6. Luka itu Kembali Berdarah

297 28 6
                                    

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, malam ini Jessica dan Jasmine berbaring santai bersama di kamar. Kebetulan hari itu Jessica tidak ada jadwal operasi, sehingga dirinya bisa pulang tepat pada jam selesai prakteknya.

"Aku sangat takut kelak Eonni akan menikah dan ketika itu terjadi Eonni pasti akan melupakanku." Jasmine menunjukkan wajah sedihnya. Selama ini kedua kakak beradik itu memang sangat dekat. Tidak hanya sebagai saudara tetapi juga seperti sahabat karib. Hanya dengan membayangkan masa depan dimana masing-masing akan memulai kehidupan baru dengan orang lain, membuat mereka bersedih.

"Sebuah proses kehidupan seperti itulah yang pasti akan semua orang jalani, Jas. Kamu juga tentu akan mengalaminya." Terang Jessica.

"Tapi aku tidak mau berpisah denganmu." Elak Jasmine cepat.

"Kamu tahu metamorfosis kupu-kupu?" Tanya Jessica, Jasmine hanya mengangguk mengiyakan. "Apa kamu menyukainya?" Jessica kembali bertanya dan lagi-lagi Jasmine mengangguk sebagai jawaban. "Sebelum menjadi seekor kupu-kupu yang cantik, ia harus melalui sebuah proses sebagai ulat, lalu akan berganti kulit menjadi kepompong. Nah, disaat berwujud ulat, apakah orang tertarik terhadapnya? Sebagian besar orang akan menjawab tidak. Tetapi ketika tiba saatnya berubah menjadi kupu-kupu, terbang kesana-kemari dengan riang menebarkan keindahannya, orang-orang akan menyukainya, meskipun hidupnya tidak akan lama." Jessica tersenyum kepada Jasmine yang menatapnya dengan dahi berkerut.

"Satu hal yang pasti bahwa setiap orang akan menjalani prosesnya masing-masing dengan berbagai cara. Eonni yakin kamu paham maksudnya. Lagipula, Eonni tidak mungkin merasakan jatuh cinta lagi. Karena rasanya hati Eonni sudah seutuhnya mati bersama Ares." Jessica mengucapkannya dengan begitu lirih seraya menyentuh dadanya.

Jasmine menggeleng tidak setuju, "Seperti yang Eonni baru saja katakan bahwa setiap orang mempunyai prosesnya sendiri, aku percaya suatu saat nanti Eonni akan bertemu belahan jiwamu." Jasmine memeluk Jessica. Namun, Jessica justru memekik tertahan merasakan sakit di perutnya karena tidak sengaja tersentuh tangan Jasmine. Jasmine bingung mengapa kakaknya seolah kesakitan seperti itu. "Eonni gwenchana*?" Tanya Jasmine khawatir.

"Naneun gwenchanayo*." Jawabnya singkat. Ia tidak ingin Jasmine mencecar lebih jauh ketika tahu ia menyembunyikan luka di balik piyama yang dikenakannya. "Jeongmal*."  Tegasnya lagi meyakinkan, ketika Jasmine menyipitkan mata tidak percaya pada sang kakak.

Tatapan Jasmine beralih ke perut Jessica yang tertutup piyama biru muda. Dengan satu gerakan cepat, ia membuka piyama itu dan betapa terkejutnya Jasmine melihat ada bekas memar di sana. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Jasmine menginterogasi Jessica menuntutnya berkata jujur.

Jessica gugup, ia bingung harus menjawab seperti apa. Tidak mungkin jika mengatakan kejadian yang sesungguhnya. Luka yang disebabkan lemparan buah apel yang Revan lakukan tadi siang. Jasmine masih menuntut jawaban dari Jessica atas pertanyaannya. Bagaimana bisa ada memar di seperti itu di tempat yang tidak wajar? Ia mendelik menatap Jessica.

"Ah, ini karena terburu-buru Eonni tidak sengaja terantuk ujung meja dan mengenai perut." Jawab Jessica berbohong. Jasmine masih saja tidak percaya dengan penjelasan Jessica yang menurutnya janggal. "Percayalah, untuk apa Eonni berbohong padamu." Jessica masih meyakinkan Jasmine untuk mempercayainya.

Jasmine menyerah atas rasa penasarannya sendiri. Ia tahu pasti jika apa yang Jessica katakan bukan yang sebenarnya. Namun ia juga tahu pasti jika Jessica enggan menceritakannya. Jadi, dirinya memutuskan untuk berhenti mencecar Jessica. "Lain kali, berhati-hatilah. Sudah menjadi dokter tapi Eonni masih saja ceroboh." Ejek Jasmine.

------

"Bukankah dokter yang merawatku itu perempuan?" Tanya Revan kepada seorang dokter residen yang seperti biasa, setiap pagi memeriksa pasien. Namun sebenarnya ini bukanlah tugasnya. Jessica mendadak ijin tidak masuk dengan alasan kurang enak badan. Maka dari itu, ia mengalihkan kewajibannya kepada dokter residen tersebut.

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang