Beberapa bulan kemudian
Setelah menikah dengan Alfie, Shane diberi tanggung jawab oleh ibunya untuk memimpin perusahaan yang didirikan oleh mendiang sang ayah. Saat ini, Shane sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ada setumpuk berkas di mejanya yang harus segera ia selesaikan. Ia harus teliti membaca setiap berkas tersebut sebelum membubuhkan tanda tangannya. Meskipun Shane adalah pemimpin perusaahan itu, tetap saja ibunya-lah yang memiliki kewenangan tertinggi atas pekerjaannya.
Shane selalu ingat dengan tuntutan ibunya yang tak ingin ada kesalahan dalam setiap pekerjaannya. Perusahaan yang didirikan mendiang ayahnya itu sudah tersohor di berbagai bidang. Perusahaan itu selalu menyumbangkan uang maupun menginvestasikan saham di bidang farmasi, industri, properti hingga panggung hiburan. Sebab itu Shane harus bekerja sebaik mungkin untuk menjaga kehormatan perusahaan keluarganya itu.
Di saat yang menyibukkan dirinya itu, Shane mendengar suara ketukan pintu di ruang kerjanya. Tanpa mengalihkan fokusnya, ia menyuruh orang itu masuk. Kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan itu.
"Sepertinya aku berkunjung di saat yang tidak tepat," kata pria itu seraya menghampirinya di meja. Tanpa melihat siapa orang itu, Shane sudah mengenalinya hanya dari suaranya.
"Ada apa, Steve?" tanya Shane.
"Apa itu? Sepertinya kau memang sedang sibuk." Steve penasaran melihat banyak sekali tumpukan berkas di atas meja kerja Shane.
"Hanya beberapa pekerjaan yang harus segera kuselesaikan." Shane menatap berkas di tangannya, membacanya dengan teliti.
"Kau perlu sesuatu?" Shane sekilas melirik Steve di seberangnya.
"Tidak. Aku kemari karena tak banyak pekerjaan di kantorku."
Shane terkekeh renyah tanpa melihat ke arahnya. Steve adalah rekan bisnis dan juga teman akrab Shane di lingkungan kerjanya. Pria itu sering datang ke kantornya hanya untuk sekadar berbincang-bincang atau membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis mereka.
"Kudengar kau baru saja mengambil seluruh aset perusahaan lain," kata Shane.
Steve terkekeh sembari mengeluarkan rokoknya dari dalam saku kemejanya.
"Hanya perusahaan kecil," kata Steve dengan sebatang rokok di mulutnya. Ia menyulut rokok itu dengan pemantik.
"Bagaimana kabar Alfie?" tanya Steve sehabis menghembuskan asap rokok itu.
"Dia baik-baik saja. Ada apa?" Seketika Shane mengalihkan pandangannya pada Steve.
"Tidak ada. Aku hanya bertanya. Ngomong-ngomong, sudah berapa bulan kandungannya?"
"Sebentar lagi memasuki 9 bulan," ujar Shane sembari merapikan beberapa berkas yang telah selesai ia tandatangani.
"Aku tak habis pikir kalau seorang pria bisa hamil layaknya seorang wanita." Steve tampak bertanya-tanya.
"Alfie adalah pria yang istimewa. Ia memiliki sesuatu yang berbeda yang tak dimiliki pria lain," terang Shane sembari mengambil bungkus rokok dari dalam laci meja kerjanya.
"Dan yang terpenting sekarang adalah tak lama lagi aku akan menjadi seorang ayah dari kedua putraku." Shane berbangga diri sembari menyulutkan sebatang rokok di mulutnya.
"Beruntung bagimu menikahi seorang pria yang dapat memberimu keturunan tanpa harus mengadopsi anak orang lain." Steve tersenyum simpul.
Shane sedikit tertawa geli sebagai tanggapannya.
"Apa Alfie memperbolehkanmu merokok?" Steve tahu kalau Alfie melarang Shane untuk meracuni tubuhnya dengan nikotin.
"Aku melakukan ini diam-diam," ujar Shane lalu kembali menghisap batang rokok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love By Accident 2 (The Sequel)
RomanceTAMAT 15 Desember 2017 s.d 26 April 2018✍ [Book 2 of 3] Kesedihan, rasa sakit hingga pengorbanan adalah hal yang harus dihadapi Alfie dan Shane saat memperjuangkan ikatan cinta mereka di masa Ialu. Kini keduanya sudah terikat dalam ikatan suci. Keba...