Chapter 9 : Psychopath vs Psychopath!

1.6K 236 16
                                    

JADI disinilah aku sekarang, mengendap-endap dalam gudang kargo di pinggiran pelabuhan dengan lautnya yang hampir membeku dan tertutup salju putih tebal.

Pistol sudah siap berada pada genggamanku, kepalaku menyembul keluar dan menatap korban yang dijambak keluar lalu diseret dengan kaki yang terluka parah bahkan hampir tak berbentuk.

Wanita itu dilempar dan kemudian terlungkup. Ponsel yang tadinya masih ia gunakan untuk menghubungi polisi setempat sudah terlempar jauh dari jangkauannya.

Wanita yang berusaha merayap kabur itu meringis-ringis menahan sakit. Namun, tetiba saja pergelangan kakinya diinjak sampai menghasilkan bunyi gertakan yang cukup keras disusul teriakan wanita itu.

"Ma-maafkan aku, aku punya anak di rumah. Ka-kasihani aku...." Wanita itu tersedu-sedu begitu tubuhnya ditendang dan menatap pria psikopat di hadapannya.

Oke, bukan berarti aku ini jahat—bahkan tidak memiliki hati—hanya karena menatap saat-saat terakhir orang itu akan mati.

Sebelumnya, aku juga mendapatkan informasi soal senjata yang kemungkinan yang digunakan psikopat gila ini. Saat kulihat kepala mafiosi saat itu, polanya berbeda dengan foto yang Dazai-san tunjukkan. Tapi sama dengan korban yang harta bendanya tidak dicuri sedikit pun.

Kalau korban Teraoka berpola lebih condong ke dalam dan tampak kecil karena menggunakan palu, justru berbeda dengan yang lainnya yang justru polanya seperti melebar tidak seperti palu.

Makannya bisa kusimpulkan dengan Ranpo-san jikalau pelaku kriminal ini menggunakan bola besi yang cukup kuat. Terlebih kemungkinan beratnya adalah dua kilogram yang selalu dibawa-bawa seakan-akan itu mainannya.

Lalu, alasanku menyebut pria ini psikopat adalah karena dalam beberapa tubuh korban dengan luka kepala melebar—selalu ada bekas sentuhan. Sentuhan yang seolah ia menikmati hasil karyanya yang luar biasa.

"Lalu, kenapa kau bertindak?" mataku membulat kala pria psikopat itu mengeluarkan sesuatu dalam jaketnya yang menutupi seluruh tubuhnya. Yep, sebuah bola besi dengan pegangan tangan di sana. Ukurannya mungkin sekitar dua kali lipat kepalan tangan manusia.

Aku menyeringai begitu mengingat sesuatu. Sesuatu itu, sebuah ide. Saat kusentuh permukaan gudang besi, aku menyalurkan petir biruku sampai membuat lempengan besi besar itu menjadi medan magnet.

Begitu pria itu mengangkat kuat-kuat bola besinya, ia tertarik ke arah gudang besi itu tanpa bisa melepas tangannya. Aku pun segera mengambil tindakan cepat dengan membawa wanita tadi pergi sembari memungut ponselnya.

Dalam waktu yang singkat itu, aku hanya bisa berlari membawa wanita itu dan menyembunyikannya sementara sampai pihak polisi datang.

Begitu kumemasuki gudang kosong yang kupikir cukup aman, aku meletakkan ponsel itu dekat-dekat dengan telingaku—memberitahu keadaan kami dengan singkat, jelas, dan padat. Soal posisi? Aku menyuruh polisi itu melacak ponsel itu melalui GPS.

Aku keluar dengan hati-hati, waspada pada sekitarku yang kupikir bisa saja psikopat gila itu tetiba menyerangku. Jujur, aku tidak ingin melawan psikopat itu, karena aku merasakan sesuatu yang lain dalam dirinya.

"Mitsuketta."

Tubuhku membeku seketika begitu mendengar suara halus bak hantu yang menyelinap. Namun, begitu aku membalik tubuhku karena bisa kurasakan kembali, pria psikopat itu langsung menyerangku sampai membuatku terjatuh dan kurasakan kakiku terkilir (mungkin patah).

Aku meringis kesakitan, begitu aku hendak berdiri kembali pria itu langsung menahan tubuhku dengannya lalu siap melayangkan bola besi yang ada di tangannya itu. Namun, sekali lagi serangannya gagal.

✅️ [18+] New Year! Broken ❄ Chuuya X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang