Jangan lupa vote dan komen ya😊
***
"FAUZAN!!"
Saat Nata membuka pintu rumahnya, ia mendapati Fauzan dengan keadan babak belur sedang tersenyum lebar menunjukkan sudut bibirnya yang luka, sejurus kemudian cowok itu ambruk ke lantai. Sepertinya ke dua tungkainya sudah tak mampu menahan tubuhnya, efek baku hantam beberapa jam yang lalu.
Setelah mendengar peringatan Zidan, bahwa Gery itu ternyata anak dari Hans Farganda, mafia hitam yang kebal dari bui. Secepatnya Fauzan pergi ke rumah Nata. Terseok-seok ia berlari menuju taman kota kembali, mengambil motornya yang terparkir di sana. Beberapa luka yang tadi mengering kembali merembes keluar, karna cowok itu sempat terjatuh dan luka-luka tersebut tergores aspal yang menimbulkan luka baru.
"Ya ampun Zee, lo kenapa?" Nata segera berjongkok, meraup wajah Fauzan agar menatapnya. Mata sayu cowok itu balas menatap manik mata Nata yang memancarkan kekhawatiran.
"Kamu apa kabar? Aku kangen," lirihnya dengan lengkung bibir tetap tersenyum. Rasa rindunya akan Nata sekarang terbalaskan. Ia bisa menatap Nata sepuasnya sekarang.
"Lo udah semaput gini masih aja bilang kangen? Lo gila, ya?" Tetes demi tetes air mata Nata akhirnya tumpah. Bagaimana pun juga keadaan Fauzan benar-benar mengenaskan, Nata tak bisa tak menangis karnanya.
"Jangan nangis," ucap Fauzan lirih. Dengan tangan bergetar Fauzan ingin mengusap air mata Nata. Nata langsung meraih tangan Fauzan lantas menaruhnya di pipinya kemudian digenggamnya erat. "Masih bisa bangun, kan? Gue obatin lo di dalem." Fauzan mengangguk lemah, pelan-pelan ia berusaha bangkit dengan bantuan Nata.
***
Jalan Kenangan No. 44 kediaman Gery Hans berada.
Terparkir tiga mobil range rover dan satu mobil lamborghini veneno tepat di halaman rumahnya. Ia mengernyit heran melihat mobil lamborghini veneno yang tampak asing diapit di antara tiga mobil range rover. Sembari masih melirik mobil tersebut Gery melangkah masuk ke dalam rumahnya sampai tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.
Gery menoleh. "Eh, Mama?" Wanita anggun yang tampak masih muda meskipun telah berkepala empat itu menatap teduh anak satu-satunya lalu didekapnya erat. Gery balas memeluk erat ibunya. Dibenam wajahnya di antara ceruk hangat leher ibunya. Tempat ternyaman yang ia punya.
"Mama kangen," kata Ibunya hangat. Gery tersenyum mengusap lembut telapak tangan Ibunya lalu di kecupnya lama. "Mama, sendiri?" tanyanya. Bella Hans -Ibu Gery- tersenyum sambil mengusap rambut coklat gelap milik Gery. Seketika itu juga Gery menunduk lesu. Ia benci jika Ibunya bersikap seperti ini. Pasti ada orang itu di sini.
"Kamu gak boleh gitu sama Papa kamu, sayang," sahut Bella membawa tangan Gery ke dalam genggamannya. Membut cowok itu mendesah lega walau sebentar. Gery mengangguk lemah lalu menoleh ke bingkai pintu saat pendengarannya menangkap suara langkah kaki mendekat. Ia tersenyum miring mendapati Papanya, Hans Farganda yang balas menatap tajam ke arahnya.
***
Di sofa ruang tengah Nata masih terlelap nyaman dengan bantalan lengan Fauzan yang di peluknya erat. Sebagian rambut menutupi wajahnya, memblokade sinar matahari yang menelisik masuk melalui celah ventilasi. Kening Fauzan berkerut, ia menggeliat risih karna sinar matahari yang sempurna mengenai wajahnya. Perlahan matanya mengerjap-ngerjap terbuka. Terasa ada yang berat di lengan kanannya, seperti ada yang menahan. Di liriknya ke bawah dan mendapati Nata sedang terlelap dengan bantalan lengannya. Terbit lengkung lebar di bibir Fauzan, dengan tangan bebas ia mengusap rambut Nata lembut.
Di lihatnya jam di atas tv menunjukkan pukul enam pagi tepat. Dengan pelan Fauzan menguncang bahu Nata berusaha membuat cewek itu bangun, meskipun setengah hatinya menginginkan waktu berhenti untuk saat ini. Nata agak terusik namun sejurus kemudian ia makin memeluk erat lengan Fauzan. "Nat, bangun! Udah pagi."
"Bentar lagi, Bang," sahut Nata setengah sadar.
"Bang? Berasa jadi suaminya gue dipanggil Abang," sahut Fauzan sembari terkekeh. Padahal Nata refleks, biasanya kan kalau ia telat bangun Genta yang akan membangunkan. Salahkan Fauzan saja yang ke geeran.
"Sayang, bangun," sahut Fauzan lagi.
Nata masih setengah sadar, sekarang ia mulai mengucek matanya pelan. "Tata, bangun."
"Tata? Kok Tata sih Bang," ujar Nata, ia mulai menegakkan badannya dengan mata setengah terpejam."Ini aku Ta," sahut Fauzan, tangannya terulur mengusap pipi Nata. "Hah?" refleks Nata menghempaskan tangan Fauzan dari pipinya membuat cowok itu meringis karna luka gores di lengan Fauzan beradu dengan sofa.
"Sakit, ya?" Dengan wajah pura-pura tersakiti Fauzan mengangguk dan memajukan bibirnya beberapa centi ke depan. "Dih." Nata berdecak pelan sambil memalingkan wajahnya, melihat jam di atas tv.
"Ya ampun kita telat!!"
***
"Zan cepetan makannya!!" Nata berteriak dari lantai dua. Terdengar bunyi grasak-grusuk dari arah kamar Nata, sepertinya cewek itu membanting segala barang yang ada di kamarnya. Fauzan masih mengunyah pelan suapan ke tiganya. Efek adu hantam tadi malam membuat sudut-sudut bibirnya berkedut perih saat nasi goreng itu masuk ke mulutnya.
Baru suapan ke lima, bunyi grasak-grusuk tadi diganti dengan suara gedebak-gedebuk menghujam bumi dari arah undakan tangga. Tergesa-gesa Nata merapikan kerah seragamnya lantas melangkah cepat menuju meja makan. "Zan cepetan dong!" serobot Nata cepat. Ia sudah memasukkan dua suapan ke mulutnya lalu menelannya cepat di bantu dengan susu hangat.
Fauzan tidak melanjutkan sarapannya. Ia lebih tertarik dengan cewek di sampingnya ini. Sekarang ia menopang dagunya memberi perhatian penuh pada Nata. "Pelan-pelan, Nat," sahutnya sembari membersihkan sudut bibir Nata.
"Kita udah telat Zan, cepetan abisin sarapan lo!"
Fauzan menggeleng. "Gue juga gak bakal ke sekolah, kok. Lagian ngeliat lo makan aja udah bikin gue kenyang."
"Uhuk.. Uhuk!!" Nata langsung terbatuk-batuk mendengar perkataan Fauzan, ia mendelik tajam pada cowok itu. Fauzan terkekeh sebentar, lantas segera menyodorkan gelas berisi air pada Nata yang di sambut cewek itu cepat.
"Udah gue bilang. Pelan-pelan, Nat."
"Lo tu...-"
Ting tong!
Ting Tong!
Ting Tong!
Bunyi bel dari pintu depan di tekan cepat tiga kali. Sepertinya orang yang menekan bel benar-benar minta di beri bogem mentah.
"IYA IYA!! BENTAR!!"
Ting Tong!
Ting Tong!
Ting Tong!
"Perasaan gue gak enak Nat, gak usah di buka," ujar Fauzan mencegah pergerakan Nata yang sudah memegang gagang pintu. "Apaan sih Zan, gak ada apa-apa kok," sahut Nata setengah dongkol, ia mengernyit heran dan meskipun tertular rasa takut karena perkataan Fauzan barusan, Nata tetap membuka pintu.
Ceklek
"Dengan Nata Gielz?" Tanya dua orang berbadan besar tepat saat Nata sudah membuka pintu. Ragu, Nata mengangguk. Dicengkramnya erat gagang pintu hendak kembali menutup pintu dengan cepat tapi, dua pria berbadan besar itu lantas mengeluarkan kaleng spray dari dalam jaketnya. Dan menyemprot isi dalam kaleng tersebut ke wajah Nata.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gee or Zee [✔]
Teen Fiction[Cover by : @prlstuvwxyz] Awalnya Nata hanya ingin melupakan, pergi meninggalkan kisah lamanya dengan Fauzan. Berjalan ke depan meskipun harus berkali-kali gagal move on. Pertemuan tak terduga dengan Gery, perhatian yang diberikan cowok itu dan jug...