38#LBAS1

2.3K 301 16
                                    

Alfie menggenggam dua tangkai mawar putih sembari berjalan menyusuri barisan batu-batu nisan di sebuah pemakaman. Ia ingin mengunjungi makam ibu dan ayahnya. Kebetulan sekarang adalah hari minggu. Sudah lama Alfie tak melepas rasa rindunya untuk mendatangi tempat peristirahatan almarhum ayah dan ibunya.

"Hai bu, ayah. Bagaimana kabar kalian?" Alfie bertanya pada batu nisan yang terukir nama kedua orang tuanya sembari mengelusnya dengan lembut.

"Aku membawakan sesuatu untuk kalian. Dua tangkai mawar putih yang harum sekali. Aku ingat dulu ayah selalu membawakan setangkai mawar putih dihari ulang tahun pernikahan kalian" Alfie menghirup harum bunga mawar tersebut sebelum meletakkannya diatas makam kedua orang tuanya. Alfie tersenyum dengan pikirannya yang menerawang pada masa lalunya.

Alfie yang saat itu baru saja duduk dikelas 1 SMP merasakan ada sesuatu yang aneh dan membuatnya selalu bertanya-tanya akan jati dirinya saat masa-masa pubertasnya mulai bergejolak diusianya yang beranjak remaja dikala itu. Dengan memberanikan diri, Alfie bertanya pada ibunya mengenai sesuatu yang aneh dalam dirinya itu.

"Bu..." Alfie menghampiri ibunya yang sedang menanam bibit selada dikebun belakang rumah. Almarhum ibu Alfie memang gemar sekali berkebun.

"Ada apa Alfie? Apa putra ibu menginginkan sesuatu?" tanya ibundanya sembari menoleh pada Alfie yang berdiri disebelah beliau.

"Apa aku boleh menanyakan ini pada ibu?" Alfie terlihat ragu dan tatapannya yang polos itu membuat ibundanya merasa penasaran dengan apa yang akan Alfie tanyakan.

"Tentu saja boleh. Memangnya putra ibu ingin menanyakan apa?" ibundanya ingin membuat Alfie merasa nyaman saat menanyakan hal yang membuatnya terlihat sangat ragu tersebut.

"Ngg...." wajah Alfie terlihat memerah dan rasanya ia canggung sekali untuk menanyakan hal itu pada ibundanya.

Ibundanya tersenyum dan melepas kedua sarung tangan berkebunnya.

"Alfie, sayang. Tak ada yang perlu kau takuti dan kau sembunyikan dalam hatimu. Karena ibu tak ingin putra ibu menyimpan masalahnya seorang diri. Kau harus mengatakannya pada ibu. Apapun itu" ibundanya menatap Alfie dengan penuh perhatian sembari menggenggam tangannya. Alfie pun tersenyum dan memberanikan diri untuk menanyakan hal tersebut.

"Bu... Apakah terlihat wajar jika seorang anak laki-laki menyukai temannya yang juga anak laki-laki?" tanya Alfie yang terdengar polos.

"Hmm... Memangnya ada apa?" ibundanya terus menatap Alfie dengan tatapan yang menenangkan hati Alfie.

"Apa ibu akan marah jika aku mengatakan hal ini?" Alfie kembali terlihat ragu dan canggung.

"Katakanlah" ibundanya memberikan senyuman yang membuat perasaan Alfie merasa tenang.

"Ngg... Aku... Aku lebih tertarik dengan anak laki-laki daripada anak-anak perempuan seusiaku. Apakah itu hal yang wajar? Apakah ibu akan memarahiku jika itu adalah hal yang salah?" wajah Alfie kembali memerah dan ia tampak ingin menangis melihat perubahan raut wajah ibundanya yang terlihat agak kecewa.

"Bu... Apakah aku salah? Apakah itu bukanlah hal yang wajar?" Alfie menangis merasa takut jika ibundanya marah karena Alfie sendiri pun merasa jika hal itu bukanlah sesuatu yang wajar.

Perlahan ibundanya tersenyum dan mengusap air matanya dengan lembut.

"Tidak ada yang salah pada putraku. Itu bukanlah hal yang wajar namun bukan berarti putraku bersalah. Jangan kau merasa berkecil hati. Karena tak mudah untuk menjadi dirimu. Jadilah dirimu sendiri dan jangan dengarkan apa kata orang lain tentang apa yang kelak akan kau pilih sebagai jalan hidupmu. Ibumu ini akan selalu menyayangimu apa pun yang terjadi. Tak peduli jika putraku seorang gay atau bukan. Karena dirimu adalah yang sangat berharga bagi ibu dan ayah" ujar ibunda Alfie yang sembari merapikan rambut Alfie yang agak menutupi dahinya.

Love By Accident (The First)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang