelakangnya, Bila & Nayya hanya menatap Alvaro dengan kebingungan.
"Nayya! Lo bisa bawain tas Adela nggak? Nanti gue kasitau anternya kemana" Nayya mengangguk. Membereskan buku Pkn Adela yang tidak terbuka lalu memasukkannya ke dalam tas.
Alvaro menggendong Adela. Lalu, ia langsung berjalan ke luar kelas. Pikirannya melayang. Sudah ia duga akan seperti ini.
**
Mobil BMW berwarna hitam akhirnya sampai di rumah sakit terdekat. Alvaro membanting pintunya lalu berlari ke pintu penumpang sebelah supir. Ia mengangkat Adela yang tak sadarkan diri, lalu membawanya ke ruang UGD.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Feeling
Teen FictionRuang Kosong. Selalu ada ruang kosong. Hanya untukmu. Kadang aku ragu membukakan pintu hati untukmu. Maafkan aku yang selalu mengutamakan keegoisanku. Sekarang ruang itu kosong. tanpamu. Kembalilah.