"Gue sebenarnya mau jadi pacar lo"
Kata-kata itu langsung meluncur dari mulut Adela. Alvito menatap Adela tidak percaya. Sementara Adela hanya tersenyum simpul.
"Ngeliatinnya b aja dong. Santai kaya dipantai, selau kaya di pulau" Alvito tertawa lega. Begitu juga Adela. Akhirnya mereka bisa menghentikan keheningan itu.
Makanan mereka datang. Kali ini, Alvito yang sibuk memperhatikan kerlap kerlip jalanan yang lumayan padat. Adela mengambil kamera polaroidnya yang ia beli saat kelas 8.
Adela memfoto Alvito yang sedang menikmati indahnya kota Jakarta. Raut wajah Alvito tenang. Membuat Adela tenang juga.
Beberapa saat kemudian, sebuah foto keluar dari kamera itu. Adela mengkipas-kipaskan foto itu supaya terlihat hasilnya. Dan ia ingin melihat seberapa jeleknya Alvito difoto itu.
"Ga usah foto-foto. Gue tau gue ganteng" Adela memutar bola matanya. Adela baru sadar, ternyata gelang Alvito sama dengan gelangnya.
"Vit liat gelang lo" Pinta Adela. Alvito menatap Adela sebentar lalu membuka gelangnya.
"Jangan hilang. Kalo hilang ganti 100 juta"
"Iya bawel"
Adela menerima uluran dari Alvito. Gelangnya sama dengannya. Tetapi tulisannya yang berbeda, yaitu 'Ad'. Adela hanya tersenyum lalu mengembalikan gelang Alvito
Adela tahu, ia sudah membuat keputusan yang membuat dunia 'kaget'. Tetapi Alvito sudah membuatnya berubah.
**
"Vit lo yang bayar ya" Pinta Adela setelah selesai makan. Alvito mengerutkan dahi. Ia menggeleng.
"Kan perjanjiannya udah tadi"
"Vit.. Dikasir ada pacarnya abang gue... mampus gue kalo ketauan" Bisik Adela sambil menunjuk seorang wanita yang memakai cardigan biru tua yang senada dengan celana jeansnya yang dipakai.
Alvito tersenyum, lalu menarik tangan Adela ke kasir. Adela berusaha menutup-nutupi wajahnya dengan tangan kirinya.
Untunglah, wanita yang ditunjuk Adela tidak tahu ada Adela disana. Setelah membayar,wanita itu langsung pergi. Adela menghela nafas lega.
"Sayang, ada seribu nggak?" Tanya Alvito lembut. Adela menatap tajam Alvito lalu mencubit lengan Alvito keras. Alvito hanya meringis kesakitan.
"Sayang matakmu"
**
Matahari sudah muncul daru ufuk timur. Burung-burung sudah keluar dari sarangnya. Angin berhembus pelan. Membuat dedaunan jatuh.
Kali ini, Adela sudah bangun pagi-pagi. Inilah yang Adela kesalkan; Di hari minggu dia harus terbangun pagi-pagi. Adela menghela nafas. Ia keluar kamar. Tenggorokannya kering sekali.
Ia membuka kulkas. Lalu ia mengambil segelas susu cokelat dari kulkas. Kebiasaan Abangnya, menyiapkan segelas susu di kulkas untuk Adela.
"tumben" Gumam Adela. Tangannya mengambil Apel yang berwarna merah marun. Ia mengambil piring dan pisau untuk memotong apel itu.
Ia membawa Apel, pisau, piring dan segelas cokelat ke ruang Tv. Ia menaruh gelas itu di meja kecil yang berada tak jauh dari sofa empuk itu.
Adela menyalakan tv dan mulai memotong apel itu. Adela menghela nafas. Tanpa ada Bundanya, rumah ini sepi. Setelah selesai memotong Apel, Adela membereskan kulit Apel itu dan membuangnya ke tempat sampah.
"Minta dong" Farrel langsung mencomot apel yang bagiannya sangat besar. Adela langsung menatap Farrel lalu mendengus kesal.
"Abang mau belanja sama Kia, lo mau ikut nggak?" Adela langsung menggeleng cepat. Siapa yang mau menjadi nyamuk? Tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Feeling
Teen FictionRuang Kosong. Selalu ada ruang kosong. Hanya untukmu. Kadang aku ragu membukakan pintu hati untukmu. Maafkan aku yang selalu mengutamakan keegoisanku. Sekarang ruang itu kosong. tanpamu. Kembalilah.