Seisi kelas tertawa melihat laki-laki berkacamata itu tersungkur ke lantai setelah dijahili seorang temannya. Dia adalah Alfie. Ini bukan pertama kalinya ia mendapati perlakuan tak menyenangkan semacam itu. Ia kerap dijadikan sasaran rundungan teman-temannya karena dianggap lemah. Terlebih mereka tahu kalau Alfie adalah seorang gay. Alfie kesal, sedih dan muak dengan setiap orang di kelasnya. Hanya saja ia tak bisa melakukan apa-apa. Dirinya pernah membalas namun mereka akan semakin kasar memperlakukannya.
Alfie segera bangkit dari lantai, tak lama ia langsung berlari menuju ke arah pintu keluar dari dalam kelasnya. Semua orang di kelas itu semakin tertawa dan melontarkan ejekan padanya. Alfie berlari di sepanjang koridor dengan wajah memerah menahan kesal. Ia masuk ke dalam toilet dan menangis di dalam salah satu bilik meluapkan kekesalannya.
Alfie merasa tertekan, namun ia sadar tak bisa berlama-lama menghabiskan waktunya menangis di dalam bilik toilet. Karena sebentar lagi bel akan berbunyi, ia segera keluar dari bilik itu, berjalan ke arah wastafel dan membasuh wajahnya dan matanya yang terlihat sembab. Ia menarik lembaran tisu dan mengeringkan air di wajahnya. Tak lama Alfie pun segera beranjak dari dalam toilet itu.
Dering bel berbunyi saat Alfie berjalan kembali menuju ke kelasnya, namun tiba-tiba ia berpikiran lain. Dirinya merasa malas untuk kembali ke kelas karena muak melihat wajah teman-teman sekelasnya. Aura di kelas itu terasa memuakkan. Alfie ingin menyendiri saat ini. Ia ingin menenangkan dirinya dari perlakuan orang-orang di sekitarnya. Alfie pun mengurungkan niatnya dan berjalan menuju ke aula basket. Ia memutuskan untuk melewati kelasnya pagi ini. Dirinya duduk di tribun aula basket tampak merenung dengan rautnya yang terlihat kesal.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Sontak Alfie terperanjat karena tiba-tiba ia mendengar suara berat dari arah pintu aula. Ia panik mengira itu adalah guru pengawas yang bertugas hari ini. Namun ternyata bukan. Paniknya berubah menjadi kesal tatkala mendapati orang itu hanya murid sepertinya. Murid itu menirukan suaranya seolah dirinya adalah seorang guru dan menegur Alfie yang tengah duduk seorang diri di aula basket saat jam pelajaran berlangsung.
Tak lama, Alfie melihatnya tertawa memandanginya. Alfie menyipit kesal karena ia tak mengenal pria itu dan tanpa santun menjahilinya barusan. Pria itu kemudian berjalan ke arah tribun sembari memegang sebuah bola basket di tangannya. Alfie terus meliriknya dengan sinis.
"Hai," sapa pria itu sesaat duduk tak jauh di sebelahnya.
Alfie tak menjawab. Ia hanya memandangi pria itu dengan sinis. Pria itu sesaat termangu melihat sikap Alfie yang terkesan angkuh dan dingin.
"Aku Shane," kata pria itu memperkenalkan dirinya. Ia mengulurkan jabatannya namun Alfie mengabaikannya. Alfie membuang muka darinya.
"Kau bolos dari kelasmu?" tanya Shane meski Alfie menanggapinya dengan tak acuh.
"Apa ada urusannya denganmu?" Alfie meliriknya sinis.
"Aku juga bolos dari kelasku," kata Shane.
"Itu bukan urusanku." Seketika Alfie kembali membuang muka darinya.
Shane merasa Alfie marah karena tadi ia menjahilinya berpura-pura menjadi seorang guru yang mendapatinya tengah bolos dari kelasnya.
"Maaf."
"Maaf?" heran Alfie melirik dari ekor mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love By Accident (The First)
RomanceTAMAT 23 November s.d 15 Desember 2017✍ [Book 1 of 3] Berawal dari pertemuan yang tak disengaja saat Alfie tengah melewati jam kelasnya dengan menyendiri di aula basket, ia berkenalan dengan seorang siswa bernama Shane yang tak diketahuinya adalah p...