23. Bahagia

30 6 7
                                    

Mobil Alvito bergerak manuver melewati mobil-mobil lain. Kecepatan mobilnya mencapai 120 km/jam. Alvito tidak henti-hentinya mengacak rambutnya dengan kasar. Entah mengapa, semua kenangannya bersama Talitha terulang seperti kaset rusak di pikirannya.

**

"Harus ya lo pindah?" Tanya lelaki yang sedang memegang secangkir kopinya. Gadis didepannya mengatur nafasnya.

"Maaf vit gue.."

"Setelah lo bikin nyaman gue lo pergi begitu aja?"Potong lelaki itu. Seluruh dunianya hancur lebur saat mengetahui gadis-nya akan pergi ke luar negeri.

"Gue tau lo mau nyusul Fernan. Gue juga tau lo masih sayang sama dia.. Lo nggak nyadar? Gue disini nunggu lo. Gue kira, posisi gue di samping lo bisa gantiin Fernan. Kenyataannya nggak."

Pecahlah tangis gadis itu. Apa yang dikatakan lelaki itu benar. Semua benar. Langit saat ini sedang menangis, menemani gadis itu.

Fernan, lelaki yang pernah mengisi hati gadis itu meninggalkannya demi cita-citanya. Dan gadis itu tidak mudah menyerah. Ia rela pindah ke Singapura untuk mencari Fernan.

"Semoga lo bisa bahagia sama Fernan. Bahagianya gue ada sama lo."

**

Mobil Alvito berhenti di salah satu klub malam yang terkenal di Jakarta. Alvito segera turun dari mobil lalu berjalan masuk ke klub itu.

Ia melihat gadis yang sedang duduk di meja bar. Ia memakai hotpants dan atasan putih. Alvito segera mendekati gadis itu.

"Hey.. Kamu Alvito kan?" Tanya gadis itu sambil berusaha berdiri dengan sempoyongan. Kalau Alvito tidak menarik gadis itu, mungkin ia sudah jatuh. Alvito membopong gadis itu sampai ke mobilnya

"Ih.. Bagus awannya.. iyakan vit?" Tanyanya sambil melihat ke atas. Alvito membuka pintu penumpang di belakang lalu memasukkan gadis itu ke dalam.

Alvito masuk ke dalam mobil lalu secepat kilat meninggalkan tempat penuh dosa itu.

**

Jam berwarna hitam melingkar di tangan kanan Alvito. Menunjukkan pukul 01.30. Alvito mendorong pintu kamar yang bernomor 217 itu.

Alvito melepaskan jaketnya lalu menaruhnya di gantungan dekat pintu. Lalu, ia menghampiri Adela yang sudah tertidur pulas.

Alvito merapikan rambut Adela yang sedikit berantakan. Lalu menatap Adela yang sudah masuk ke dunia mimpi.

Kalau nggak jahil, bukan Alvito namanya. Ia mengambil hpnya lalu memotret Adela yang sedang tidur. Alvito terkikik sendiri melihatnya.

"Pagi-pagi jangan bikin onar ya?" Alvito mengecup dahi Adela lalu beranjak pergi ke sofa yang lumayan empuk. Alvito memasang posisi yang enak lalu tidur.

**

*YHAA AKU BAPEEER*

*Mau dong.. tapi kalo udah sah ;)*

Alvito memang sudah terbiasa bangun pagi. Ia menatap jam yang berwarna putih. Jam 06.05. Ia mengambil kopi sachet yang ia bawa lalu menyeduhnya dengan air panas.

Uap berwarna putih mengepul di cangkir berwarna putih yang Alvito aduk. Setelah tercampur rata, Alvito meminumnya. Rasanya menenangkan hati.

Setelah habis, Alvito membuat teh panas untuk Adela. Adela belum bangun. Entah kenapa, perasaan Alvito tidak enak. Ia menghampiri Adela lalu memegang kening Adela.

This FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang