Chapter 7 : Dazai and I

1.8K 232 61
                                    

KAPAS putih berangsur-angsur berjatuhan dari langit, membawa lembutnya rasa dingin darinya. Aku mengusap lembut gelas putih yang kugunakan untuk meminum coklat panas ini—duduk di atas sofa yabg empuk—ditemani api unggun di sebelah kami.

Aku meletakkan gelas itu setelah menyesapnya untuk kesekian kalinya. Setelah berbicara dan bercanda dengan anak-anak dari panti, kini giliranku berbicara dengan teman lamaku yang sudah kuanggap sebagai kakak.

"Koganei-san, bagaimana keadaannya?" tanyaku dengan nada rendah.

"Anak itu… semakin membuat anak-anak lain takut, aku khawatir dengannya nanti."

Aku menghela nafas singkat. Tak membutuhkan waktu lama setelah berucap seperti itu, aku berdiri dari tempatku dan menunduk sopan pada kakak asuhku.

Aku menaiki tangga dalam panti, menuju ruang seorang gadis dengan ditemani Dazai-san yang terus bersamaku.

"Dazai-san, boleh aku meminta sesuatu?" tangga yang kupijaki berdenyit setelah aku tetiba mendadak berhenti di tengah-tengah. Aku membalik tubuhku dan menghadap Dazai-san langsung. "Anak ini memiliki kemampuan khusus."

Dazai-san bergeming, diam. Dia sepertinya tidak terlalu terkejut karena ucapanku yang aneh. Ya, memang bagi orang-orang seperti kami, mengetahui ada orang yang memiliki kemampuan khusus sepertinya sudah biasa.

"Saat anak ini keluar dari panti, aku ingin dia bekerja di tempatmu."

Hening sesaat. Kemudian aku berbalik dan lanjut melangkah. Namun, langkahku seketika terhenti begitu Dazai-san tiba-tiba saja mengeluarkan suaranya.

"Kenapa kau mengkhawatirkannya?"

Aku mengangkat kepalaku dan kuputar leherku sedikit menoleh ke Dazai-san yang tepat berada di belakangku. Dengan senyuman ramah dan bersahabat, aku berucap, "karena aku tidak ingin ia sepertiku."

Mendengarnya, Dazai-san tersenyum sembari memejamkan matanya singkat. Kami akhirnya melanjutkan langkah kami yang sempat tertunda. Dari atas sini, tepat di jendela di sampingku, salju masih berjatuhan membawa rasa dinginnya.

Tak butuh waktu lama, akhirnya aku sampai di depan pintu putih. Aku mengangkat tanganku dan meletakkan pada knop pintu putih itu kemudian memutarnya. Aku mendorong pintu putih itu dan memasuki ruangan dimana gadis itu berada.

Seorang gadis berambut emas panjang memandangi jendela di luarnya yang mulai dipenuhi salju pada sisi-sisinya. Tubuhnya yang kecil hanya berbalut dress hitam dengan hiasan rambut yang feminim dan manis.

Memang terkesan gotik, tapi aku suka.

Gadis itu mengangkat tangannya—lembutnya dan kecilnya jari-jari gadis itu menyentuh lembut kaca jendela di depannya. Matanya menerawang jauh ke sana, entah apa yang kini dipikirkan gadis manis itu.

"Kin-chan." Gadis kecil itu menoleh dan menatapku yang tersenyum lembut padanya. "Bagaimana kabarmu?"

Matanya membola. Ia  menjauh dari depan kaca di sana dan mendekatiku perlahan, begitu sampai di hadapanku, aku memeluknya seperti adikku sendiri.

Aku mengajaknya untuk duduk di depan meja bundar kecil yang ada di sana. Gadis itu duduk tepat di hadapanku sementara Dazai-san mengikutiku dan duduk di sampingku.

"Kapan Nee-san datang?" ia bertanya antusias.

"Baru saja," jawabku singkat. "Bagaimana dengan kemampuanmu? Ada perkembangan? Kau sudah bisa mengendalikannya?"

Kin-chan—Aihara Kinta, nama gadis itu—menoleh-noleh sembarang arah dan berhenti saat melihatku yang tetap tersenyum, sementara dia sendiri kalap kebingungan karena aku dengan mudahnya mengatakan soal kemampuan.

✅️ [18+] New Year! Broken ❄ Chuuya X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang