[42] Kabur Dari Gery

803 63 5
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya😊

***

Terik matahari membakar kulit siang ini membuat keringat membasahi tubuh bahkan semilir angin belum mampu menghilangkan gerah. Nata dengan waspada menatap sekelilingnya, mengusap dada berharap sesak hilang sebab berlari dari tangga lantai satu sampai lantai tiga. Ia kabur dari Gery lebih tepatnya menghindari cercaan permintaan maaf dari cowok itu.

Mengusap peluh di dahi dengan punggung tangan serta merosot duduk di keramik koridor ujung lantai tiga yang sepi setelah merasa situasi sudah aman. Tak ada Gery di sini juga tanda-tanda kehadiran teman-teman Gery yang sedari tadi mencarinya. Nata sudah seperti buronan yang di kejar-kejar polisi saja. Menyebalkan sekali, Gery bahkan mengerahkan teman-temannya untuk mencari dirinya di sepenjuru sekolah, karenanya ia tak bisa makan siang dengan tenang di kantin.

"Nata? Ngapain di sini?" Fauzan mendapati Nata yang sedang duduk berlutut di ujung koridor lantai tiga, ia baru saja dari rooftop bersama teman-temannya, kemudian berjalan mendekati Nata setelah menyuruh teman-temannya pergi terlebih dahulu.

Nata memberi intruksi untuk diam dengan menempelkan jari telunjuk di depan bibir saat ia melihat Fauzan berjalan mendekat dan menyuruh cowok itu agar bergegas. "Diem! Jangan banyak nanya." Ia mengamit lengan Fauzan agar lebih dekat dengannya lalu menutup mulut cowok itu.

Nata memasang telinga baik-baik selagi melirik koridor di balik dinding tempatnya berlindung sekarang. Tepat sesuai perkiraannya, di ujung sana pada undakan tangga, Gery dan juga dua temannya berjalan mendekat dengan kepala menatap kanan dan kiri mencari sosok dirinya.

Oh, ini tidak baik!

"Zee, Gery ke sini. Bantuin aku sembunyi. Please!!"

Sedari tadi yang Fauzan rasa hanya detak jantung nya berdetak tak normal dan buncah rasa senang di dada. Bagaimana bisa Nata memeluk lengannya dan mereka duduk sedekat ini di sudut koridor yang sepi hanya berdua? Apa cewek itu tau ia merasa gugup dan bahagia dalam satu waktu hanya karna ini? Huh, sepertinya tidak, cewek itu tampak gelisah sekarang sembari menoleh berkali-kali ke belakang. Ia jadi bingung sendiri, tapi tak apa selagi lengannya dipeluk Nata dan ia bisa duduk sedekat ini dengan cewek itu mau sepenasaran apapun ia akan pasrah.

Tapi, posisi ini sungguh membuat orang salah paham bila sekali lihat. Bila guru BK yang biasanya berkeliling mengecek situasi sekolah lewat dan mendapati ia dan Nata sedang dalam posisi seperti ini, bisa dipastikan ia dan Nata akan dicecar habis-habisan karna telah berbuat tidak senonoh di sekolah.

"Zee, tolongin aku." Sekali lagi Nata merengek, mengguncang lengan Fauzan kuat.

Seakan baru sadar, Fauzan bergegas bangkit menarik pelan Nata dan segera membawa cewek itu menaiki tangga menuju rooftop sekolah. Setelahnya ia mengunci pintu rooftop dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa.

"Kok kamu bisa punya kuncinya?" tanya Nata heran.

Dengan santai, Fauzan menyakukan kunci kembali lalu mengedikkan bahu acuh. "Kamu kayak gak tau aku aja deh Ta," ujarnya dengan senyum pongah.

Nata berdecih lalu terkekeh geli. Ia kembali ingat bagaimana nakalnya Fauzan yang sudah melekat sedari dulu. Pasti ia mencuri kunci rooftop dari penjaga sekolah lalu menggandakannya. Dasar!

"Di sekolah ini, yang punya kunci rooftop cuma kamu sama penjaga sekolah doang kan?" tanya Nata cemas seraya melirik pintu rooftop berkali-kali.

Fauzan mengangguk mengiyakan. "Kamu aman di sini, emangnya kenapa kok kamu ngehindar gitu dari Gery? Ada masalah? Atau dia jahatin kamu lagi? Bilang ke aku! Kenapa? Ada apa?"

Nata merotasikan irisnya pelan. Kebiasan Fauzan merundungnya dengan banyak pertanyaan benar-benar membuatnya semakin lelah. Ia menghela napas panjang terlebih dahulu sebelum membalas. "Zee kebiasaan deh, nanya satu satu bisa kan?" Ia berjalan menuju salah satu kursi di sana lalu duduk dan bersandar seraya melipat tangan di dada.

Fauzan meringis, sudah menjadi kebiasaannya seperti itu bila khawatir akan Nata, benar-benar kebiasaan yang susah diubah apalagi ini menyangkut Nata.

Nata duduk sambil memejamkan mata, merasakan angin sepoi-sepoi menghilangkan rasa gerahnya. Bisa ia rasa suara kursi diseret mendekat ke arahnya lalu tangan Fauzan yang membelai lembut puncak kepalanya.

"Maaf, aku gak bisa ngilangin kebiasan itu kalo udah khawatir sama kamu kayak gini. Ada apa Ta? Jangan bikin aku takut. Kamu ada masalah sama Gery?"

Sudah keberapa kali ya Fauzan mengucapkan nama Gery di depannya. Uh, memuakkan sekali.

"Gak ada apa-apa, aku cuman lagi males ketemu sama dia." Ia mengerucutkan bibir kesal lalu melanjutkan. "Buat hari ini, aku mohon kamu jangan sebut nama dia lagi!" titahnya, menatap Fauzan sekilas lalu berjalan menuju tembok pembatas rooftop dan melirik ke bawah di mana bisa ia lihat Gery bersama teman-teman cowok itu masih berkeliling sekolah mencari dirinya.

Sebenarnya Fauzan ingin mengajukan pertanyaan lagi, karna jawaban yang Nata beri benar-benar membuatnya bingung. Kenapa perempuan selalu menjawab 'gak papa' di saat ia penasaran setengah mati seperti ini. Benar-benar membunuhnya.

Namun, ia berfikir kembali. Dari sisi positif untuk dirinya sendiri. Nata sedang malas bertemu Gery yang alasannya mengapa dan kenapa ia tak tahu sama sekali dan dampak positifnya adalah ia bisa bersama Nata sehari penuh tanpa ada yang mengekang apa lagi mengambil Nata darinya. Bagus sekali.

"Zee," ucap Nata lirih. Ia menoleh kesamping melihat Fauzan juga menoleh ke arahnya. Ia cengengesan sebentar sebelum berucap. "Aku laper."

Satu detik,

Dua detik,

Tiga detik,

"Huahahahaha!" Fauzan tergelak lepas, entah apa yang cowok itu tertawakan Nata sama sekali tak mengerti dan peduli. Sekali lagi ia melirik ke bawah, Gery dan teman-temannya sudah tak nampak lagi. Ini kesempatan bagus untuk pergi, kalau ke kantin itu sama saja cari mati. Oleh karenanya, ia segera menarik Fauzan kembali menuruni tangga, terus sampai lantai bawah lalu keluar sekolah melalui pintu belakang. Tak apalah sekali-kali bolos, pikirnya begitu.

Fauzan masih terkekeh geli di sampingnya, kekehannya benar-benar membuat kesal. "Apa sih Zee ketawa terus!"

"Lucu aja gitu denger kamu ngomong laper," ucapnya lalu mencubit gemas ke dua belah pipi Nata. "Ayo kita makan, kamu mau makan di mana?"

Nata terdiam sebentar, berpikir sejenak. Kalau makan di luar bisa di pastikan Gery dan teman-temannya tak ada. "Terserah, yang penting gak di kantin, ayo cepet!" Ia sekali lagi entah tau atau tidak peduli memeluk lengan Fauzan erat menyeret cowok itu ke salah satu restoran cepat saji di belakang sekolah.

Oke, ini menyenangkan. Fauzan rasa ia kembali menjadi sosok yang paling Nata sayangi lagi, sepertinya sebab sedari tadi cewek itu selalu memeluk lengannya erat. Ini bagus sekali, sungguh.

Tapi, cewek itu mungkin saking laparnya tak memerhatikan hal lain selain restoran cepat saji yang berada dua puluh langkah di depannya. Fauzan mulai gugup sendiri, sengaja merapatkan Nata dengannya lalu menggenggam erat satu tangan cewek itu saat satu rombongan yang terdiri dari delapan orang jalan mendekat.

Sekitar lima langkah lagi menuju pintu restoran cepat saji, Nata tersentak ke belakang dan Fauzan refleks menarik cewek itu ke balik punggungnya saat di detik itu juga Gery beserta teman-temannya menghadang mereka.

"Mau apa lo?" sentak Fauzan cepat serta memastikan keadaan baik-baik saja pada Nata.

Gery berdecak pelan, cowok itu sama sekali tak peduli akan Fauzan yang berseru agar menjauhi Nata. Tatapannya nyalang membalas cowok itu sinis, namun berubah sendu dalam hitungan detik saat melihat Nata mencengkram erat ujung baju Fauzan, seakan cewek itu menginginkan perlindungan lebih dari Fauzan bukan darinya.

Gery meneguk saliva susah payah, Nata sama sekali tak membalas tatapannya. Ini buruk, buruk sekali. "Gue gak ada urusan sama sekali sama lo!" balas Gery sengit. Ia memiringkan kepala menatap Nata yang sedari tadi menghindari tatapannya.

"Nat, please kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya."

***

Gee or Zee [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang