[44] Menunggu Gery

1K 85 7
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya😊

***

Kurva lebar yang sejak tadi menghias wajah Fauzan sudah cukup jelas menggambarkan perasaan senang yang dirasakan cowok itu. Sederhana sekali memang, saat Nata menariknya mendekat, memeluk lengannya dan merengek padanya. Itu sudah lebih dari cukup membuatnya tersenyum lebar sepanjang sore di buatnya. Dan juga setelah sekian lama ia kembali mendengar Nata mengoceh dan memarahinya sebab kecerobohan yang ia buat dengan meninggalkan ponselnya. "Untung ada aku, kalau gak udah raib nih hp." Gerutuan Nata yang melekat di benaknya kembali terulang, ia terkekeh kecil mengingat bagaimana ekspresi sebal bercampur khawatir cewek itu.

Ia jadi merasa seperti satu-satunya cowok untuk Nata. Seperti dulu. Lagipula danau yang tadi siang ia kunjungi dengan Nata ialah tempat kencan pertama mereka. Entah di sadari oleh Nata atau tidak. Ia sendiri seperti tidak sadar membawa Nata kembali ke sana. Sebab panik melihat cewek itu tersedu dan merengek minta pergi secepat mungkin dari hadapan Gery.

Dan berakhir ia membawa Nata ke danau ini. Ia pikir Nata akan memaki atau setidaknya menanyakan sebab ia membawa nya ke sini, tapi cewek itu hanya diam dengan sisa basah di ke dua pipinya dan segukan kecil yang terdengar. Setelahnya ia bisa merasa lega, sebab cewek itu tampak menikmati pemandangan sekitar danau atau malah mengenang saat-saat mereka bersama dulu seperti yang ia rasa siang tadi. Mungkin saja.

"Bi, biar gue aja yang nyiram tanamannya." Fauzan merebut selang air dari tangan Bi Narti dengan tetap mempertahankan kurva lebar dan satu kedipan mata genit. "Mendingan Bibi ke dalem aja." Lalu ia mulai sibuk menyirami tanaman bonsai dan berbagai jenis bunga di halaman depan rumahnya seraya bersenandung kecil.

Bi Narti hanya menggelengkan kepalanya heran melihat Fauzan tampak senang hari ini hingga mau menolongnya menyiram tanaman. "Mungkin Den Fauzan abis menang lotre," gumam Bi Narti yang masih bisa didengar Fauzan.

"Ini lebih dari lotre Bi!!" seru cowok itu senang.

***

Kalau dihitung, mungkin ini sudah putaran ke dua puluh Nata mengelilingi lantai satu rumahnya. Di mulai dari pintu depan, lalu ruang tamu, ruang tengah, ruang makan, dapur dan pintu belakang lalu kembali ke dapur, ruang makan, ruang tengah, ruang tamu dan pintu depan. Seperti itu berulang kali seraya meremas gemas ke sepuluh jemari tangannya.

Tampak sekali kalau ia sedang resah dan cemas setelah menerima pesan suara dari Gery sepuluh menit lalu. Didengar lebih teliti lagi tiap kalimat yang Gery ucap, Nata merasa saat kalimat terakhir yang cowok itu rekam tampak tergesa dan benar-benar membuat ia resah dan cemas seperti ini. Apalagi cowok itu juga berujar 'baik-baik saja' yang malah membuatnya yakin kalau situasi yang sedang Gery rasakan tidak baik-baik saja.

Ia telah mencoba menghubungi ponsel cowok itu namun tidak aktif. Membuatnya semakin gemas saja kalau ia lupa ponsel bukanlah sesuatu yang bisa di makan mungkin ia sudah menggigiti ponselnya sendiri saking gemasnya.

"Gery gak kenapa-napa kan, ya?" tanyanya pada diri sendiri dan mencoba tenang setelah meraih kaleng soda milik Genta dari kulkas, ia mulai meneguknya seraya duduk di kursi pantry.

"Gimana kalau gue ke rumahnya aja?" Satu usulan yang ia ajukan sendiri membuatnya semangat dan bergegas bangkit berdiri namun, sedetik kemudian ia kembali duduk lesu saat mengingat pesan suara Gery tadi yang menyuruhnya menunggu.

Nata mengangguk. "Oke gue turutin apa kata lo Gee." Ia berjalan ke kulkas mencari sesuatu yang bisa di makan untuk mengalihkan pikirannya dari rasa cemas karna ulah Gery.

Tepat tengah malam ,Nata masih merasa cemas, sibuk berguling-guling di atas kasurnya sendiri tanpa bisa menutup mata. Dan resah sebab Gery sama sekali tak datang. Ini menyebalkan sekali, sungguh. Ia sudah setia menunggu cowok itu di saat setengah mati benci melakukannya tapi, demi Gery ia rela duduk berlama-lama di depan benda kotak bersuara, berwarna, dan bergambar yang bergerak dengan memeluk setoples keripik pisang juga sisa bungkusan snack serta kaleng soda kosong di atas meja.

Untuk pertama kalinya Genta menatap Nata takjub sekaligus heran akan apa yang sedang Nata lakukan. Biasanya gadis itu hanya mengemil buah-buahan semangkuk besar juga segelas susu setelah satu jam makan malam. Ya, kalian tahu sendiri bagaimana porsi makan Nata sudah sebelas dua belas dengan Genta. Meskipun begitu berat badan cewek itu tetap ideal dalam artian ia tetap kurus.

Tapi sekarang tidak biasanya Nata mengunyah keripik pisang dengan sampah bekas makanan juga kaleng soda kosong bertebaran di atas meja. Penampilan cewek itu sangat berantakan dengan wajah tertekuk masam.

Tunggu dulu, benar saja sejak kapan Nata menyukai soda? Selama ia hidup bersama Nata cewek itu hanya mampu menghabiskan setengah kaleng soda dan jujur saja ia merasa aneh melihat cewek itu sekarang sudah menghabiskan tiga kaleng soda.

Ia berdecak pelan lalu membawa kantung sampah dari dapur dan memasukkan sampah bekas makanan dan kaleng soda kosong ke dalamnya. Ia menghela pelan, mengusap tengkuk dengan rasa aneh yang menjalar, ikut duduk di samping Nata.

"Dek," panggilnya pelan meraih toples keripik pisang yang sudah sisa setengah lalu meletakkan nya di meja. Ia melirik pada jam dinding tepat di atas tv lalu kembali berujar. "Udah malem tidur gih, gak baik loh tidur kemaleman."

Nata menghela pelan, ia balas menggeleng dan bilang tidak mau sebab ada suatu hal penting yang sedang ia tunggu. Tapi, Genta tetap lah Genta. Dengan berbagai cara akhirnya Nata pasrah di gendong paksa oleh Genta dan berakhir berguling-guling di atas kasur sampai tengah malam dengan mata seratus persen terjaga tanpa kantuk.

Getar ponsel di atas nakas membuat Nata segera bangkit, duduk manis di pinggir kasur dengan mata lebar melihat siapa yang menelponnya di tengah malam begini. Tertera nama Gery di layar.

"Halo Gee."

"Keluar gih, aku di balkon kamar kamu."

Segera ia melangkah cepat menuju pintu balkon dan merasa terkejut luar biasa mendapati Gery benar-benar ada di sana. "Loh, Gery?"

***

Gee or Zee [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang