[21] Berusaha Keluar

1.5K 118 3
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya😊

***

Nata terbatuk-batuk dan matanya mulai panas karna asap yang semakin pekat. Ia memukul dadanya berkali-kali berharap asap keluar kembali dari ke dua lubang hidungnya padahal ia tahu itu tak akan pernah terjadi. Ia langsung mencoba salah satu kunci dan memasukkan ke dalam lubang kunci, tapi pintu itu tak bergeming.

Fauzan sibuk melempar kembali kayu-kayu itu dari depan pintu. Nata kembali memasukkan kunci yang lain dan mendapat hasil yang sama. "Zan, kita gak bakalan mati, kan?" tanya Nata lirih matanya sudah berair karna perih dan ia sudah terisak dengan tangan gemetar melihat asap yang semakin menebal. Asap menerobos masuk dengan cepat lewat celah-celah kecil di pintu dan ventilasi.

Fauzan mengambil alih kunci-kunci itu dari tangan Nata. "Gak akan, kita gak akan mati disini, percaya sama gue," sahut Fauzan menenangkan Nata. Kini ia mulai sibuk memilah kunci-kunci itu. "Semoga ini bener kuncinya," harapnya sambil mencium kunci itu dan memasukkannya ke lubang kunci, memutarnya sampai terdengar bunyi 'klik'. Nata bersorak senang dan refleks memeluk Fauzan dan melingkarkan tangannya di leher cowok itu.

Fauzan tentu saja senang, tapi ia tak kehilangan akal. Segera di rengkuhnya pinggang Nata dan menyuruh cewek itu bersembunyi di dadanya agar tak terlalu banyak menghirup asap. Lantas cowok itu segera membuka pintu dengan satu tangan menutup mulut dan hidungnya lalu berlari keluar dengan Nata di pelukannya.

"Jangan nengok ke belakang. Tetep kayak gitu," ujar Fauzan mempertahankan kepala Nata agar menempel pada dadanya seraya menghalau asap sambil berusaha mencari jalan keluar.

Di ujung gedung yang sudah separuh terbakar itu, Fauzan menemukan jendela kaca yang tampak retak ia melihat api yang tak terlalu besar di luarnya. Segera ia melangkah mendekat dan menekan kepala Nata ke dadanya menembus asap tebal. Lalu ia mendudukkan Nata di atas lantai yang belumterbakar seraya melepas kemeja yang di pakainya lalu di lipat sedemikian rupa agar bisa dipakai Nata untuk menutup hidungnya seperti masker. "Jangan di lepas. Duduk di sini sebentar." Nata mengangguk patuh. Irisnya menangkap Fauzan meraih kursi dan dengan sekuat tenaga meleparkannya ke jendela kaca itu. Nata refleks menutu wajahnya agar tak terkena pecahan kaca yang berterbangan.

"Ayo!" seru Fauzan mengulurkan tangan setelah selesai menghancurkan kaca dengan sekali lemparan kursi. Nata segera bangkit meraih tangan cowok itu dan di genggamnya erat-erat.

***

"Kamu udah ngerti, kan?" Bella bertanya hangat setelah memberikan berkas-berkas yang disimpan di tempat khusus oleh Hans dalam ruangan berpintu putih itu. Gery menatap berkas itu nyalang, dihinggapi rasa terkejut dan tak percaya yang berhasil membuat bola matanya membulat sempurna.

"Mak-maksudnya Ma?" tanyanya dengan suara bergetar. Ia tak tahu harus memasang ekspresi seperti apa sekarang. Sedih? Senang? Kesal? Atau bahkan bahagia? Di antara banyaknya berkas yang telah Gery baca. Salah satu yang sekarang berada di genggamannya benar-benar membuatnya terkejut bukan main. Di sampulnya tertulis nama Dina Anjani, riwayat sekolah cewek itu di luar negeri tempat yayasan yang didirikan Papanya, Hans Farganda.

Ternyata selama ini ia selalu berburuk sangka. Bilang bahwa Papanya adalah mafia yang kebal bui lah, kejam, tak pernah mengerti perasaanya. Tapi, semua berkas yang telah Gery baca benar-benar membuat otaknya berpikir ulang lagi. Terselip kelegaan bahwa sebenarnya Papanya bukan orang seperti itu. Meskipun dibalik itu Papanya tetap saja terlihat tidak menyenagkan. Hans Farganda hanya salah satu dari sekian banyak orang yang memiliki saham di perusahaan makanan, pakaian dan juga konstruksi. Beberapa yayasan juga berada di bawah tangannya. Hanya itu, tak ada masalah obat-obat terlarang, minuman keras, penjualan gadis-gadis di bawah umur. Tidak ada! Benar-benar tidak ada!

Lalu siapa yang memakai nama Papanya selama ini. Yang di kenal sebagai mafia kebal bui. Di lihat dari berkas-berkas itu tidak bisa di bilang bahwa Papanya lah mafia tersebut. Tidak. Sama sekali tidak. Lalu, dia siapa? Yang memakai nama Papanya, menjelekkan nama Papanya, siapa?

"Jadi, selama ini siapa yang pakai nama Papa, Ma?" Gery menatap Bella ingin tahu, selintas teringat bayangan wajah yang selama ini dekat dengannya. Dia setiap kali datang tiap Hans Farganda memarahinya, dulu Gery kecil sangat menyayangi orang itu. "Ma, jangan bilang ini Om Frans?"

Frans Farganda adalah saudara kandung Hans Farganda. Mereka berdua Adik Kakak yang memiliki wajah serupa. Bisa dibilang sangat mirip untuk ukuran Adik Kakak, bahkan ada yang bilang kalau mereka kembar. Padahal Hans lebih tua dua tahun dari Frans. Bukan hanya wajah, suara mereka pun mirip. Dulunya Frans sering mengikuti gaya bicara Hans, sampai mereka besar pun semuanya menjadi sama. Tingkah lakunya, gaya bicaranya bahkan gaya berjalannya pun sama.

Dulu, Hans tak pernah berpikir akhirnya akan seperti ini. Isi otak Frans tak pernah terbaca olehnya, kalau bukan Adik satu-satunya mungkin Hans akan memenggal kepala Frans saat namanya di beri embel 'Mafia kebal bui'. Entah berapa banyak uang yang di gunakan untuk menutup mulut orang-orang. Yang Frans tahu hanya bisnisnya lancar, aman, dan terkendali di bawah nama Kakaknya itu. Benar-benar licik!

"Tapi, yang tadi di rumah beneran Papa kan Ma?" Gery bertanya dengan mata mengerjap-ngerjap masih memproses apa yang dilihatnya sekarang menuju otak. Bella mengangguk. "Tentu sayang, itu Papa kamu. Mama gak akan pernah salah mengenali Papa kamu. Semirip apa pun Papa kamu dengan Om Frans Mama tetap bisa membedakannya."

Gery mengangguk paham. Tentu saja Mama bisa membedakannya, Papa kan suaminya Mama. Tapi, Gery tak yakin dirinya bisa. Dulu ia sering memanggil Frans dengan sebutan Papa dan Hans dengan sebutan Om. Sepertinya Gery merasa dia benar-benar bukan anak yang baik.

"Kenapa Om Frans ngelakuin ini, Ma?" Bella menggeleng. "Mama gak tau sayang, Papa selalu diam kalau Mama tanya tentang ini." Gery mengepalkan tangan kuat, kesal setengah mati karna Frans bermain-main dengannya. Tentang Dina yang memang di culiknya, dan untung saja cewek itu sekarang telah aman di lindungi Papanya sendiri dan akan segera kembali ke rumahnya. Gery bisa membayangkan wajah bahagia penuh haru Elma saat bertemu Dina nantinya.

Tentu bayang-bayang Dina akan diculik lagi oleh Frans telah buyar setelah Pria itu mendapat mainan baru, Nata. "Ahrrgg sial!" umpat Gery kesal saat mengingat kembali bahwa Nata belum berada dalam jangkauannya. Bahkan ia sendiri belum tau di mana gadisnya sekarang. Benar-benar ia ingin mengutuk sumpah serapah terburuk untuk dirinya sendiri.

Getar ponsel di saku Gery membuat cowok itu terkesiap segera ia merogoh sakunya dan menempelkan benda pipih tersebut di telinganya tanpa melihat siapa yang menelpon.

"Halo," sahutnya cepat. Terdengar suara bergemerisik di seberang sana dan sirine nyaring lalu teriakan komando yang berseru 'Cepat! Cepat api nya sudah membesar!'

"Halo," ulangnya sekali lagi. Otak nya mulai berpikir tak jernih dan bayangan Nata melintas cepat, berputar-putar seperti memberi sinyal bahwa cewek itu sedang tidak baik-baik saja. Suara di sebrang sana terdengar serak dan sesekali terbatuk-batuk. Gery kembali mengulang sapaannya dengan nada panik luar biasa. Sekarang cowok itu sudah berada di luar rumahnya, memegang erat kunci motornya dan siap kapan saja pergi setelah mendengar sahutan di sebrang sana.

"Halo Gery, ini Papa. Tempat Nata disekap terbakar cepat ke sini." Secepat kilat Gery melompat ke atas jok motor setelah mendapat alamat yang di sebut Hans tadi. Meninggalkan suara panik Bella di pintu rumah.

***

Gee or Zee [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang