29

60.4K 2.7K 57
                                    

Kynnan menepati ucapannya kalau ia dan Elena akan kembali ke Jakarta, kini mereka sudah berada di bandara dan siap untuk terbang—dengan tetap dihiasi keheningan seperti biasa. Elena masih tidak bisa menggambarkan perasaannya kali ini, apakah ia harus senang atau malah sebaliknya.

"Elena," Elena yang sedang membantu Kynnan berjalan untuk masuk ke dalam pesawat dihentikan oleh Anita yang memanggil namanya. "Bisa kita bicara sebentar?"

Elena mengangguk tanda ia setuju. Dengan sigap Taylor mengganti posisi Elena untuk membantu Kynnan, sedangkan dirinya berjalan sedikit menjauh dari pesawat untuk berbicara dengan Anita.

"Ada apa Anita?" tanya Elena.

"Ada beberapa hal yang harus kuberitahukan padamu," kata Anita. "Perkembangan kaki Kynnan sudah cukup baik, meski seharusnya ia melakukan terapi hingga minggu depan. Kau harus tetap melatihnya berjalan dan juga serangkaian latihan yang sudah kau ketahui pastinya. Selama perjalanan kalian ini aku anjurkan kau bisa membantunya berjalan agar ia tidak merasa kaku saat kalian tiba nanti."

Anita memberikan sebuah kantong kecil berwarna coklat pada Elena. "Ini adalah obat antibiotik yang dapat kau berikan padanya selama diperjalanan. Kau bisa memberikannya setelah Kynnan selesai makan."

"Bukankah kau ikut kami ke Jakarta?" tanya Elena seraya menerima obat dari Anita.

"Tidak, Elena. Aku dokter pribadi keluarga Orlando di Amerika, sedangkan di Indonesia ada dokter lain yang menanganinya."

"Baiklah, Akan kuberitahukan semua yang kau anjurkan pada keluarga dan orang disekelilingnya agar mereka bisa terus membantu Kynnan melatih kakinya."

"Aku pikir kau yang akan melakukannya?"

Elena menggeleng. "Ada baiknya jika keluarga Kynnan yang mengurusnya hingga sembuh total."

"Tapi kau—"

"Kuharap kita bisa bertemu lagi dilain kesempatan," kata Elena memotong ucapan Anita. "Sampai jumpa."

Elena langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam pesawat yang sudah siap untuk berangkat. Ia duduk di salahsatu kursi penumpang sebelah kanan yang bersebrangan dengan tempat Kynnan duduk. Setelah memastikan semua sabuk pengaman telah terpasang dengan sempurna, Mereka semua siap terbang kembali ke Jakarta.

***

Sudah duabelas jam mereka berada diudara, sudah selama itu pula Elena terus memperhatikan Kynnan meski dibalut dalam ketidakpedulian seperti biasanya. Berbagai macam buah-buahan dihidangkan oleh pramugari yang bertugas. Elena melepas sabuk pengamannya dan duduk dikursi yang berhadapan dengan Kynnan. Matanya tertutup, namun Elena tahu kalau Kynnan tidak benar-benar sedang tidur.

"Kynnan," Panggil Elena, namun tidak ada respon dari Kynnan. "Aku tahu kau tidak tidur."

Kynnan tidak memberikan respon apapun pada Elena. Hal tersebut membuat Elena menatap Kynnan lebih lama. Sebentar lagi ia akan mengetahui semuanya; apa yang sebenarnya terjadi, siapa dirinya sebenarnya, dan bahkan apa yang terus mengganggu pikiran Kynnan hingga ia bisa menjadi seorang pekerja yang tak mengenal waktu dan juga yang membuatnya lupa apa arti tidur yang sebenarnya.

"Kau harus minum obatmu lagi. Ayolah, jangan menyulitkanku." Kata Elena.

Elena tidak ingin memaksa Kynnan. Ia meletakkan satu butir obat diatas piring kecil tepat disebelah piring buahnya. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu."

Baru saja Elena bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba saja Kynnan menggenggam pergelangan tangan Elena yang membuatnya tidak jadi melangkah. "Jangan pergi."

"Aku hanya kembali ke kursiku, bukan ingin melompat keluar." Jawab Elena sembari berusaha melepaskan genggaman tangan Kynnan.

"Jangan bersikap seperti ini padaku," tambah Kynnan. "Tetaplah duduk dihadapanku, agar aku tahu kau tidak pergi dariku."

KylenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang