Jangan lupa vote dan komen ya😊
***
"Kamu tega!" Setelah pekikan dari Dina menguap seraya langkah kaki membawanya meninggalkan kediaman gadis itu, Gery merasa sedikit lebih lega. Satu masalahnya sudah usai, meskipun ia tau bagi Dina tidak akan pernah selesai dan ia berharap gadis itu bisa lebih dewasa dalam menyikapi masalah ini.
Satu masalah lagi dan tiba-tiba saja dadanya sesak kembali. Mungkin ini yang disebut sebagai hari tersial. Gery merutuki diri sebab kemarin mengiyakan saja permintaan Mamanya mengantar Dina pulang saat lagi-lagi gadis itu berkunjung ke rumahnya. Apalagi ia melupakan begitu saja janjinya untuk bertemu Nata, padahal ia sendiri yang membuat janji malah ia yang mengingkari. Benar-benar bodoh.
Dan lihat sekarang, akibat dari perbuatannya sendiri. Nata tak ingin berbicara padanya, menghindar bahkan ia harus mengerahkan semua teman-temannya mencari gadis itu ke seluruh penjuru sekolah.
Sekian kali kesialannya lagi dengan jelas ia melihat Nata bersama Fauzan, menghindarinya dan bahkan enggan untuk berkomentar atas apa yang telah cewek itu lakukan. Sudah jelas status hubungan mereka adalah 'mantan pacar' dan pacarnya yang sah adalah dirinya sendiri, Gery Hans.
Ah sudahlah. Ia mendesah berat, mengacak-acak rambutnya kasar dan mengerang frustrasi sembari meraih ponsel di atas dashboard mobilnya. "Nat, aku mohon dengerin penjelasan aku dulu," ia berujar lirih. Menahan sakit di kepala yang semakin menjadi ia melanjutkan. "Kemaren kamu salah paham sayang. Maaf, kemaren aku bener-bener lupa dan gak ada alasan lain. Jadi, jangan ngehindar lagi, jangan pergi sama dia lagi Nat, aku mohon dengerin penjelasan aku." Ia berdeham sebentar karna tiba-tiba saja ia merasa takut luar biasa.
Sekali lagi ia melirik kediaman Dina dari sisi kiri kaca mobilnya, tak ada lagi pekikan gadis itu dan Gery rasa semuanya sudah aman tapi entah kenapa rasa takut itu melesak cepat membuat sesaknya menjadi-jadi. Ia berdeham sekali lagi sebelum melanjutkan. "Nat, jangan pergi aku mohon. Aku sayang kamu. Percaya sama aku."
Satu pekikan panjang dari dalam rumah Dina membuat Gery kehilangan kata-katanya. Detak jantung cowok itu bertalu-talu. Segera ia melanjutkan kalimat dengan cepat. "Sayang, setelah kamu denger pesan ini. Aku mohon sama kamu jangan kemana-mana, ya. Oke, semuanya baik-baik aja kok. Aku janji abis ini langsung ke rumah kamu. Tunggu aku." Dengan tangan bergetar hebat, ia mengirim pesan suara tersebut. Langsung menyakukan ponselnya dan terburu-buru membuka pintu mobil.
Dari jauh suara sirine ambulans meraung-raung kencang. Tanpa ragu lagi Gery segera melesak masuk. Pintu terbuka lebar, penjaga rumah Dina membopong gadis itu keluar. Suara isak tangis Tante Elma -Mama Dina- membuat Gery membeku. Gadis itu tak sadarkan diri dengan luka di kepala dan juga lubang hidung yang terus mengeluarkan darah.
Gery tak tahu apa yang telah terjadi pada Dina setelah ia berbicara pada gadis itu. Namun, kenyataan menghantam benaknya tanpa ampun. Semua ini salah dirinya.
***
Fauzan mengerucutkan bibir lucu dengan ke dua pipi mengembung. Yang sukses membuat Nata tergelak.
"Jelek tau gak," cibir Nata masih tergelak sembari menarik gemas ke dua pipi Fauzan yang mengembung.
"Biarin, yang penting lucu." Ia meringis sebentar lalu meraih ke dua tangan Nata yang masih menarik-narik ke dua pipinya. Ia kecup pelan lalu menggenggamnya erat. "Ta, gimana kalau kita sama-sama lagi?"
Nata tercenung, balas menatap lurus ke dalam iris Fauzan. Tiba-tiba saja ia bisu di detik itu juga. Tergagap hendak membalas perkataan cowok itu. Dengan ragu ia menunduk, menarik tangannya menjauh dan mulai menyusun tiap kata. "Bisa gak, kita gak ngomongin ini dulu."
Takut-takut ia mendongak, bisa ia lihat sepersekon berjalan lambat. Bagaimana tatapan redup Fauzan, lalu tawa canggung cowok itu. Dan juga ia sendiri yang merasa bersalah akan semua ini.
"Sorry."
Ia mengernyit bingung. "Kenapa?"
Dengan kening mengernyit tak kalah bingung Nata menjawab. "Eh, eum itu buat yang tadi. Iya yang tadi." Ia merutuki diri kenapa bisa mengucapkan 'maaf' begitu saja, dengan kikuk ia menggaruk belakang kepalanya lalu terkekeh pelan.
Awalnya Fauzan tak mengerti namun ia lebih memilih mengangguk antusias. Toh, dilihat dari manapun ia menang dari Gery, tentu saja ia pantas merasa senang kali ini. "Gak papa kok, malah aku seneng." Ia berkedip genit seraya memasang senyum lebar.
Untuk kali ini Nata sungguh bersyukur, perubahan mood yang tiba-tiba pada Fauzan menguntungkannya kali ini. Setidaknya cowok itu tak menanyakan hal tadi. Sungguh ia tidak tau akan merespon seperti apa jika Fauzan kembali menanyakan hal tersebut.
Riak air danau sebab kerikil kecil yang Fauzan lempar serta suara gesekan dedaunan membuat pikirannya tenang. Ia menarik kuat-kuat udara sejuk di sekitarnya, melirik ke kanan pada Fauzan yang sekarang asik memainkan game di ponselnya.
Dulu, di sinilah tempat favorit mereka. Kadang sengaja membeli makanan lalu memakannya berdua di sini. Ia tersenyum kecil, mengingat kenangan itu. Kenangan yang manis.
Omong-omong soal makanan, ia belum memasukkan apa-apa ke lambungnya. Ia baru ingat tadi setelah bertemu dengan Gery secara tak sengaja di restoran cepat saji belakang sekolah rasa laparnya langsung hilang. Namun, sekarang ia mulai merasa perutnya kembali mengadakan konser dadakan. "Zee laper," ucapnya pelan mencubiti lengan Fauzan menarik perhatian cowok itu dari game yang sedari tadi ia mainkan.
"Ya ampun! Aku lupa. Maaf Ta, tunggu di sini dulu ya. Aku beli makanan. Oke." Setelahnya cowok itu terburu-buru pergi dan melupakan ponselnya sendiri.
Nata menggeleng pelan. "Kebiasaan," ujarnya lalu mengambil ponsel cowok itu. Ia ingat sedari dulu cowok itu selalu ceroboh, meninggalkan ponsel bahkan terkadang dompet di sembarang tempat. Kalau dulu, ia selalu memarahi cowok itu atas kecerobohan yang di buatnya. Tapi, sekarang kan mereka tak mempunyai hubungan seperti itu lagi. Ia jadi khawatir, apa Mutia selalu mengingatkan jangan asal meninggalkan ponsel di sembarang tempat seperti yang selalu ia lakukan dulu, ya?
Apa jangan-jangan cowok itu kehilangan ponsel lagi? Ia ingat sekali pernah dua kali menemani cowok itu membeli ponsel baru dan sepanjang jalan yang bisa ia lakukan hanya menceramahi cowok itu, jangan ceroboh, jangan asal meletakkan ponsel di sembarang tempat dan Fauzan hanya mengangguk mengiyakan berkali-kali.
Ia berdecak pelan, seakan baru sadar mengkhawatirkan mantan pacar sendiri ia menggeleng tak habis pikir. Dalam situasi seperti ini entah kenapa yang ada dalam benaknya hanya Fauzan. "Apa yang lo pikir Nata," gumamnya pelan sembari menepuk-nepuk dahi sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gee or Zee [✔]
Teen Fiction[Cover by : @prlstuvwxyz] Awalnya Nata hanya ingin melupakan, pergi meninggalkan kisah lamanya dengan Fauzan. Berjalan ke depan meskipun harus berkali-kali gagal move on. Pertemuan tak terduga dengan Gery, perhatian yang diberikan cowok itu dan jug...