2#LBAS1

1.3K 116 17
                                    

Bibi Anne panik melihat Alfie pulang dengan luka lebam di wajahnya. Wanita itu lantas segera memintanya duduk di dapur untuk diobati. Alfie meringis saat Bibi Anne mengoleskan lebamnya dengan gel luka.

"Aku tahu mereka melakukannya lagi padamu," ujar Bibi Anne menahan kesal.

"Mereka selalu melakukannya," jawab Alfie pelan. Ia mencoba menghindari kontak mata dari wanita itu.

"Besok aku akan ke sekolahmu lagi," tandasnya.

"Tidak perlu, Bibi. Kau hanya akan membuang-buang waktu bertemu dengan kepala sekolahku," sanggah Alfie.

"Kali ini aku akan memintanya agar benar-benar menghukum anak-anak itu." Bibi Anne jengah melihat Alfie kerap dirisak orang-orang di sekolahnya.

"Itu semua akan sia-sia. Kepala sekolah hanya akan memberikan mereka hukuman lalu melepaskan mereka begitu saja."

"Aku bisa saja melaporkan mereka pada pihak berwajib kali ini." Bibi Anne nyaris tak dapat meredam amarahnya. Alfie membuang napas jengah. Ia tak ingin membuat Bibi Anne khawatir dan kerepotan karenanya.

"Tak lama lagi aku akan lulus dan tak akan bertemu dengan mereka lagi," katanya.

"Berhentilah keras kepala. Kau sudah seperti anakku sendiri, Alfie. Orang tuamu menitipkanmu padaku."

"Aku tahu," ucap Alfie merunduk sendu. Keduanya menjadi hening.

"Kemarilah." Bibi Anne mendekati Alfie dan memeluknya. Alfie membalasnya dengan hangat.

"Begitu kau lulus, kita akan mencari sekolah yang lebih baik untukmu." Bibi Anne memerhatikan Alfie dengan senyum. Alfie mengangguk membalas senyumnya.

"Tapi, apa Bibi tahu di sekolah tadi saat mereka mencoba merisakku, ada seseorang yang datang menyelamatkanku," ujar Alfie setelahnya.

"Benarkah?" Bibi Anne amat penasaran. Tak biasanya Alfie menceritakan ada seseorang yang membantunya saat dirisak.

"Namanya Shane. Kami tak sengaja berkenalan saat aku bolos dari kelasku ke aula basket."

"Kau bolos dari kelasmu?" Bibi Anne mendelik.

"Aku terpaksa melakukannya karena mereka tak berhenti menggangguku," terang Alfie bersungut-sungut.

Bibi Anne berdecak. "Anak-anak itu ...."

"Kemudian ia dipukuli sampai babak belur karena mencoba menolongku," ujar Alfie merasa bersalah bila mengingat kejadian itu.

"Astaga ... mereka memang keterlaluan. Apa dia baik-baik saja sekarang?" Bibi Anne turut khawatir.

"Aku mencoba mengobati lukanya sebelum kami kembali ke kelas," kata Alfie.

"Sepertinya ia anak yang baik. Ia baru mengenalmu tapi sudah berani mempertaruhkan dirinya untuk membelamu sampai babak belur."

"Aku juga melihatnya begitu." Alfie tersenyum.

"Aku senang mengetahui ada seseorang yang peduli denganmu di luar sana. Semoga kalian bisa berteman dengan baik." Rasa khawatir yang Bibi Anne rasakan perlahan memudar.

"Kuharap begitu." Alfie tersenyum-senyum. Ia terus memikirkan kejadian itu. Ia teringat saat Shane berbaring di pangkuannya selagi ia mengobat luka di wajahnya.

Di keesokan harinya, saat jam sekolah usai, Alfie melihat Shane berdiri di depan sekolah bersama dengan teman-temannya. Ia sengaja untuk melewatinya begitu saja namun yang mendapatinya lantas menyapanya.

"Hei, Alfie." Shane melangkah mendekatinya. Alfie menghentikan langkahnya begitu mendengar suara Shane.

"Hai," Alfie menyapanya canggung begitu Shane berdiri di sebelahnya.

Love By Accident (The First)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang