Jangan lupa vote dan komen ya 😊
***
Layar hitam dari benda pipih yang di letakkan di atas paha Nata tak berganti dengan warna lain, disebabkan tak ada notifikasi apapun yang masuk. Setelah keadaan kembali normal, ia mulai menghubungi Gery sebab rindu yang membuncah di dada. Namun, Genta tampak tak suka, Nata mengerti, makanya ia hanya akan menghubungi Gery saat ia sedang sendiri. Meskipun sudah berpuluh-puluh pesan dan panggilan yang ia lakukan, tak ada balasan satupun dan terkadang nomor cowok itu tidak aktif. Apa Gery menghindarinya? Tapi, kenapa?
Cewek itu tampak resah sekarang, jarinya ia ketuk-ketuk di kaca mobil sembari mata tak lepas dari benda persegi pintar miliknya. Ia melirik pergelangan tangan kiri, benda bundar yang berisi angka berurut itu, menunjukkan pukul 07.05 pagi.
Duduknya mulai tak nyaman, ia bergerak gelisah. Ingin cepat-cepat ke sekolah dan menemukan sosok Gery, ia rindu cowok itu, sangat. Meskipun ia hanya akan mendapatkan kursi kosong tempat duduk Gery di kelas seperti hari sebelumnya namun, feeling-nya berkata Gery pasti sekolah hari ini.
Ia melongokan kepala lewat kaca mobil samping kiri, membukanya sedikit dan meneriaki nama Kakak laki-lakinya supaya bergegas. "Abang cepetan!!"
Sejak kejadian penyekapan itu, Nata tak di bolehkan pergi kemana-mana sendiri harus selalu di antar dengan mobil oleh Genta. Padahal biang penyekapannya sudah mendekam di penjara, tapi untuk berjaga-jaga Genta tetap melakukannya.
Sosok Genta dengan tas ransel tersampir di bahu kirinya sedang memegang kenop pintu, tampak bermain-main dengan gagang pintu itu di naik turunkannya memicu teriakan Nata yang melengking sempurna meneriaki namanya sebab tak sabaran. "YA AMPUN ABANG CEPETAN!!!"
Genta terkekeh-kekeh penuh kemenangan setelah berhasil membuat Nata kesal pagi ini. Ia tersenyum senang sebab Adik kesayangannya itu berada di dekatnya, untuk beberapa hari setelah kejadian penyekapan itu Genta sudah tidak mengalami mimpi buruk akan kehilangan Nata. Ia takut sungguh, demi apapun ia takut jika Nata tak ada di sisinya sekalipun ia sering bertengkar dengan Adik kesayangannya itu.
"Abang lama banget kayak cabe-cabean dandan tau gak! Lamaa! Lamaa!" seru Nata meluapkan kekesalannya setelah Genta duduk dengan sempurna di balik kemudi.
"Lama, ya? Gak kok biasa aja," sahut Genta polos dengan tampang tak berdosa serta ekspresi meyakinkan bahwa yang ia lakukan tidak sesuai dengan apa yang Nata ucapkan juga gelengan kepala sok dramatis.
Nata menghela napas malas. Ia mengalihkan pandangan nya dari Genta, menjaga mood-nya supaya tidak memburuk. Yang ia pikirkan sekarang adalah harus menemukan Gery segera. Harus! Abaikan sebentar Genta yang kadar menyebalkannya sedang meningkat.
Dan benar, seperti perkiraan Nata, Gery sekolah. Cewek itu menemukan tas ransel Gery di kursi tempat duduk cowok itu di kelas. Meskipun belum menemukan peresensi Gery, lengkung indah dan buncah bahagia sudah memenuhi dadanya. Segera ia berbalik, setengah berlari keluar kelas setelah mendapat informasi bahwa Gery sedang berada di lapangan basket pagi ini.
Gotcha! Seperti mendapat reruntuhan menara uang dari langit dan tertimbun di dalamnya Nata merasa bahagia sekali. Melihat Gery fokus pada benda bulat oranye yang memantul pada lantai semen lapangan basket. Langsung saja ia berlari mendekat dengan tatapan lekat dan binar bahagia di ke dua iris coklat mudanya pada sosok yang sangat ia rindukan. "Gery!"
***
Alasan yang cukup sederhana untuk penyebab Gery menjauhi Nata dan tidak pergi sekolah, meskipun sudah diancam semua fasilitasnya akan di tarik oleh Hans, ia tetap bergeming dan keukeuh tidak ingin berangkat sekolah. Bella pun ikut turun tangan, mengusap lembut puncak kepala Gery dan menenangkan anak laki-lakinya itu dari rasa resah yang sesungguhnya tak ia mengerti sama sekali.
"Gery takut ketemu Nata, Ma. Gery gak pantes jadi pacar dia lagi. Gimana nanti dia malah takut sama aku?" Gery menggeleng lemah, serbuan prasangka yang menyerbu otaknya benar-benar membuat ia tak berdaya. Bagaimana kalau semua itu benar? Ia tak cukup energi untuk menghadapinya.
Kening Bella berkerut selama mencerna maksud perkataan Gery tadi, menerka-nerka apa yang di maksud Gery. Ia menghela napas dan membawa Gery ke dalam rengkuhannya. Mengusap lembut punggung anak laki-lakinya itu menenangkan.
Dengan alunan hangat nan kembut khas keibuan Bella mulai meluruskan apa yang sebenarnya salah di sini. "Buat apa kamu takut? Ini bukan salah kamu. Kamu juga usaha cari-cari dia, kan? Kalau kalian memang saling mengerti pasti semua yang kamu bilang cuman prasangka belaka."
Seperti ada yang baru membuka pintu di dadanya, memberi suatu kehangatan akan kepercayaan dan harapan, Gery tercengang cukup lama. Masih dengan usapan hangat di punggung dan dekapan dari Bella, semuanya mengalir lancar dan cepat bak air sungai menuju muaranya.
Segala prasangka dan pertanyaan yang membuatnya lemah bak pecundang, hanyut akibat kata-kata menenangkan yang Bella ucap. Mamanya benar, semua ini bukan salahnya, ia juga ikut andil dalam mencari keberadaan Nata. Tentu ia masih berhak akan Nata dan hubungannya dengan cewek itu.
Itulah sebabnya Gery dengan langkah ringan, memakai seragam seperti biasa dan memutar-mutar kunci motornya menuju pintu rumah pagi ini. Membuat reaksi berlebihan dari Hans, papanya. Pria itu berseru senang akan perubahan Gery dan berharap sikap pecundang yang sempat hadir di diri anaknya cepat-cepat minggat dan tak usah kembali.
Seperti biasa, bila seseorang tak hadir tanpa alasan yang jelas dan mengotori absen kelas, ketua, wakil, perangkat kelas bahkan seluruh murid sekelas Gery menanyakan kemana cowok itu selama ini? Mengapa tak ada surat yang datang seperti biasa di saat berhalangan hadir di sekolah? Serta berbagai pertanyaan dan umpatan kekesalan dari yang lainnya. Gery hanya menggeleng pelan dan tersenyum kalem seolah tak punya dosa telah mengotori absen kelas untuk menghindari berbagai celotehan dari teman-temannya dan segera keluar kelas setelah mendapat berita kalau Nata selalu mencarinya.
Cowok itu tersenyum senang, penuh bahagia. Mamanya benar sekali, kalau Nata tidak sesuai dengan apa yang ia pikir. Bahkan cewek itu juga mencari-carinya. Wah, betapa pecundangnya ia selama ini?
Lengkung bibir penuh itu semakin melebar saat suara perempuan yang ia rindu masuk ke pendengarannya. Bola oranye yang sedari tadi menjadi fokusnya teralihkan akan kehadiran sosok Nata yang tengah berdiri sepuluh meter darinya dengan binar mata yang sedikit berair siap menerjang ke arahnya dengan satu pelukan erat.
"Kangen," ucap Nata hangat masuk ke indera pendengarannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gee or Zee [✔]
Teen Fiction[Cover by : @prlstuvwxyz] Awalnya Nata hanya ingin melupakan, pergi meninggalkan kisah lamanya dengan Fauzan. Berjalan ke depan meskipun harus berkali-kali gagal move on. Pertemuan tak terduga dengan Gery, perhatian yang diberikan cowok itu dan jug...