23#LBAS1

2.5K 313 15
                                    

Shane berjalan di antara ratusan kerumunan orang yang berlalu lalang dipedestrian. Ia berjalan seorang diri tanpa arah. Namun tiba-tiba ia berdiri terpaku melihat Alfie yang berjalan menuju ke arahnya. Alfie terlihat seperti baru saja pulang dari sekolahnya.

Shane tersenyum begitu Alfie semakin mendekati dirinya.

"Alfie.." panggil Shane begitu Alfie berada dihadapannya.

Namun aneh bagi Shane melihat Alfie terus berlalu tanpa menghiraukannya.

"Alfie!" seru Shane memanggilnya kembali.

Alfie berhenti dan perlahan menoleh kebelakang. Ia seperti mendengar suara seseorang memanggil namanya namun tak tau dari mana suara tersebut berasal. Alfie pun kembali melanjutkan perjalanannya.

"Alfie!" seru Shane lagi. Namun kali ini Alfie kembali tak menghiraukan panggilan tersebut.

Saat dirinya ingin mengejar Alfie. Rasa lemas langsung terasa disekujur tubuhnya hingga ia ambruk ke badan jalan.

"Alfie..." pandangannya terlihat mulai kabur melihat Alfie yang semakin menjauh.

Shane perlahan tersadar dengan kepala yang terasa agak pusing. Tubuhnya masih terasa lemas karena efek obat penenang yang masih tersisa.

"Ngghhh..." Shane melihat dirinya yang sedang terbaring diatas ranjang.

Suara kicauan burung dan cahaya matahari menembus kaca jendela kamarnya setelah seseorang membuka tirai jendela tersebut.

"Selamat pagi, tuan muda" sapa seorang pelayan padanya.

Kemudian Shane merasa jika kedua tangannya seperti terikat sesuatu. Tak hanya tangannya. Kedua kakinya juga tengah terikat oleh tali yang sangat kuat.

"H-hei! Siapa yang berani mengikatku seperti ini?!" marah Shane pada pelayan wanita yang berdiri didekat ranjangnya.

"M-maafkan aku, tuan muda. Nyonya besar yang menyuruh kami melakukannya" pelayan wanita itu tampak sedikit merundukkan wajahnya.

"Beraninya kalian! Lepaskan aku!" Shane kembali mengamuk. Namun pelayan tersebut memilih untuk keluar dari dalam kamar Shane. "Hei! mau kemana kau?! Lepaskan ikatan sialan ini!" maki Shane namun tak dihiraukan oleh pelayan tersebut yang menutup pintu kamarnya.

"Argghhh!!!" teriak Shane yang frustasi.

°°°°°°°°°°°°

Dylan tengah bersama Benny, Ryan, dan ramsey. Mereka berjalan menuju ke ruang rawat Alfie. Keempatnya ingin menjenguk Alfie. Terlebih dengan ketiga sobat Alfie yang sama sekali baru mengetahui kabar Alfie tengah dirawat dirumah sakit.

Dylan mengetuk pintu ruang rawat Alfie. Tak lama kemudian, bibi Anne membukakan pintu untuk mereka.

"Hai, bibi. Bagaimana kabarmu? Dan bagaimana dengan kondisi Alfie?" tanya Dylan begitu bibi Anne melihat keempatnya. Bibi Anne sudah pernah bertemu dengan Benny, Ryan dan Ramsey saat diperayaan ulang tahun Alfie setahun yang lalu.

"Masuklah" sambut bibi Anne dengan ramah.

Teman-teman Alfie pun melangkah masuk kedalam.

"Kabarku baik. Hanya saja aku masih mencemaskan Alfie yang dalam keadaan koma" ujar bibi Anne menjawab pertanyaan Dylan tadi.

"A-Alfie koma?" tanya Benny tak percaya.

Bibi Anne mengangguk dengan raut wajah sedih.

"Benturan kepalanya terlalu keras hingga membuatnya seperti ini" ujar bibi Anne terdengar sendu.

"Bagaimana semua ini bisa terjadi?" tanya Ryan.

Ramsey tengah meletakkan plastik-plastik berisikan buah-buahan diatas meja. Kemudian ia bergabung bersama teman-temannya.

"Shane. Pria itu yang mencelakai Alfie" ujar Dylan.

"Shane?" Benny tak percaya dengan apa yang dikatakan Dylan barusan. Tak terkecuali Ryan dan Ramsey.

"Ya, dia lah orangnya" ujar Dylan meyakinkan ketiganya.

"Aku benar-benar tak menyangka ia melakukan itu" ujar Benny yang masih tak percaya.

"Memangnya, Shane melakukan apa padanya?" tanya Ramsey pada Dylan.

"Entahlah, sepertinya saat aku dan Alfie tengah menikmati ice cream disebuah toko ice cream. Kami tak menyadari jika pria itu tengah berada ditempat yang sama dengan kami. Lalu Alfie izin sebentar ke toilet dan setelah itu semua ini terjadi. Shane membawa Alfie dengan kondisi tak sadarkan diri dalam gendongannya" Dylan menceritakan kejadian kemarin pada teman-teman Alfie itu.

"Aku bisa saja menuntut anak itu dan memasukkannya kedalam penjara. Hanya saja aku masih memiliki belas kasihan padanya" timpal bibi Anne yang sekarang membenci Shane.

"Tenang, bibi. Begitu aku bertemu dengannya, akan aku habisi ia hingga babak belur" Ryan turut merasakan perasaan yang sama seperti bibi Anne terhadap Shane. Ryan memandangi Alfie yang tengah tak sadarkan diri. Alat bantu pernapasan terpasang diwajah Alfie.

"Bisakah aku meminta tolong pada kalian?" tanya bibi Anne pada keempatnya.

"Apapun itu, bibi" jawab Benny.

"Apakah kalian mau bergantian menjaga Alfie saat aku sedang bekerja?" pinta bibi Anne.

"Tentu saja, bibi. Kami akan bergantian menjaganya hingga Alfie kembali tersadar. Aku ingin ia tau jika aku, Benny dan Ramsey peduli terhadap sobat kami, Alfie" ujar Ryan tanpa ada rasa berat hati.

Bibi Anne tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Ryan . Dan juga teman-teman Alfie yang bersedia menjaga keponakannya.

"Bangunlah, Alfie. Kami ingin mendengar suara nyanyianmu" ujar Ryan lagi.

...........

Sudah hampir dua minggu berlalu. Kondisi psikis Shane saat ini mulai membaik. Ia sudah tak lagi bersikap agresif dan anarkis seperti beberapa hari yang lalu. Namun dirinya belum bisa menemui Alfie karena dirinya masih saja dihalangi oleh ibundanya.

Ia dilarang berangkat ke sekolah dan menjalani home schooling dirumahnya. Ia selalu mencari cara agar bisa keluar dari dalam rumahnya.

Sebenarnya, Shane pun tak tau apakah Alfie sudah tersadar atau belum. Apakah Alfie masih berada dirumah sakit, Shane pun tak tau. Karena sama sekali tak ada kabar mengenai Alfie padanya. Ia tak bisa menghubungi ponsel Alfie karena nomornya tak dapat melakukan panggilan ke nomor Alfie.

"Tuan muda, guru Michael sudah datang" ujar seorang pelayan yang memberitahu kedatangan guru home schooling Shane padanya.

"Haruskah ia datang setiap hari? Ini menyebalkan!" protes Shane namun ia langsung mengambil buku-bukunya dan turun kebawah.

Pelayan tersebut memberi jalan pada Shane saat tuan mudanya itu berlalu dihadapannya.

"Hai, Shane. Apa kabarmu?" sapa guru Michael begitu Shane duduk diatas kursi meja belajarnya yang ibundanya sediakan diruang keluarga.

Shane hanya memutar malas kedua matanya.

"Tak perlu berbasa-basi. Aku ingin pelajaranmu ini cepat berlalu" ujar Shane yang terdengar tak sopan.

Guru Michael pun berusaha mengerti dan memahami Shane. Anak muda sepertinya memiliki rasa emosi yang mudah bergejolak. Jadi ia hanya tersenyum menanggapi ucapan Shane barusan. Kemudian ia memulai sesi mengajarnya.

Love By Accident (The First)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang