25 (REVISI)

2K 129 2
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA YA



Diam bukan berarti marah




Happy reading




Al kini berada di sebuah cafe bersama dengan seorang cewek berambut coklat terang yang memiliki wajah sangat mirip dengan cewek yang dicintainya. Dia adalah Aurella.

"So, what do you want?" tanya Al dingin tanpa ekspresi.

"Giraldi," lirihnya."You can help me?"

"What's for?" tanya Al sambil menatap cewek di hadapannya.

"Aku ingin bunuh diri," cetus Aurella lemah.

BRAK

Al menggebrak meja dengan keras.
"Are you crazy, hah?" bentak Al yang tidak percaya dengan apa yang barusan di dengar oleh telinganya.

"Yeah, maybe I'm crazy. Tapi itu satu-satunya cara yang dapat kulakukan buat Arnessa," jawab Aurella.

"No, I dissagree!!" bantah Al keras.

"Please, Giraldi! I'll give her my eyes and my heart," bujuk Aurella lagi. Giraldi tersenyum sinis.

"Buat Arnessa? Are you sure?" tanya Al sinis dengan nada menyindir.

Aurella menatap Al tak percaya. Al balas menatapnya dengan dingin.
"Gak mungkin ada orang yang mau berkorban segitu banyaknya buat orang yang baru ditemuinya, meskipun dia saudaranya sendiri," kata Al dingin.

"Apa maksudmu, Giraldi?" tanya Aurella bingung.

"Manusia. Tidak ada niat yang tulus disetiap langkah mereka. Sedikit banyaknya mereka pasti memikirkan diri sendiri dan keuntungan baru memikirkan orang lain. And see? kamu datang tiba-tiba kesini dan mau berkorban segitu banyaknya buat Arnessa? Shit!" ungkap Al dengan dingin.

Aurella membulatkan matanya. Ia benar-benar tidak mengira dengan jalan pikiran cowok yang ada dihadapannya ini.

"Aku gak...."

"Ya, kamu sepicik itu, Aurella. Mengelak hanya akan membuat kebohonganmu itu semakin jelas terlihat," potong Al cepat.

"Oke," Aurella menyerah. "Aku lelah sama semuanya. Aku ingin mengakhiri semuanya. Aku capek sendirian. Kenapa harus aku yang menanggung semuanya sendirian? Dimana keluargaku? Dimana orang yang kusayangi? Mereka meninggalkanku."

Aurella akhirnya mengungkapkan segalanya. Ia sudah terlalu lelah menjalani semuanya. Bullying, tunangannya mengkhianatinya, keluarganya bahkan sibuk, termasuk papa dan Askar.

"Aku diam bukan berarti aku kuat. Aku hanya tidak ingin membebankan mereka yang sudah membesarkanku. Munafik? Ya, aku memang munafik. Aku membohongi diriku sendiri dengan bersikap kuat. Buat apa lagi aku ada di dunia ini sedangkan orang tuaku saja tidak pernah menginginkan aku hadir?" lirih Aurella. Airmatanya telah mengakir deras.

"Lalu kamu akan meninggalkan Arnessa begitu saja? Apa kamu kira hidup Arnessa lebih baik darimu?" sahut Al tak mau kalah.

"Tidak, aku tau Arnessa juga menderita. Dia sama menderitanya denganku. Tapi... dia punya kamu disisinya, Giraldi. Setidaknya kamu tidak akan pernah meninggalkannya."

Al terdiam sambil menatap Aurella.
"Setidaknya itu yang terlihat dari matamu, Giraldi."

"Lalu apa kamu tidak akan memberikan kesempatan Arnessa untuk melihatmu sekali saja?" suara Al terdengar melemah.

DOULEUR [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang