Jangan lupa vote dan komen ya😊
***
"Kenapa pulang? Temenin aja terus si Via Via itu sampai besok, gak usah pulang." Genta berujar ketus tanpa menatap Nata yang mulai terisak dengan tubuh bergetar karena takut akan Genta. Ia menghempaskan box pizza yang di pesannya secara kasar ke atas meja ruang tv. Menatap nyalang pada Nata dan terburu-buru membuka box itu lalu memakannya cepat. Cowok itu melampiaskan emosinya pada sepotong pizza yang ia kunyah secara brutal.
"Duduk," ucapnya dingin. "Makan pizza nya! Keburu dingin!" Nata menurut dengan tangan bergetar meraih sepotong pizza lalu mengunyahnya pelan.
Keheningan mendominasi selain suara tv yang menyiarkan lapangan hijau dengan manusia yang sibuk mengoper ke sana sini benda bulat berwarna hitam dan putih serta suara komentator yang berseru-seru heboh saat benda bulat itu meleset dan mengenai tiang gawang, gagal gol.
"Maaf bang," cicit Nata pelan setelah susah payah menelan paksa sepotong pizza. Bibirnya bergetar menahan tangis. "Maaf."
Pukul delapan malam lewat dua puluh menit Nata sudah berada di dalam mobil bersama Gery dibalik kemudi. Tangan mereka saling bertaut selama perjalanan menuju rumah Nata. Rona merah dari ke dua pipi Nata semakin menjadi saat Gery mengusap lembut ibu jarinya ke punggung tangan cewek itu lalu mengecupnya.
Lengkung bibir tak pernah luruh dari wajahnya, setelah mengecap benda pink alami milik Nata yang biasa di sebut bibir itu, Gery tak pernah tak tersenyum. Ia sudah kehilangan akal dengan beraninya menempelkan bibirnya pada milik Nata lalu salah tingkah sendiri sekaligus senang di saat bersamaan.
Namun, rasa senang tak selamanya bertahan sebab rasa takut mulai menjalar saat kendaraan roda empat yang di naikinya sudah berbelok ke persimpangan rumah Nata. Dalam hati Nata berharap semoga Genta tak ada di rumah. Semoga, semoga, semoga.
Tepat di depan gerbang yang di cat biru cerah tampak seseorang sedang bersandar di sana. Mengenakan hoodie hitam dan menutupi wajah dengan tudung hoodie tersebut. Awalnya Gery pikir seseorang itu adalah preman kampung atau malah musuh bebuyutan Genta yang datang dan ingin mengganggu. Oleh karenanya, cowok itu pun ikut turun dari mobil setelah memberhentikan kendaraan roda empat miliknya sedikit lebih jauh dari rumah Nata. Lalu mengamit jari-jari Nata dan mengantar cewek itu ke rumahnya.
Seseorang itu mendongak, meskipun wajahnya masih tertutup setengah karna tudung hoodie yang ia gunakan. Ia melirik tajam pada mobil yang berhenti sepuluh meter darinya. Apalagi setelah melihat siapa yang keluar dari mobil tersebut.
"Oh ini yang namanya Via, perasaan tadi di sekolah Via pakai rok, cewek tulen jalannya anggun sekarang jalannya ngangkang kayak preman pasar," sahutnya pelan sambil melirik tajam sepasang remaja yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Saat langkah Gery dan Nata sudah mencapai dua langkah di depan pintu gerbang. Seseorang yang bersandar pada pagar itu, membuka tudung hoodie dan menampak wajahnya.
"Bang Genta," ucap Nata dan Gery bersamaan. Refleks Nata melepaskan tangan Gery, menutup mulutnya yang menganga saking tak percaya apa yang telah ia lihat. Genta memergokinya dengan telak.
"Wah, gue dari tadi di sini nunggu abang go food anterin pesenan karna saking lapernya malah disuguhin pemandangan tak terkira." Genta berdecak pelan sambil menggelengkan kepala menahan kesal dan rasa tak percaya karna Nata sudah membohonginya.
"Abang, ma-maaf." Bahkan cowok itu tak perduli sama sekali, melengos pergi dan mendekati abang go food yang baru datang dengan ekspresi bingung melihat ketegangan di antara mereka bertiga. Segera Genta membayar pesanannya dan berbalik, membuka pagar dan hilang di balik pintu rumah.
Nata tak sanggup berkata-kata, begitu pula Gery dan abang go food yang segera pergi masih dengan ekspresi bingung. Dia pikir, halah masalah cinta segitiga anak abg mah meunie riweuh uey.
Mereka berdua bergeming dengan mata menatap ke arah pintu rumah Nata yang tertutup. "Biar aku yang jelasin ke Bang Genta," ucap Gery cepat dan segera meraih pintu pagar lalu membukanya.
"Jangan." Dengan cepat pula Nata menahan. "Aku gak mau kamu dipukulin Bang Genta." Nata menggeleng, air mata cewek itu sudah membasahi ke dua pipinya. Ia tak tau harus bersikap seperti apa di depan Genta nanti.
"Tapi-" Perkataan Gery terhenti saat Nata merengkuh erat cowok itu dan tergugu. "Udah kamu pulang aja, aku bisa sendiri jelasin ke Bang Genta," ucapnya disela isak tangis.
Akhirnya, dengan beberapa kalimat penolakan dari Gery dan kalimat perintah dari Nata agar cowok itu segera pulang, Gery menyerah. Sedikit tak enak hati pada Nata, sebab karna ulahnya juga cewek itu bertengkar dengan kakak laki-lakinya sendiri. Ia berjalan lesu menuju mobil, rasanya baru saja ia merasa bahagia dan sekarang rasa mual akibat tornado yang menjungkir balikkannya tadi baru terasa.
Ia menoleh ke belakang, melihat keadaan Nata yang masih tersedu dengan punggung cewek itu yang bergerak naik turun karna emosi yang sepenuhnya ditahan. Dan sukses membuatnya sesak melihat Nata juga berjalan lesu dengan langkah lambat menuju rumah.
"Siapa yang ajarin kamu bohong?"
"Abang gak pernah ya ajarin kamu gitu, apalagi kamu bohong gara-gara dia. Kamu gak lupa, kan? Sebab kamu disekap itu gara-gara dia? Dan berani-beraninya kamu bohongin abang dan jalan sama dia! Abang gak habis pikir sama jalan pikiran kamu dek." Genta meneguk soda kaleng di atas meja, setelah menyelesaikan kalimat penuh emosi dan penekanan untuk Nata.
Cowok itu mulai membuka bungkus burger jumbo dan mulai melahapnya lagi dengan brutal. Sepertinya emosi cowok itu belum teredam, juga karna efek lapar jadi emosinya masih membara.
"Abang Nata minta maaf, Nata janji gak ngulangin lagi." Nata mendesah pelan, menahan air matanya supaya tak keluar lagi dan seraya mengusap pipinya yang basah dengan lengan baju.
"Nata janji Bang."
Genta hanya melihat Nata sekilas lalu mengusap mulutnya dengan bekas pembungkus burger tadi dan segera meneguk soda kaleng. Ia berdehem sebentar. "Abang gak bisa larang kamu buat berhubungan lagi sama Gery. Abang tau yang nyekap kamu itu udah masuk penjara tapi, abang gak suka dibohongin kayak gini." Genta terdiam sebentar dan meremas bekas soda kaleng yang sudah kosong.
"Cuma, abang pesen supaya kamu tetapin perasaan kamu buat satu orang. Ngerti, kan?" Seketika sosok Fauzan lewat di benaknya. Nata menghela pelan, dan merutuki diri sendiri sebab seharian ini ia tak memberi kabar pada cowok itu.
"Yaudah, nih makan. Abang sengaja beli banyak buat kamu. Kamu kan makan gak bisa kenyang-kenyang."
Nata cemberut tapi tetap mengangguk dengan mata berbinar melihat deretan pizza, burger, kentang goreng dan ayam goreng di atas meja. Bahkan ia baru sadar, ada banyak makanan di hadapannya. "Ye, kenapa bengong? Gak mau? Yaudah buat abang aja." Genta berancang-ancang ingin memakan semua makanan itu. Dengan cepat Nata menerjang Genta dan menggelitiki pinggang cowok itu.
"Hahaha ampun! Ampun!" Teriak Genta dengan tawa yang menggema seisi rumah.
"Nata sayang Abang."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gee or Zee [✔]
Teen Fiction[Cover by : @prlstuvwxyz] Awalnya Nata hanya ingin melupakan, pergi meninggalkan kisah lamanya dengan Fauzan. Berjalan ke depan meskipun harus berkali-kali gagal move on. Pertemuan tak terduga dengan Gery, perhatian yang diberikan cowok itu dan jug...