Hari ini Alfie bertekad untuk menjalani harinya dengan awal yang baru. Tak ada gunanya lagi ia terus merasa terpuruk dalam kesedihan karena dirinya yang memilih untuk melepaskan Shane. Lagipula, ia tak bisa terus menangisi dan berharap agar Shane membatalkan pertunangannya. Alfie tak ingin menjadi egois. Kini Alfie memiliki arah jalan yang berbeda dengan Shane. Ia harus terus melanjutkan hari-harinya tanpa harus memikirkan Shane yang kini bukan lagi miliknya.
"5 tahun aku pernah menjalani hari-hariku tanpa pria itu. Jadi kenapa aku harus terus menangisinya. Ia memang kembali pergi, namun kami masih tinggal di satu kota. Lagipula, bukankah diriku juga yang turut mengakhiri hubunganku bersama pria itu?" ujar Alfie dihadapan cermin yang berusaha untuk berpikir positif sebelum menjalani awal yang baru.
"Tidak ada lagi air mata yang dapat ku timba. Tidak ada lagi rasa kecewa dan penyesalan yang harus kurasakan. Cinta ini seperti penjara kasih sayang. Itulah mengapa aku selalu menangis tanpa merasa dibui. Aku harus melanjutkan hidupku. Tak ada gunanya lagi aku menangisi apa yang sudah berlalu." final Alfie. Ia tersenyum melihat bayangannya di balik cermin. Kini dirinya memilih untuk memulai awal yang baru.
Bibi Anne sempat merasa heran dan bingung melihat perubahan Alfie yang begitu cepat. Wajahnya terlihat ceria dan tampak tak menyiratkan ekspresi menyedihkan pada wajahnya. Tapi hal ini membuat dirinya merasa senang dan bersyukur melihat Alfie yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Saat di sekolah pun, Alfie membuat ketiga sahabatnya sedikit mengernyitkan dahi mereka melihat Alfie yang tampak tak lagi memikirkan masalahnya saat ini. Mereka melihat Alfie seperti Alfie yang mereka kenal dulu. Jauh sebelum Shane kembali dalam kehidupan Alfie dan mengukir kenangan manis yang berubah menjadi akhir yang begitu pahit bagi keduanya. Namun sekarang tampaknya Alfie mulai menata kembali hidupnya yang berantakan mulai hari ini.
"Kau makan banyak sekali. Dan kau terlihat jauh lebih baik hari ini. Apa kepalamu habis terbentur lagi?" Benny merasa heran melihat Alfie yang tak lagi menunjukkan ekspresi kesedihannya.
"Aku baru merasakan jika makanan di kantin ini benar-benar nikmat." ujar Alfie dengan mulut penuh makanan.
"Apa kau bercanda? Kau sudah 3 tahun makan di tempat ini dan memesan menu yang sama. Dan kau baru mengatakan itu sekarang?" Benny menyentuh dahi Alfie dengan punggung tangannya.
"Ada apa?" Alfie terlihat bingung.
"Kau baik-baik saja kan?" tanya Benny.
"Apa aku terlihat seperti sedang sakit?" tanya Alfie berbalik pada Benny.
"Sepertinya, kesedihannya itu berubah menjadi nafsu makan yang besar." ujar Ramsey yang asal saja.
Alfie menoleh pada Ramsey dan menatapnya dengan tatapan yang seolah mengatakan 'tutup mulutmu itu!'
"A-aku tidak bermaksud, kau lanjutkan saja makanmu itu." ujar Ramsey dan ia memakan kembali roti isinya tanpa mempedulikan Alfie yang memperhatikannya.
Alfie kembali menikmati makan siangnya.
"Makanlah dengan santai, Alfie. Kau bisa tersedak nanti. Kau juga bisa memakan piringnya jika makananmu sudah habis." ujar Ryan sedikit bergurau. Benny dan Ramsey terlihat menahan tawa mereka karena ucapan Ryan barusan.
"Aku akan memakan piring ini jika kalian bertiga memakannya lebih dulu." ujar Alfie dengan santai dan menggigit kembali kentang goreng ditangannya.
Ketiga sahabatnya yang tadi tengah menertawakannya kini diam dan berganti memandangi satu sama lain. Alfie sendiri hanya tersenyum-senyum dengan mulutnya yang sedari tadi tak berhenti mengunyah.
"Kurasa benturan di kepalanya itu bukan hanya membuatnya kehilangan ingatan." ujar Benny dan kembali membuat Ryan dan Ramsey menertawakan Alfie. Namun bukannya merasa tersinggung. Alfie malah ikut tertawa bersama ketiga sahabatnya itu.
Dan Alfie pun kembali mendapat tatapan aneh dari Benny, Ryan dan Ramsey.
*****
Alfie dan ketiga sahabatnya sedang berjalan keluar dari gedung sekolah. Begitu mereka melewati halaman parkir, ada Dylan yang sedang mengambil motornya disana. Dan motornya itu tampak seperti motor baru karena terlihat berbeda seperti yang pernah Alfie naiki dulu. Sepertinya Dylan menggunakan uang itu untuk membeli motor baru daripada untuk berlibur ke Eropa.
"Woah, keren sekali!" ujar Ramsey yang kagum melihat motor baru milik Dylan.
"Bus kota yang pernah ku tumpangi jauh terlihat lebih keren. Lagipula jok motornya pasti keras seperti papan. Berbeda dengan kursi bus kota yang sering kunaiki" cibir Alfie sembari berlalu.
"Hei, kau!" Dylan mendengar cibiran Alfie barusan.
Alfie dan ketiga sahabatnya menghentikan langkah mereka dan berbalik melihat Dylan.
"Kau memanggil siapa?" tanya Alfie dengan santai.
"Kau mengatakan apa barusan?" Dylan mendekati Alfie.
"Mengatakan apa?" tanya Alfie berpura-pura tidak tau.
"Apa kau menyamakan motor baru ku dengan bus kota?!" Dylan merasa tersinggung dengan ucapan Alfie barusan.
"Kau mendengarnya? Ku kira kau tuli. Sebenarnya aku ingin mengatakan jika motormu itu terlihat seperti truk ice cream yang ada di depan sekolah dasar." cibir Alfie lagi.
"Dan jangan lupa ia juga memasang pengeras suara untuk memutar lagu anak-anak." Benny menimpali ejekan Alfie pada Dylan.
"Dan aku membayangkan jika ia berdandan seperti badut karnaval agar anak-anak tertarik untuk membeli ice creamnya." Ramsey pun turut menimpali ejekan kedua sahabatnya dan semakin membuat Dylan naik pitam.
"Katakan saja kalau kalian iri! Karena kalian hanya anak-anak miskin yang tak pernah merasakan memiliki barang mewah sepertiku!" Dylan merasa benar-benar tersinggung saat ini.
"Lalu apa masalahnya jika kami tak memiliki motor sepertimu? Aku yakin kau membeli motor baru itu menggunakan uang yang Sovia berikan padamu sebagai imbalan karena telah menghancurkan hidupku. Kau jauh lebih miskin Dylan. Kau terlihat seperti pengemis pada sepupumu itu. Harga dirimu hanya bernilai ratusan ribu Dollar. Tidak sebanding dengan harga diriku maupun yang lain." Alfie tersenyum puas karena ia yakin Dylan merasa seperti tertikam dengan kata-katanya barusan.
Dylan menatap Alfie dengan berapi-api. Namun ketiga sahabat Alfie membalasnya dengan tatapan yang sama pada dirinya. Terlebih lagi Ryan yang menatap Dylan dengan tatapan ingin membunuhnya.
"Guys, ayo kita pergi dari sini. Hanya membuang-buang waktu berbicara dengan anak ini." ujar Alfie dan Dylan terus menatapnya dengan berapi-api. Alfie dan ketiga sahabatnya pun segera berbalik dan berlalu dari hadapan Dylan yang terus memandangi mereka.
"Aku akan membuat kalian merasakan akibatnya. Terutama kau, Alfie" geram Dylan. Ia segera mendekati motornya kembali dan segera pergi dari sini.
Saat Alfie sedang bersenda gurau bersama ketiga sahabatnya sembari berjalan di tepi jalan, tiba-tiba saja Dylan nyaris menyerempet tubuh Alfie menggunakan motornya yang melaju cukup kencang.
"Aghh!" Alfie terkejut saat dirinya terhempas ke sisi kiri badan jalan.
"Bangsat kau Dylan!!" teriak Alfie dan pria itu hanya mengacungkan jari tengahnya pada Alfie dengan senyuman licik dari balik helmnya. Dan kembali melajukan motornya lagi.
"Alfie?! Kau tidak apa-apa?!" Benny segera membantu Alfie berdiri.
"Anak itu! Aku akan menghabisinya besok!" ketus Ryan.
"Apa kau terluka?" tanya Benny lagi.
Kemudian Alfie merasakan perih dibagian sikutnya. Ada luka yang mengeluarkan darah disikutnya.
"Kau terluka, ayo kita ke UKS dulu" Benny segera membawa Alfie menuju ke klinik sekolah bersama Ryan dan Ramsey.
Saat Alfie pulang ke rumah dan menceritakan segalanya. Bibi Anne tak habis pikir jika Dylan adalah orang yang jahat dan tega melukai Alfie. Beliau benar-benar menyesal pernah memberikan kepercayaannya pada Dylan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love By Accident (The First)
RomanceTAMAT 23 November s.d 15 Desember 2017✍ [Book 1 of 3] Berawal dari pertemuan yang tak disengaja saat Alfie tengah melewati jam kelasnya dengan menyendiri di aula basket, ia berkenalan dengan seorang siswa bernama Shane yang tak diketahuinya adalah p...