[14] Sambungan Telepon

1.9K 136 4
                                    

Suara hentakan musik mendominasi dengan berbagai jenis manusia yang asik meliuk-liuk kan badan sesuai irama. Dengan langkah santai Fauzan masuk semakin dalam menuju sudut diskotik, sesekali ia menghindari mereka yang semakin menggila bergoyang. Di sana pada salah satu sofa ia berhenti seraya berdecak malas melihat orang yang di carinya sedang duduk dengan empat wanita di samping kiri dan kanannya.

"Bang, gue ada perlu! Bisa ngomong empat mata?" ujarnya to the point. Orang itu menatap Fauzan acuh tak urung mengangguk mengiyakan. Lalu membisikkan sesuatu pada wanita yang memeluknya lantas mereka berciuman, membuat Fauzan berdecak pelan sambil memalingkan muka. Setelah ke empat wanita itu pergi, Fauzan segera duduk di depan pemuda tersebut. Agak menjorok ke depan agar perkataannya terdengar di sela-sela hentakan musik yang semakin menggila.

"Bang, gue gak bisa lagi!" Orang itu tersenyum miring meremehkan. "Lo mau apa? Masih sebulan lagi! Sesuai perjanjian. Kalau lo ngomong kayak gini lagi, siap-siap hal yang gak lo duga bakal terjadi!" Kemudian meneguk minumannya sambil melirik tajam Fauzan.

Susah payah Fauzan menelan salivanya. Ia balas menatap tajam pemuda di hadapannya ini, rahangnya mengeras. Buku-buku putih mulai tampak di kepalan tangannya. Tapi, ia harus menahan semuanya. Sebulan lagi. Baiklah, ia harus sabar demi Nata!

Demi Nata!

***

Nata Gielz. Dua kata yang merupakan bagian dari hidupnya sekarang. Gery tak pernah menyangka, saat bola takraw yang dimainkan Rio meleset dan bergerak cepat menuju Nata, ia segera berlari dan meraih bola itu tepat di depan Nata. Yang pertama dilihatnya adalah wajah terkejut Nata, bola matanya yang membelalak, dan bibirnya yang sedikit terbuka. Benar-benar membuat Gery ingin menarik cewek itu ke dalam dekapannya. Menggemaskan!

Kemudian, Ia terkekeh geli saat mengingat Nata bermonolog 'Ganteng banget, minta di pacarin!' di bawah pohon rindang siang itu. Sejak saat itu, Gery pikir takdir memang berniat mendekatkannya dengan Nata. Berkali-kali ia bersyukur bisa melihat senyum gadis itu dan rona merah kala ia memujinya.

Bahkan ia ingin berteriak sekeras-kerasnya dan berkata "Nata punya gue!" pada semesta atas wujud syukurnya telah diberi kesempatan untuk memiliki Nata. Ia tersenyum lembut sambil mengusap pelan pipi Nata. Tatapannya hangat mendapati Nata menggeram nyaman dan mendekatkan pipinya pada tangan Gery. Seakan ingin cowok itu mengusapnya terus.

"Nata punya Gery," gumamnya seraya mengecup lembut pipi Nata. Mengikrarkan bahwa Nata benar-benar miliknya. Hanya miliknya.

Drrt drrt

Getaran di nakas membuat Nata bergerak merasa terusik. Dengan sayang Gery kembali mengusap pipi cewek itu, membuat Nata kembali terlelap nyaman. Hati-hati ia menarik tangannya dari pipi Nata, lantas meraih ponsel cewek itu di atas nakas.

Zee
Nata:)

Ia mendesah sebal, matanya menatap tajam tampilan aplikasi chat yang baru masuk setelah melihat display picture kontak tersebut. Dengan cepat ia menekan profil pengirim lantas membloknya. Selesai!

Gery menghela napas lega, setelah melihat tak ada lagi kontak yang bernama 'Zee' di ponsel Nata. Bagaimana bisa Nata masih menyimpan kontak tersebut? Apa hadirnya kini belum cukup untuk Nata? Sekali lagi ia menggeram kesal. Bayangan Nata tersenyum sambil membalas pesan dari kontak yang bernama 'Zee' berkelebat di benaknya. Membuat darahnya mendidih, ia mengepalkan tangannya kuat.

Lalu tanpa diduga, bayangan sosok gadis yang kerap hadir di mimpinya kembali lagi. Setelah beberapa hari yang lalu ia dan Nata meresmikan hubungan, bayangan itu tak pernah muncul. Tapi, entah sebab apa bayangan itu kembali hadir. Gadis itu berdiri di tengah-tengah jembatan antar dua tebing yang curam. Tangan dan kakinya di rantai sempurna, tampak gadis itu sangat ketakutan dari badannya yang bergetar dan mata yang memerah akibat tangis akan ketakutannya.

Terengah-engah Gery berlari mendekat sambil memanggil-manggil nama gadis itu. Tapi semakin ia melangkah, semakin menjauh pula sosok gadis itu lantas hilang bersama runtuhnya jembatan tersebut dan teriakan parau Gery dengan tangan terjulur menggenggam semu.

Drrt drrt

Getar dari ponsel Nata mengembalikan kesadarannya. Ia mengerjap-ngerjap seraya mengusap wajah. Seolah mengusir bayangan tersebut jauh-jauh dari benaknya. Gery mengernyit melihat pesan yang baru masuk dari nomor tanpa nama. Keningnya berkerut mengingat-ingat nomor yang mengirimkan pesan ke ponsel Nata. Sepertinya ia pernah melihat nomor tersebut. Familiar di benaknya.

0857xxxx9696
Stop!

Hanya satu kata di sertai tanda seru. Seperti sebuah peringatan untuk berhenti. Kening Gery semakin berkerut, semakin mengorek isi kepalanya mencari memori lama tentang nomor tersebut. Gery mengacak-acak rambutnya frustasi. Tak mendapati ingatan apapun. Kemudian ia menyalin nomor tersebut ke ponselnya. Lantas menekan tombol hijau dan meletakkan di telinga. Nada sambung masuk terdengar. Lama Gery menanti sambungan diangkat. Detak jantungnya berpacu cepat saat mendengar suara di sebrang sana mengangkat telponnya.

Terdengar bunyi grasak-grusuk lalu hening, tidak ada suara lain. Gery pikir orang yang di sebrang sana enggan berbicara atau sedang kehilangan suaranya. Selang beberapa detik, terdengar suara dehaman. Serak dan berat membuat wajah Gery pias sempurna mendengar suara yang familiar di sebrang sana.

"Halo."

***

Gee or Zee [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang