Jangan lupa vote dan komen ya😊
***
"Di mana Nata, Pa?" sentak Gery kasar dengan bantingan pintu. Cowok itu terburu-buru mendekati Hans Farganda yang sedang di ruang makan bersama istrinya Bella Hans. Sepertinya mereka berdua sedang makan siang. Hans hanya menatap sekilas anaknya itu lalu dengan acuh kembali memasukkan sesendok makanan ke mulutnya.
"Pa jawab! Aku serius!" bentaknya kasar. Gery mengepalkan tangan kuat menahan amarah melihat sikap acuh Papanya. "Pa! Papa mau apa lagi, sih? Jangan ambil orang yang aku sayang lagi. Gery capek Pa," lirihnya. Cowok itu bahkan sampai terduduk dengan mata berkaca-kaca. "Nata, satu-satunya yang Gery punya. Bebasin dia Pa. Aku mohon." Kini cowok itu sudah terisak saking takutnya kehilangan Nata.
Bella Hans, Mamanya mendekat meraih Gery dan membawa ke dalam dekapannya. "Pa, berhenti sakitin anak kamu. Ini Gery Pa, anak kamu sendiri," ucap Bella yang juga mulai menangis. Tak tega melihat anaknya terpuruk dan terisak seperti ini. Air muka Hans tampak keruh. Ditatapnya lama Gery di dalam dekapan Bella.
"Maaf, Papa gak bisa. Papa harus terusin bisnis Kakek kamu ini. Kalau kamu mau ikut dengan Papa. Papa bakal bebasin pacar kamu itu. Tapi, kalau enggak. Papa gak jamin dia bisa bernapas kurang dari 48 jam dari sekarang." Tukas Hans lalu ia bangkit dan berlalu pergi bersama beberapa orang berbadan besar, anak buahnya. Menghilang dengan tiga mobil Range Rover yang terparkir rapi di halaman sejak semalam.
"Ma, Gery harus apa?" tanyanya lirih menatap ke dalam iris coklat gelap Bella. Bella bangkit berdiri seraya membawa Gery ikut bersamanya. Lalu berjalan ke arah ruangan di sebelah kamar utama yang sering dimasuki Hans ketika pria itu di rumah.
***
Keadaan hening, hanya terdengar suara bising nyamuk yang berkeliaran di tengah gelapnya ruangan kotor yang berisikan sepasang remaja saling terikat. Selarik cahaya bulan masuk melalui celah jendela kecil yang terbuka dekat langit-langit ruangan. Memberi sedikit penerangan ke dalam ruangan gelap. Nata masih berusaha menggunting tali yang mengikatnya dan Fauzan. Tali itu sulit diputus karena sangat tebal. Bahkan rasa-rasanya gunting itu hendak patah saja. Inginnya Nata menyerah, namun setelah mendengar hela napas Fauzan ia kembali semangat lagi.
"Dikit lagi," ujar Nata menyemangati dirinya sendiri.
"Ngapain Ta?" tanya Fauzan serak dengan suara yang ingin membuat Nata menangis saja. Nata tak menjawab, karna di rasa tali itu mulai terputus.
"Diem dulu Zan dan dengerin." Fauzan menurut, ia diam dan terdengar suara srek srek beberapa kali. Entah harus merasa seperti apa tapi ia berharap kalau bunyi itu adalah suara tali yang diputus dengan gunting.
Sepuluh menit berlalu, Nata sudah bisa melepaskan tali yang mengikat tangannya. Lalu ia membantu Fauzan juga sembari menangis bahagia. Fauzan tersenyum lebar lalu setelah merasa darah kembali mengaliri tangannya, ia ditarik masuk ke dalam dekapan hangat. Nata memeluknya erat. "Makasih lo ada di sini Zan."
Ia mereganggkan pelukannya dengan Nata, lalu menangkupkan tangan di wajah gadis itu. Ia mengusap lembut pipi Nata yang basah dengan ibu jarinya. Mereka saling tatap untuk beberapa saat, hingga Nata rasa Fauzan mengecup keningnya. Rasanya hangat dan Nata tak ingin cowok itu menghentikan apa yang sedang ia lakukan.
Tak lama mereka kembali saling tatap. "Udah lama gue gak liat lo sedekat ini Ta." Ibu jarinya turun dan mengusap hati-hati belah bibir Nata. Ia berucap lirih. "Boleh?"
Ia ragu kalau Nata akan menjawab iya, namun sebelum ia menghilangkan fikirannya Nata sudah menganggukkan kepala.
***
Diluar sana orang-orang berbadan besar mulai melaksanakan tugas mereka. Menggotong berdrum-drum minyak dan menyiramnya di sekeliling gedung kosong itu hingga seluruh dindingnya basah kuyup seperti habus diguyur hujan. Puntung rokok bekas hisap yang dilempar dan jatuh tepat pada genangan minyak di dinding membuat api perlahan menjalar dan melahap apa saja di dekatnya. Untuk beberapa saat mereka melihat kobaran api itu dan menelpon untuk memberitahu kalau tugas mereka telah selesai.
Di salah satu ruangan di dalam gedung yang terletak paling sudut terdengar bunyi gedebak-gedebuk kayu dan grasak-grusuk ribut. "Zan, pelan-pelan dong! Nanti kedengeran sama mereka," ucap Nata takut melihat Fauzan masih asik menumpuk beberapa kayu bekas perabotan agar bisa di gunakan untuk menggapai kunci di atas sana. Guratan merah dan darah yang keluar karna bekas luka baru dan luka kemarin yang belum sembuh di kedua tangan Fauzan tak menghalangi cowok itu, bahkan ia tak menggubris sama sekali hanya saja Nata menatap jerih ke arahnya. "Ta kita harus cepet!"
"Nah, udah. Lo yang naik ya. Gue pegangin." Cowok itu tersenyum puas setelah menyusun kayu yang sekiranya bisa menopang tubuh Nata untuk mengambil kunci sambil menepuk-nepuk tangannya yang terkena debu. Nata lantas bersiap-siap. Lalu mulai menjejakkan kakinya di kayu paling atas dengan bantuan Fauzan. Hingga ia sudah bisa mencapai ventilasi di atas pintu di mana kunci itu tergantung di sana.
Nata sempat melirik ke kanan dan ke kiri keadaan di luar yang gelap, ia berusaha untuk bisa melihat dengan melebarkan matanya. Namun, tiba-tiba matanya perih. Ia langsung meraih kunci dan turun perlahan dengan rasa takut yang lebih menusuk. "Ada asap Zan," ujarnya lirih.
***
Mampir di one shootstory aku yuk
Ada sequel yang bakal aku publish minggu depan, ayok dibaca dulu👍
KAMU SEDANG MEMBACA
Gee or Zee [✔]
Novela Juvenil[Cover by : @prlstuvwxyz] Awalnya Nata hanya ingin melupakan, pergi meninggalkan kisah lamanya dengan Fauzan. Berjalan ke depan meskipun harus berkali-kali gagal move on. Pertemuan tak terduga dengan Gery, perhatian yang diberikan cowok itu dan jug...