Pipi Alfie terus basah karena air mata yang tak henti berderai di pipinya. Ia merasakan sakit yang begitu menusuk serta menghancurkan hati dan perasaannya. Mengapa semua ini harus terjadi ketika ia baru saja menjalin hubungan asmara dengan Shane. Pikiran Alfie terasa seperti melayang memikirkan apa saja yang telah ia lalui bersama Shane.
Alfie terus menangis di dalam taksi memandang keluar jendela. Ia tak tau lagi harus berbuat apa setelah ini. Menjauhi Shane adalah satu-satunya pilihan dirinya agar semua ini berakhir. Alfie harus rela merasakan sakit untuk melepas Shane demi Sovia. Gadis pilihan Ny. Alba yang telah dijodohkannya bersama putranya; Shane.
Dan meskipun Shane merasa Alfie telah mengetahuinya, akan tetapi tak mudah untuk Shane melupakan Alfie dan jatuh cinta begitu saja pada Sovia. Gadis yang baru dikenalnya. Alfie pun yakin jika waktu yang akan menyatukan mereka. Sebagaimana dirinya yang bisa begitu dekat dengan Shane hingga detik ini. Namun, semua ini harus berakhir sampai disini untuk Alfie maupun Shane.
Alfie membayar ongkos perjalanan dan turun dari dalam taksi. Ia segera melangkah ke beranda rumahnya. Alfie mengusap sisa-sisa air mata yang masih membasahi kedua pipinya agar Bibi Anne tak curiga melihatnya menangis. Setelah itu ia membuka pintu dan masuk kedalam.
"Aku pulang, bibi Anne" seru Alfie seperti biasanya. Hanya saja suaranya saat ini terdengar agak serak.
"Kau sudah pulang? Bagaimana jamuan makan malamnya?" tanya bibi Anne begitu Alfie menghampiri beliau diruang tengah.
Alfie hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Wajahnya terlihat memerah dan matanya pun terlihat sembab karena air mata.
"Alfie? Ada apa?" bibi Anne langsung bangkit berdiri dari atas sofa dan mendekati Alfie.
Alfie pun langsung menghamburkan pelukan pada bibi Anne. Ia menangis meluapkan seluruh kesedihannya pada wanita itu.
"Alfie, kenapa kau menangis seperti ini?" bibi Anne terheran-heran dan khawatir mengapa Alfie pulang dalam keadaan menyedihkan seperti itu.
Alfie taak menjawab dan terus menangis.
"Ada apa, Alfie? Mengapa kau kembali dengan berderai air mata?" tanya bibi Anne seiring mengusap air mata Alfie yang membasahi kedua pipinya. Bibi Anne tak tega bila melihat Alfie bersedih begitu.
"Aku melakukan ini untuk kebaikan dirinya ke depannya" ujar Alfie dengan suara yang agak parau. Bibi Anne masih belum paham apa yang sebenarnya terjadi pada Alfie.
"Melakukan apa? Apa sesuatu terjadi denganmu dan Shane?" tanya Bibi Anne yang benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi pada Alfie. Bibi Anne menatap wajah Alfie dengan sendu.
"Kurasa sudah sebaiknya seperti ini. Aku harus menjauhi Shane. Begitu juga sebaliknya" Alfie kembali menangis tersedu-sedu.
"Ada apa? Kenapa kau harus menjauhinya? Bukankah Shane sahabatmu? Dan aku tahu kau mencintainya lebih dari seorang sahabat" bibi Anne turut merasakan kesedihan yang Alfie rasakan. Berkali-kali ia mengusap air mata pria manis berkacamata itu.
"Tidak, ibunya benar. Seharusnya aku tak pernah berimpian dan memaksakan agar Shane jatuh hati padaku. Seharusnya aku menepis seluruh rasa cintaku padanya. Begitu juga rasa cinta yang Shane berikan padaku," ujar Alfie yang terdengar sangat menyedihkan didengar Bibi Anne. Terlebih bagi Alfie sendiri yang merasakan semua ini. Ia rela jika harus merasakan sakitnya meninggalkan orang yang ia cintai dengan terpaksa.
"Alfie...." Bibi Anne memeluk pemuda itu dan mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Hati Bibi Anne turut merasa sedih karena hubungan Alfie dan Shane ditentang oleh orang tua Shane.
Alfie menangis tersedu-sedu dalam dekapan Bibi Anne. Hatinya merasa terluka.
............
Benny, Ryan dan Ramsey melihat Alfie yang begitu tak bersemangat menjalani harinya disekolah. Wajahnya tampak muram dan terlihat kantung matanya sedikit membengkak karena semalaman ia menangisi kejadian kemarin malam.
Perayaan ulang tahun Shane yang menjadi awal perpisahannya dengan pria itu untuk kedua kalinya. Namun, kali ini rasanya berbeda. Seperti tak ada harapan bagi Alfie untuk mengharapkan jika Shane akan kembali bersamanya.
Shane sudah memiliki seorang gadis yang akan menjadi pasangannya kelak. Tak mungkin bagi Alfie untuk berharap jika Alfie yang kembali mendampingi Shane.
"Hei, apa kau baik-baik saja?" Benny melihat Alfie yang termenung tanpa menyentuh makanannya diatas meja. Tatapannya tampak kosong melihat kearah jendela kantin.
Alfie tak menanggapi ucapan Benny dan tetap termenung.
"Alfie?" Benny mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajah Alfie.
Alfie pun segera tersadar dari lamunannya itu dan merespon keadaan sekelilingnya.
"Y—Ya? Ada apa?" tanya Alfie begitu menyadari ucapan Benny.
"Kau baik-baik saja?" tanya Benny. Sebenarnya ia mengerti mengapa Alfie termenung seperti itu. Ia tahu jika Alfie masih mengingat kejadian kemarin malam.
"Ada apa? Aku baik-baik saja" Alfie berusaha untuk terlihat seperti biasanya. Ia menyunggingkan senyum untuk menutupi kesedihannya.
Benny memerhatikan Alfie dengan iba. Lalu ia bergantian memandangi Ryan dan Ramsey yang turut memandangi Alfie dengan iba. Ketiganya tahu jika Alfie sedang memendam masalahnya bersama Shane.
"A—Aku ingin ke toilet sebentar. Aku akan segera kembali" Alfie menyadari jika ketiga sahabatnya itu merasakan sesuatu dari sikapnya seharian ini.
Alfie segera bangkit berdiri dari tempat duduknya dan ia beranjak meninggalkan para sahabatnya itu di kantin.
"Kurasa kita harus mencari pengganti Alfie. Ia harus menenangkan dirinya untuk saat ini," ujar Ryan seiring melihat yang belum lama meninggalkan meja mereka.
"Apa maksudmu?" Benny lantas menghadapkan wajahnya melirik Ryan dengan pelik.
"Ini demi kebaikan Alfie maupun band kita." Ryan menegaskan.
"Kau akan menggantikan Alfie dengan yang lain? Apa kau bercanda? Kurasa dia hanya membutuhkan waktu sebentar untuk melalui masalah yang sedang dihadapinya. Aku yakin Alfie akan kembali seperti semula. Kau tak seharusnya bersikap egois seperti ini," bantah Benny. Perkataannya barusan itu membuat Ryan terpancing untuk berdebat dengannya.
"Aku egois? Lalu sampai kapan waktu yang dibutuhkan itu? Apa kau tidak sadar jika waktu kita berlatih tersisa 3 hari lagi? Lantas apa yang akan kita lakukan sekarang?" beber Ryan dengan intens.
"Tapi kita juga tidak bisa memaksakan dirinya untuk berlatih hari ini. Suasana hatinya pasti masih terpuruk."
"Lalu apa kau memiliki ide lain selain menggantikan Alfie? Katakan sekarang."
"Hmm ... atau kita batalkan saja undangan dari balai kota tersebut?" Ramsey angkat bicara dengan ragu-ragu.
"Kau bicara apa?" Ryan membalas dengan cepat dengan delikan sinis memandang Ramsey di seberangnya.
"Aku hanya memberi ide saja. K—Kenapa kau melihatku seperti itu?" Ramsey merasa Ryan mengintimidasinya dengan tatapan tajam seperti itu.
"Ide mu itu bukanlah solusinya!" Ryan menegaskan.
"Aku pergi dulu," tandas Benny yang langsung bangkit berdiri dan meninggalkan Ryan bersama Ramsey di meja itu. Dia jengah mendengar ocehan Ryan sedari tadi.
.............
Alfie sedang berdiri sembari memandangi ring basket yang ada di gedung olahraga. Tempat itu terasa sunyi dan hanya ada Alfie seorang diri di dalam sana. Ia terus sedikit mendongakkan wajahnya ke arah ring basket.
"Kau ingat itu?" ujar Alfie yang kembali mengingat awal pertama kalinya Shane mengajarkannya bermain bola basket. "Itu sudah lama sekali. Namun, bagiku itu baru saja terjadi kemarin." Mata Alfie kembali berkaca-kaca. Dadanya kembali terasa sesak.
Alfie melepas kacamatanya dan mengusap matanya yang mulai basah karena air mata yang memenuhi pelupuk matanya. Saat ia kembali mengenakan kacamatanya, tiba-tiba saja ada bola basket yang menggelinding ke arahnya. Bola itu berhenti tepat di bawah kakinya.
Alfie pun bingung dari mana bola tersebut berasal. Perlahan ia mengangkat wajahnya dan berpikir apakah Shane pemilik bola basket itu?
Alfie terkejut ketika melihat seorang pemuda yang berdiri tak jauh dari hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love By Accident (The First)
RomantizmTAMAT 23 November s.d 15 Desember 2017✍ [Book 1 of 3] Berawal dari pertemuan yang tak disengaja saat Alfie tengah melewati jam kelasnya dengan menyendiri di aula basket, ia berkenalan dengan seorang siswa bernama Shane yang tak diketahuinya adalah p...